Transmigrating 27

Start from the beginning
                                        

"Tidak kena! Kau memang payah dalam segala hal!" Letisha mengejek adik kembarnya itu.

Lorenzo tampak semakin marah. Dengan membabi buta, dia melempar bola salju kepada Letisha. Beberapa dari bola itu telak mengenai Letisha. Kepala, lengan, pundak—semuanya tidak luput dari serangan Lorenzo.

"Hei, itu sakit, tahu!" Letisha protes.

"Kau seharusnya menghindar, bodoh!"

Letisha menggigit bibir bawahnya, lalu ikut menyerang dengan membabi buta. Lorenzo tidak tinggal diam—ia membalas dengan cara yang sama. Sementara itu, Lilyana keluar dari benteng salju dengan santai, diikuti oleh Rexave. Keduanya sama sekali tidak ingin terlibat dalam pertengkaran dua bocah itu.

Lilyana duduk tak jauh dari bibir pantai. Rexave menghampiri. Ikut duduk di sebelahnya.

"Walau sering bertengkar, tapi Kak Tisa dan Kak Lori sangat akur, kok," Rexave menjelaskan. Seolah takut adik bungsunya salah paham dengan hubungan kedua bocah itu.

Lilyana menoleh. Menatap sekilas Rexave sebelum akhirnya kembali fokus menatap perang bola salju yang semakin membabi buta antara dua bocah kembar itu. Lilyana menganggukkan kepalanya. Dia juga tahu itu. Meski terlihat seolah saling membenci satu sama lain, nyatanya Letisha dan Lorenzo saling menyayangi satu sama lain. Mereka hanya terlalu gengsi untuk menunjukkan hal itu.

Asal kalian tahu saja, pantai ini adalah tempat yang sangat ingin Lorenzo kunjungi. Letisha yang memilihnya. Tapi dia membuat alasan jika County Cambellyan sangat dekat dengan Duchy. Padahal jaraknya saja dua hari. Sebuah alasan aneh, yang lebih anehnya diterima oleh semua orang.

"Apa Rie senang?" tanya Rexave dengan suara lembut.

Lilyana mengangguk pelan sebagai jawaban, tanpa sekalipun menoleh ke arah kakaknya. Pandangannya tetap tertuju pada dua bocah gila yang sedang asyik berperang bola salju. Sorot matanya berbinar, penuh antusiasme, seolah menikmati tontonan itu lebih dari apa pun.

Rexave tersenyum kecil. Ia tahu adik bungsunya tidak mengatakan apa pun, tapi ekspresi wajahnya sudah cukup menjelaskan segalanya.

"Kakak sudah membuat kerajinan dari kulit kerang yang kita kumpulkan saat datang kemari. Kak Lori dan Kak Tisa juga sudah membuatnya. Apa Rie mau lihat?" Rexave kembali membuka suara, menolak membiarkan keheningan mengambil alih ruang di antara dirinya dan sang adik bungsu.

Kali ini Lilyana menoleh. Kepalanya menggeleng. Jarinya menunjuk pada Letisha dan Lorenzo yang setengah tubuh mereka sudah dikubur oleh tumpukan salju—hasil dari perang yang mereka lakukan.

"Rie mau melihat perang saljunya dulu?"

Tentu saja tidak. Aku mau melihat dua mayat yang terkubur dalam tumpukan salju. Lilyana menjawab dalam hatinya dengan tatapan penuh harap.

"Rie sangat sabar dan baik, ya." Rexave mengusap kepala adik bungsunya dengan lembut. "Baiklah. Mari tunggu Kak Lori dan Kak Tisa puas bermain."

Rexave dan Lilyana kembali melihat pertarungan yang semakin memanas ketika Lorenzo bersiap melempar sebuah bola salju yang begitu besar. Letisha yang sedang mengumpulkan lebih banyak bola salju sama sekali tidak menyadari adiknya yang berusaha menyerang diam-diam.

Sebelum bola salju itu menimpa tubuh Letisha dan menyebabkan kekacauan, Rexave sudah lebih dulu berteriak, "Tigi!"

