Rahang Geogra mengeras. Ia memejamkan mata seraya mengusap kasar wajahnya.

"Lalu bagaimana mereka sekarang?" tanya Geogra, nada suaranya terdengar datar.

"Awalnya dad akan menjebloskan Camela bersama ibunya ke penjara. Tapi mom-" Giselle menjeda ucapannya. "Kakak tahu, kan? Mom sangat menyayangi Tante Viesa? Mom melarang dad melakukan itu."

Gigi Geogra bergemelatuk mendengarnya. Kedua tangannya terkepal kuat. Lagi-lagi laki-laki itu menonjok dinding di sebelahnya.

"Apa daddy membiarkannya begitu saja?!" ujar Geogra tak santai. Urat-urat mulai bermunculan di sekitar lehernya.

"Tentu saja tidak, Kak. Walaupun Tante Viesa tidak masuk penjara. Tetapi Camela tetap harus menanggung semua perbuatannya. Sebelum dad menjebloskan Camela ke penjara, dad memintamu mengurus gadis itu terlebih dahulu."

Alis Geogra menukik tajam, tak mengerti ucapan sang adik. "Apa maksudmu?"

Giselle berdecak, "Astaga, dasar bodoh! Dad membiarkanmu melakukan apapun pada Camela sebelum gadis itu masuk penjara."

Sudut bibir Geogra sedikit tertarik ke atas. Dia menyeringai. "Ah, begitu. Bagus."

"Jangan senang dulu. Persiapan dirimu, Kak. Aku yakin mom pasti marah besar padamu. Bahkan mom berkata seharusnya kau juga ikut masuk penjara bersama Camela."

Deg! Detak jantung Geogra seakan berhenti detik itu juga. Benar, Geogra juga harusnya ikut dihukum atas perbuatannya. Rashelyna pasti tidak akan memaafkannya. Geogra mendadak murung. Dia amat sangat menyesal.

"Tapi dad bilang kau tidak pernah merencanakan pembunuhan seperti apa yang Camela lakukan," lanjut Giselle.

Geogra menghembuskan napas kasar. Walaupun sang ayah membela dirinya, tetapi semua itu tidak benar. Geogra bahkan pernah memiliki niatan untuk menyiksa dan mengurung Zeyra. Ya, Geogra mengakui bahwa ia kejam. Tidak bisa mengatur emosi hingga ia berbuat sesuatu yang buruk pada gadis itu.

Seorang gadis yang dulu sangat ia benci. Seseorang yang dulu sangat ingin ia singkirkan. Bahkan Geogra senang melihat gadis itu menderita. Namun sekarang, sosok gadis itu menjadi seseorang yang sangat penting di dalam hidupnya. Seseorang yang ingin selalu ia lindungi. Mendekap tubuh ringkihnya ke dalam pelukan hangat Geogra. Laki-laki itu bahkan tidak ingin melihat gadisnya menangis bersedih ataupun kesakitan.

Seluruh hati dan pikirannya kini dipenuhi oleh Zeyra. Sosok gadis yang sangat Geogra cintai dan takkan pernah melepaskannya.

Saat Geogra membuka mulut ingin berbicara. Tiba-tiba suara benda yang terjatuh mengalihkan pandangan Geogra. Laki-laki itu menoleh menuju asal suara. Tepatnya ke dalam ruang rawat Zeyra.

"Zeyra?" gumamnya.

Giselle yang mendengar nama itu disebutkan oleh sang kakak, ia bertanya heboh. "Kakak sedang bersama Kak Zey? Apa Kak Zey sudah ditemukan? Sekarang di mana Kak Zey? Kalian ada di mana? Giselle ingin bicara dengan Kak Zey!"

Geogra dibuat pusing dengan berbagai macam pertanyaan terlontar dari mulut adiknya itu. Dia langsung saja memutus sambungan telepon. Tidak peduli jika setelah ini adiknya akan mengomel. Geogra memilih mematikan ponsel. Lantas bergegas memasuki ruangan.

Di depan sana, Zeyra tengah berusaha turun dari bangsal. Dia sedikit kesusahan karena tubuhnya terasa kaku. Gadis itu berniat membersihkan pecahan kaca yang berserakan di lantai.

Sebelum Zeyra turun, Geogra sudah lebih dulu menahan bahu gadis itu. Zeyra mendongak, terkejut melihat keberadaan Geogra.

"Jangan bergerak," cegah Geogra, membantu Zeyra berbaring kembali. Gadis itu terdiam, ia menurut saja sembari terus memandangi laki-laki itu.

GEOGRAWhere stories live. Discover now