Aisa menatap Amber sekilas. Sekarang dia tahu kenapa Duke tetap berusaha tenang meski hatinya bergejolak. Dia tidak ingin membuat keadaannya putri bungsunya menjadi lebih parah.
"Kalian berdua istirahatlah." kata Duke.
Amber dan Aisa membungkukkan tubuhnya sekali lagi sebelum pergi dari kamar Lilyana. Meninggalkan bayi yang sudah menangis selama 13 menit itu dengan ayahnya.
Duke menatap Lilyana.
"Ada apa, sayang? Kenapa putri ayah yang cantik ini menangis?" tanya Duke pada Lilyana yang bertumpu pada tangan kirinya. Sedangkan tangan kanan Duke memegang pinggang Lilyana agar bocah itu tidak terjatuh.
Lilyana masih menangis. Suara ayahnya sama sekali tidak bisa menembus telinganya.
Duke menatap dua boneka yang dipeluk erat oleh putri bungsunya itu. Wajahnya nampak bingung. Bukankah itu boneka yang dibeli oleh Lorenzo? Kenapa putri bungsunya memeluk boneka itu dengan sangat erat?
Ah, apa mungkin ...
"Apa ada yang salah dengan bonekanya, sayang?" Duke masih belum menyerah untuk menenangkan putrinya. Dan, Lilyana juga masih belum menyerah untuk mengacuhkan semua orang yang berusaha membuat dirinya jauh lebih tenang.
Duke melangkah menuju balkon. Mungkin udara segar akan membuat putri bungsunya menjadi lebih tenang. Selain itu, ada sesuatu yang ingin ia tunjukkan pada putrinya yang 'istimewa'.
"Rie ..." Duke berkata dengan sangat lembut, "Masa lalu ... tidak ada satu pun manusia yang bisa mengubahnya. Tapi, kita bisa belajar dari sana agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Dengan begitu, kita bisa lebih bahagia di masa depan,"
Duke menatap Lilyana dengan sangat lembut dan penuh kasih sayang. Sebuah tatapan yang sebelumnya tidak pernah Lilyana dapatkan dari ayahnya. Ah, maksudnya dari seseorang yang ia percaya sebagai ayahnya.
"Ayah tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan nanti. Tapi, ayah akan pastikan jika Rie tidak akan pernah menangis lagi." Duke berkata dengan sungguh-sungguh.
Tangisan Lilyana berhenti. Namun, tubuhnya masih naik turun. Sesenggukan. Bayi kecil itu menatap Duke. Genggaman tangannya pada dua boneka itu sedikit melemah.
"Apa Rie mau ayah tunjukkan sesuatu?"
Lilyana diam.
Duke tersenyum. Dia menatap ke depan. Lilyana mengikuti tatapannya. Dan saat itu juga, mata Lilyana menangkap sebuah hamparan bunga yang berbentuk lingkaran. Tepat berada di hadapan balkonnya.
"Apa Rie tahu arti bunga itu?"
Lilyana menggelengkan kepalanya. Semua bunga yang ada dalam lingkaran itu terlihat tidak asing. Meski begitu, Lilyana tidak begitu memahami bahasa bunga.
Duke tersenyum. Syukurlah. Putri bungsunya sudah sedikit lebih tenang.
"Setiap lingkaran bunga melambangkan anggota keluarga kita. Lingkaran bunga pertama adalah bunga mawar merah. Itu adalah bunga yang melambangkan ayah. Ayah malu mengatakan ini, tapi mawar merah melambangkan keberanian dan kekuatan. Karena ayah akan melindungi keluarga ayah." Duke menatap putri kecilnya yang masih nampak terpesona dengan lingkaran bunga di hadapannya meski terkadang sesenggukan.
Duke melanjutkan penjelasannya, "Lalu, lingkaran bunga kedua adalah lili putih. Bunga itu melambangkan kemurnian, kehilangan, dan penghormatan,"
Lilyana menatap Duke. Jika itu kehilangan dan penghormatan, maka ...
"Benar. Lingkaran bunga kedua adalah milik mendiang ibu kakak-kakak." Duke kembali tersenyum, "Jika Rie melihatnya dengan seksama, Rie akan bisa melihat bunga krisan kuning di bagian atas lingkaran bunga kedua. Memang tidak begitu jelas karena bunga itu hanya mengisi 1/8 bagian saja. Bunga itu adalah milik ibu. Bunga krisan kuning melambangkan permintaan rendah hati, kejujuran, dan kesetiaan yang tidak meminta banyak. Ibu meminta bunga krisan kuning miliknya hanya mengisi sedikit bagian dari lingkaran bunga kedua meski ayah sudah memintanya untuk mengisi setengahnya."
Lilyana diam. Krisan kuning. Kalau bunga itu, Lilyana tahu artinya. Bunga itu juga bisa menyiratkan kehangatan dan kepedulian yang tidak memaksa—dia tahu porsinya, dan tidak menuntut lebih.
Duke menunjuk ke lingkaran bunga ketiga.
"Lingkaran ketiga ini adalah milik kakak-kakak Rie," katanya lembut. "Lingkaran ini terbagi menjadi tiga bagian yang sama besar, masing-masing diisi oleh bunga yang melambangkan mereka."