Sebuah kilatan api turun dari langit dan mengubah bola salju raksasa di tangan Lorenzo menjadi air. Baik Lorenzo maupun Letisha, keduanya sama-sama terkejut dengan teriakan Rexave.

Rexave berdiri. Berjalan dengan penuh wibawa menuju kedua adiknya.

Lorenzo meneguk ludah.

"Lori! Apa kau tahu akibat dari perbuatanmu?" tanya Rexave tegas.

Letisha yang sama sekali tidak mengetahui jika adik pertamanya akan melemparnya dengan bola salju raksasa memasang wajah bingung.

Lorenzo menundukkan kepalanya. "Maaf, Kakak."

Rexave menghela napas. Suaranya jauh lebih melembut, "Minta maaflah pada Kak Tisa."

Bibir Lorenzo mengerucut. Hal yang lebih tidak dia sukai selain mengerjakan tugas dari guru dan memakan brokoli adalah meminta maaf pada Letisha.

Letisha tersenyum. Tangan kanannya terjulur. Meski dia tidak tahu kesalahan apa yang sudah dilakukan oleh Lorenzo, Letisha tetap akan menerima permintaan maafnya dan menikmati hal ini.

Lorenzo menerima uluran tangan Letisha dengan terpaksa. Sementara tangannya yang lain ia letakkan di belakang. Tubuh Lorenzo sedikit membungkuk.

"Aku minta maaf," Lorenzo berkata malas. Dia segera berdiri dengan tegak setelah mengecup punggung tangan kakaknya.

Letisha tersenyum miring. "Kau baru saja melakukan kesalahan besar, tapi karena aku baik hati dan cantik, aku akan memaafkanmu."

Rexave tersenyum lebar. Senang karena kedua adiknya sudah berbaikan. Sementara Lorenzo berusaha menahan diri agar tidak memuntahkan isi perutnya setelah mendengar ucapan Letisha.

Lorenzo mendongak, "Kenapa kau menuruti ucapan Kak Xave? Mastermu kan aku!" Lorenzo melayangkan protes pada Tigi.

Tigi mengedikkan bahu. Lorenzo mendengus. Entah kenapa dia malah makin merasa kesal.

Meski hanya sebuah roh, nyatanya penjaga memiliki pemikiran sendiri. Itu membuat mereka tidak terikat sepenuhnya pada tuan yang mereka layani. Meski begitu, bukan berarti mereka bisa menyakiti tuan mereka sesuka hati.

"Ayah dan Duchess sudah tiba!" Letisha menunjuk sepasang suami istri yang melangkah menuju mereka.

Seketika, seluruh perhatian di ruangan itu teralihkan. Semua orang, seolah tanpa aba-aba, langsung melemparkan pandangan mereka ke arah yang ditunjuk oleh Letisha. Mata-mata penuh rasa ingin tahu itu kini kompak menatap sepasang sosok yang baru saja muncul—Duke dan Duchess yang tampaknya baru kembali dari suatu tempat misterius yang tak seorang pun tahu pasti dari mana. Namun satu hal yang jelas: raut wajah mereka berbinar, mata mereka saling terpaut hangat, dan tawa kecil yang masih tersisa di bibir mereka menunjukkan betapa mereka sangat menikmati waktu yang baru saja mereka habiskan bersama.

Di tengah sorotan dan bisik-bisik kecil yang mulai menyebar, Lilyana menyipitkan mata, mencoba memperhatikan lebih saksama. Baru saat itulah ia menyadari sesuatu yang semula luput dari perhatiannya—di tangan Duke dan Duchess, mereka membawa sebuah kotak berukuran sedang, dibalut dengan pita emas yang elegan. Sekilas terlihat seperti hadiah, namun entah untuk siapa dan dalam rangka apa.

Tidak ada yang sedang berulang tahun di sini.

Lilyana jadi sedikit penasaran.

I'm A Transmigrating PrincessWhere stories live. Discover now