Transmigrating 17

Mulai dari awal
                                        

"Kakak akan belajar dengan rajin dan menemui Rie lagi setelah kelasnya selesai." kata Letisha lembut. Sikap bocah perempuan ini berbeda sekali ketika dia berhadapan dengan Lorenzo. Tapi, anehnya Lilyana merasa jika kedua bocah itu saling menyayangi meski saling mengatai satu sama lain. 

Letisha melangkah dengan perlahan setelah berpamitan pada Lilyana.

"Akhirnya aku bisa bersantai sendiri–"

Belum selesai Lilyana merasa lega, seseorang membuka kedua pintu kamarnya dengan lebar.

"Selamat pagi, adik kakak yang cantik!" sapa bocah berusia 6 tahun itu dengan kencang.

Lilyana menatap dinding kamarnya _yang segera berganti dengan wajah bocah gila itu dengan datar.

Apa orang-orang di kastil ini memang tidak pernah mengijinkan Lilyana untuk merasa tenang barang sebentar saja? Kenapa mereka semua kompak sekali mengganggu Lilyana bergantian?

Menyebalkan sekali!

"Apa? Kau mau apa?" tanya Lilyana dengan tatapan yang berubah tajam.

Bocah yang tak lain dan bukan adalah Lorenzo itu menopang dagunya dengan kedua tangan yang bersandar di pinggiran kotak bayi Lilyana.

"Kakak tahu jika Rie akan bosan jika sendirian. Jadi, kakak datang kemari untuk menemani Rie. Kakak baik, kan? Sekarang Rie pasti sayang dengan kakak, kan?" Lorenzo terus berceloteh.

Lilyana melempar tatapan tidak suka.

"Kenapa bocah gila ini menyimpulkan semuanya seenaknya?" tanya Rie dalam hati.

Tapi, ucapan Lorenzo seolah menunjukkan kalau dirinya tahu jika adik semata wayangnya ini memang tidak menyayangi siapapun. Bukan hanya Lorenzo, tapi juga semua penghuni kastil.

Apa karena Lilyana dengan terang-terangan menunjukkan jika dia tidak suka? Seorang bayi seharusnya tidak bisa lepas dari orang tua dan saudaranya. Tapi, Lilyana justru berusaha agar bisa lepas dari semua orang yang merepotkan itu. Jadi, merupakan hal yang wajar jika orang-orang di kastil ini menyadari kalau Lilyana tidak menyukai mereka. Tapi, bukankah mereka seharusnya merasa aneh? Kenapa mereka justru malah terlihat seperti berusaha agar disukai oleh Lilyana?

Jelas sekali ada yang salah dengan orang-orang di tempat ini.

"Rie tidak bosan? Mau jalan-jalan dengan kakak tidak?" Lorenzo memasang wajah penuh harapan meski dirinya tahu betul harapan dalam wajahnya itu akan berakhir sia-sia.

Lilyana memasang wajah datar. Kenapa semua orang di kastil ini selalu mengajaknya jalan-jalan? Tidakkah mereka tahu jika yang dibutuhkan oleh bayi 9 bulan ini hanyalah satu hari tanpa gangguan saja? Kenapa hal sesederhana ini mereka tidak tahu?

Menyebalkan sekali!

Lorenzo tersenyum. Dia sudah menduga jika adik semata wayangnya ini akan memasang wajah datar seperti itu sebagai tanda penolakan. Tapi, tetap saja Lorenzo merasa sedih.

Entah kapan putri bungsu dari keluarga Noewera ini akan membuka hatinya pada orang tua dan kakak-kakaknya. Entah mengapa Lorenzo memilki firasat jika hari itu masih sangat lama.

"Sepertinya Rie tidak mau jalan-jalan, ya?" Lorenzo masih berusaha menarik perhatian Lilyana.

"Bukan hanya tidak mau jalan-jalan-jalan. Aku juga tidak mau kau ada di sini!" Lilyana berkata seperti itu lewat ekspresi wajah dan tatapan muaknya pada bocah kecil berusia 6 tahun itu.

"Kakak harus pergi karena kelas berkuda akan dimulai 1 menit lagi. Nanti kalau Rie ingin jalan-jalan, bilang saja pada kakak, ya. Kakak akan membawa Rie jalan-jalan." kata Lorenzo setelah menatap sekilas jam besar di salah satu sudut kamar Lilyana.

Lilyana mempertahankan ekspresi wajah dan tatapan muaknya sebagai balasan. Tanda jika dirinya tidak akan pernah meminta jalan-jalan.

"Dadah, Rie. Kakak akan kembali lagi nanti." kata Lorenzo sembari melambaikan tangannya dengan wajah yang nampak sedih. Bukan karena adik kecilnya menolak ajakan jalan-jalannya. Tapi karena Lorenzo harus berpisah dengan Lilyana.

