"Anda kelihatannya sangat merindukan Rie, ya,"
Rexave tersenyum, "Tentu saja. Memang siapa yang tidak akan merindukan Rie setelah bertemu dengannya?"
"Anda benar, Tuan Muda. Rie kita memang punya kekuatan untuk membuat siapapun merindukannya," balas Duchess.
Lilyana yang mendengar percakapan itu merasa merinding. Tidakkah kedua manusia ini sedikit berlebihan? Kekuatan untuk membuat orang lain merasa rindu? Yang benar saja! Bahkan binatang pun tahu jika kekuatan semacam itu tidaklah nyata. Apa semua orang di tempat ini memiliki pikiran yang lebih sempit dibanding binatang? Atau hanya mereka berdua saja yang terlalu terobsesi pada Lilyana sampai berpikir jika Lilyana memiliki kemampuan sebesar itu?
Kepala Rexave muncul di atas keranjang bayi. Sekarang, ada dua pasang mata yang menatap Lilyana. Hah! Untung saja Lilyana sudah memalingkan wajahnya. Jadi, dia tidak terlalu merasa tertekan.
"Apa Rie tidur, Duchess?" tanya Rexave sembari menatap Duchess.
Iya! Jadi pergi sana!
Duchess tersenyum penuh arti, "Seperti bayi istimewa lainnya," jawab Duchess.
Rexave kembali mengalihkan pandangannya pada Lilyana. "Hanya pura-pura tidur, ya?"
Lilyana tersentak. Apa-apaan ini? Kenapa Rexave menyadari hal itu? Bukankah Duchess tidak mengatakan apapun selain... Ah, bayi istimewa lainnya? Apa maksudnya itu? Dan, lainnya... Apakah artinya Lilyana bukan satu-satunya? Apakah ini hal baik? Atau buruk?
"Apa Rie akan terus pura-pura tidur?" tanya Rexave yang tentu saja tidak mendapatkan tanggapan apapun dari Lilyana.
Dia akan tetap memejamkan mata apapun yang terjadi. Lagipula, dia hanya harus menahan kelopak matanya selama 15 menit. Setelah itu, bocah menyebalkan ini tidak akan ada lagi di kamar Lilyana.
15 menit.
Tidak lama.
Rexave tersenyum. Sebagai kakak dari dua adik, dia tahu persis bagaimana seorang bayi saat tidur. Dan, adik kecilnya ini sama sekali tidak terlihat seperti itu. Lihat saja kelopak matanya yang sangat dipaksakan untuk terpejam sampai keningnya berkerut itu. Dilihat sekilas saja sudah jelas jika nona termuda Noewera ini hanya pura-pura tertidur.
Menggemaskan sekali.
"Kelihatannya Rie memang sudah benar-benar tertidur, Duchess," kata Rexave. Berusaha menenangkan adik kecilnya yang nampak sangat tegang. Takut jika sandiwaranya terkuat.
Duchess menatap Lilyana. Kening bayi 7 bulan itu tidak lagi berkerut. Kelopak matanya sudah memejam dengan lebih santai.
Lilyana pasti berpikir jika dia berhasil membodohi dua orang itu.
"Sepertinya begitu, Tuan Muda. Sayang sekali, padahal anda sudah jauh-jauh datang kemari." Duchess berkata dengan nada yang terdengar kecewa sembari melirik Lilyana.
Kelopak mata Lilyana berkedut.
Rexave mengangkat kedua ujung bibirnya, "Tidak apa-apa. Saya bisa datang lagi nanti."
Duchess ikut tersenyum. Meski baru berusia 8 tahun, tapi putra sambungnya ini sangat dewasa.
"Kalau begitu, saya pamit undur diri, Duchess." Rexave menundukkan tubuhnya. Membentuk sudut hampir 90°. Mau bagaimana pun, wanita di hadapannya ini adalah ibu dari adik bungsunya. Dia juga memegang kekuasaan tertinggi setelah Duke, ayahnya. Jadi, sudah sewajarnya jika Rexave sangat menghormatinya.
Dulu? Yah, Rexave sempat dibutakan oleh rasa benci. Tapi, sekarang tidak lagi.
Rexave sadar jika wanita yang merupakan putri seorang Count itu adalah seseorang yang sangat tulus. Berbeda dari wanita lain yang mendekati ayah mereka demi kekuasaan dan kehormatan. Duchess Lilyana berbeda.
Kejadian itu membuat Rexave menyadarinya. Menyadari betapa tulusnya Duchess Lilyana dan betapa jahat dirinya terhadap wanita itu.
"Sampai jumpa nanti, Tuan Muda. Saya akan memberitahu anda jika Rie sudah bangun."
Rexave kembali berdiri dengan tegak. "Saya akan sangat berterima kasih." katanya.
Rexave melangkah pergi. Duchess menatap punggung bocah kecil itu. Wajah Duchess nampak bingung ketika langkah kaki Rexave terhenti. Bocah itu memutar badannya. Mata hijaunya melempar tatapan tulus pada Duchess.
"Terima kasih karena memberikan saya seorang adik yang sangat lucu, Duchess." katanya.
Duchess terdiam sejenak sebelum kedua ujung bibirnya terangkat sangat tinggi. Mata putihnya membulat. "Terima kasih juga karena sudah menjadi kakak yang sangat baik, Tuan Muda." kata Duchess. Tak kalah tulus dari tatapan Rexave padanya.
Rexave nampak bangga. Bocah itu kembali melangkah. Kali ini tidak lagi melihat ke belakang.
Begitu Rexave menghilang di telan pintu kamar Lilyana, Duchess nampak menahan air yang keluar dari matanya.
"Aduh! Bagaimana ini? Padahal Rie bahkan tidak pernah menangis. Bisa-bisanya ibu malah menangis." Duchess berusaha sekuat tenaga mengusap air yang terus turun dari matanya.
Sungguh. Dia tidak bisa mengendalikan buliran air itu agar tidak jatuh dari matanya meski sudah berusaha. Ucapan Rexave benar-benar membuatnya terharu.
Setelah melewati banyak hal, Duchess kita akhirnya diterima oleh keluarga ini. Jadi, bagaimana mungkin dia tidak terharu?
"Ibu... tidak tahu harus berkata apa. Tapi, ibu senang sekali!" Duchess tersenyum dengan lebar.
Sementara itu, Lilyana nampak tidak peduli. Karena dirinya memang tidak tahu apa yang sudah dilalui oleh ibunya selama ini.
Penolakan dari para pekerja di kastil. Penolakan dari si kembar. Dan yang lebih parah, penolakan dari Rexave yang berpura-pura menerimanya.
Jika Lilyana tahu, dia pasti setidaknya akan menaruh simpati pada ibunya. Sayangnya, Lilyana tidak tahu. Lebih tepatnya, tidak akan pernah tahu.
Karena semua anggota keluarganya kompak ingin menyembunyikan kisah kelam itu. Mereka berjanji tidak akan pernah memberitahu Lilyana. Apapun yang terjadi. Tapi, tidak apa-apa.
Kalian bukan Lilyana. Jadi, kalian boleh dan akan segera tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm A Transmigrating Princess
Fantasy[Bukan Novel Terjemahan] Spin Off ITVAHM Kebahagiaan. Itu adalah kata yang sangat sulit Lilyana rasakan selama hidupnya. Tapi, di kehidupan kedua yang diberikan Avelon, naga yang mencintainya, Lilyana akhirnya bisa merasakan kebahagiaan. Clarice Ex...
Transmigrating 13
Mulai dari awal