Tangannya berhenti di salah satu bagian.
"Ini adalah bunga rosemary ungu. Bunga ini milik Kak Xave. Rosemary adalah bunga yang melambangkan ingatan, kesetiaan, dan kekuatan batin. Kakak pertamamu ingin melindungi kalian semua, terutama Rie." Suara Duke sedikit menurun, seolah ada beban yang belum sempat selesai. "Tapi ayah bilang padanya bahwa itu bukan tanggung jawabnya. Karena mau bagaimana pun, Kak Xave juga seorang anak. Tugas melindungi keluarga ada pada ayah, bukan dia."
Lilyana menunduk sedikit, memperhatikan warna ungu samar dari rosemary itu. Hangat, tapi juga sepi.
"Bunga di sebelahnya adalah bunga matahari," lanjut Duke, kini menunjuk bagian kedua. "Ini adalah bunga milik Kak Tisa. Karena dia adalah cahaya di antara kalian. Ceria, penuh semangat, dan selalu ingin diperhatikan. Bunga matahari selalu menghadap ke arah cahaya—dia ingin dekat dengan kehangatan, dengan cinta."
Dan akhirnya, mata Duke berhenti di sisi bunga yang terlihat lebih liar—ungu kebiruan, penuh duri, tapi indah dalam bentuknya.
Duke memandangi lingkaran bunga terakhir, tempat di mana beberapa bunga kecil berwarna biru terang mulai bermekaran di tepi taman.
"Ini..." suara Duke terdengar lebih lembut, seperti berbicara pada angin yang bertiup lembut, "adalah bunga untuk Rie. Sebenarnya sudah ditanam sejak lama. Tapi, perlu waktu untuk membuat bunga itu bisa tumbuh di tanah."
Bunga-bunga kecil itu tampak rapuh, hampir tak terlihat dari kejauhan, namun tetap bersinar dalam kesederhanaannya.
"Forget-me-not," Duke mengatakannya pelan, seperti sebuah janji. "Bunga yang sering dikaitkan dengan mereka yang merasa terlupakan, seolah-olah mereka tidak dipedulikan. Padahal... Rie tidak pernah dilupakan. Rie selalu ada di hati keluarga ini."
Lilyana menatap bunga itu dengan mata yang belum sepenuhnya mengerti. Jemari kecilnya bergerak, menyentuh kelopak bunga yang rapuh itu. Tangan mungilnya seakan ingin mengerti—apa yang membuat bunga itu istimewa? Mengapa ia harus mekar meski tidak pernah dipuji atau diperhatikan?
"Bunga ini tumbuh di tempat-tempat yang terlupakan, di celah-celah batu, di sudut-sudut yang tak tampak. Tapi meskipun begitu, ia tetap indah. Seperti Rie. Rie mungkin merasa terkadang tidak dilihat, tidak disayangi... tapi percayalah, semua orang di sini, ayah, ibu, kakak-kakak, kami selalu mencintai Rie dengan cara kami sendiri. Yang mungkin saja, di mata Rie itu terlihat sedikit menyebalkan. Tapi, sungguh. Kami tidak berniat buruk,"
Duke menatapnya dengan senyum hangat, meski ada kesedihan tersirat di matanya.
"Dan ini... bunga melati. Cinta yang lembut, tak terlihat, tapi selalu ada di sekeliling Rie. Mungkin Rie belum bisa merasakannya sekarang, tapi suatu hari nanti, ayah yakin Rie akan tahu bahwa Rie sangat berarti bagi kami."
Lilyana diam. Matanya kembali berkaca-kaca. Bayi kecil itu menangis sekali lagi. Dua boneka di tangannya terlepas. Duke menarik putri bungsunya ke dalam pelukannya.
Tapi, bukan hanya Lilyana saja yang menangis.
Lorenzo juga. Bocah laki-laki itu bersembunyi di bawah balkon dengan bantuan Tigi, roh penjaganya. Menguping ucapan sang ayah dan adik bungsunya. Tigi, dengan tubuhnya yang transparan, berdiri diam di sampingnya, memberi ruang bagi Lorenzo untuk menangis tanpa takut terlihat. Tigi tahu jika tuannya ini tidak akan suka jika ada orang yang melihatnya menangis.
Lorenzo menatap kelopak bunga thistle di taman, mengingat kata-kata ayahnya tentang perlindungan dan cinta yang tersembunyi di balik duri. Padahal Lorenzo memilih bunga thistle karena bunga itu terlihat kuat. Ternyata, bunga itu malah rapuh, ya.
Mungkin selama ini dia memang terlalu keras pada dirinya sendiri. Mungkin, dia hanya perlu memberi ruang bagi dirinya untuk tumbuh.
YOU ARE READING
I'm A Transmigrating Princess
Fantasy[Bukan Novel Terjemahan] Spin Off ITVAHM Kebahagiaan. Itu adalah kata yang sangat sulit Lilyana rasakan selama hidupnya. Tapi, di kehidupan kedua yang diberikan Avelon, naga yang mencintainya, Lilyana akhirnya bisa merasakan kebahagiaan. Clarice Ex...
Transmigrating 22
Start from the beginning