Lilyana memasang wajah datar. Tidakkah bocah itu datang kemari cepat sekali? Berapa lama waktu istirahat antara dua kelas? Kenapa rasanya bocah itu cepat sekali pergi? Lilyana jadi merasa senang.

"Selamat pagi, putri bungsu ibu yang manis!" Sebuah seruan kencang diiringi dengan pintu yang terbuka lebar tertangkap oleh telinga Lilyana.

Bayi kecil kita itu kembali memasang wajah muak. Kenapa orang-orang terus bergantian untuk mengganggunya? Apa mereka punya semacam jadwal khusus? Kenapa Lilyana tidak punya waktu untuk sendirian?

Wajah seorang wanita cantik muncul di atas kepala Lilyana. Wanita yang juga bernama Lilyana itu mengangkat tubuh kecil Lilyana dengan perlahan. Lantas, mendorong Lilyana ke dalam pelukannya.

"Apa Kak Tisa dan Kak Lori datang mengunjungi Rie?" Duchess bertanya pada Lilyana yang berusaha melepaskan diri dari gendongannya itu.

Jujur saja. Gendongan dan pelukan Duchess terasa nyaman. Tapi, Lilyana entah kenapa tidak menyukainya. Rasanya seperti dia tidak seharusnya berada dalam gendongan seorang wanita berusia 27 tahun.

"Apa Rie tahu? Jeda antara dua kelas hanya 5 menit saja. Tapi, Kak Lori dan Kak Tisa tetap datang kemari untuk menemui Rie. Apa Rie tahu kenapa?" Duchess mengusap punggung Lilyana dengan lembut. " karena Kak Lori dan Kak Tisa ingin menarik perhatian Rie. Agar Rie menyayangi mereka berdua." Duchess menempelkan pipinya ke kepala Lilyana yang terdiam.

5 menit? Pantas saja mereka berdua tidak mengganggu Lilyana dalam waktu lama. Tapi, tidakkah waktu yang sangat singkat itu hanya cukup untuk berpindah dari ruang kelas 1 ke ruang kelas lain? Kenapa mereka berdua repot-repot datang kemari hanya untuk menarik perhatian Lilyana? Dan kenapa juga mereka tahu jika Lilyana sama sekali tidak menyayangi mereka? Bukan hanya mereka. Tapi Duke, Duchess, dan Tuan Muda. Lilyana juga tidak menyayangi mereka. Tapi, bukan berarti Lilyana membenci mereka.

Entahlah.

Lilyana juga tidak mengerti perasaannya sendiri.

"Ayah, ibu, Kak Xave, Kak Tisa, dan Kak Lori. Kami semua menyayangi Rie. Tapi, tidak apa-apa jika Rie memerlukan waktu untuk menerima kasih sayang kami. Rie bisa mengambil waktu sebanyak yang Rie butuhkan. Bahkan jika itu berarti selamanya, tidak apa-apa. Kami akan tetap menunggu. Karena Rie kami sangat berharga hingga kami bisa menunggu selamanya agar mendapatkan kasih sayang dari Rie." Duchess berkata dengan nada yang sangat lembut. Tangannya mengusap pelan punggung Lilyana yang tanpa sadar meneteskan air matanya.

Entahlah. Lilyana lagi-lagi bingung dengan perasaannya. Dia tidak tahu kenapa dirinya menangis. Tapi, perkataan Duchess benar-benar membuat hatinya tersentuh. Seperti ada luka lama yang perlahan tertutup.

"Tidak apa-apa. Menangis saja. Ibu ada di sini." Duchess menepuk punggung bayi bungsunya dengan penuh kasih. Membuat tangisan Lilyana jadi semakin kencang. Duchess tersenyum. Ini adalah pertama kalinya dia mendengar suara tangisan putri bungsu keluarga ini sejak 'Clarice' dilahirkan.

Benar.

Putrinya dulu adalah bayi normal yang menangis setiap saat. Sampai saat dia berumur 7 hari, entah kenapa Claricenya berhenti menangis.

Clarice....

Tiba-tiba menjadi bayi perempuan istimewa yang selalu disebut dalam kisah keluarga Noewera. Yang mana itu merupakan hal aneh. Karena bayi perempuan seharusnya istimewa begitu dilahirkan. 

Dan lebih aneh lagi...

'Clarice'... seperti lupa akan kehidupan sebelumnya.

Meski begitu tidak apa-apa.

Bagaimana pun juga, Clarice adalah Clarice. Putri bungsu Keluarga Noewera yang berharga.

I'm A Transmigrating PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang