54 - Kenangan Pahit.

78 4 0
                                    

Happy Reading.

Pintu lift terbuka, Gelan berjalan keluar dari lift menuju ke unit apartemen miliknya. Gelan membuka pintu apartemen miliknya menggunakan kartu, setelah itu ia berjalan masuk ke dalam.

Gelan langsung merebahkan dirinya ke atas sofa. Tubuhnya terasa sangat lelah setelah berkeliling mall seharian menemani Trianna berbelanja. Tadi, setelah selesai makan Gelan langsung pamit kepada Trianna untuk pulang duluan. Trianna yang saat itu masih ingin berkeliling sebentar terpaksa mengiyakan.

Gelan bangun dari sofa, ia berjalan naik ke atas dan masuk ke dalam kamarnya. Gelan menghembuskan napasnya pelan, lalu ia membuka kancing kemejanya satu-persatu, tubuh bagian atasnya kini terekspos sempurna menampilkan tubuh atletis dengan enam kotak yang ada di perutnya. Ia berjalan masuk ke dalam kamar mandi untuk mandi.

Setelah beberapa menit di dalam kamar mandi, Gelan keluar dari dalam kamar mandi dengan handuk yang masih melilit di pinggangnya. Handuk kecil lainnya ia gunakan untuk mengeringkan rambutnya.

Gelan mengambil satu kaos berwarna putih dan celana pendek dari lemarinya, tidak lupa dengan pakaian dalam miliknya. Ia berdiri di hadapan cermin sambil memandangi tubuhnya, lebih tepatnya di bagian dada sebelah kiri.

Di bagian dada sebelah kiri Gelan, terdapat sebuah tatto bertuliskan nama seseorang, nama wanita yang sangat ia cintai. Siapa lagi kalau bukan Trianna. Tetapi tatto itu hanya tertulis nama Anna saja di sana.

Gelan tersenyum saat memandangi tatto yang ada di dada kirinya, kemudian tangannya bergerak untuk memakai baju. Setelah selesai memakai baju, Gelan berjalan mengambil kursi dan duduk di depan sebuah pigura foto yang lumayan besar yang ada di sana.

Di bawah pigura foto itu ada sebuah meja kayu yang terbuat dari kayu jati. Di atas meja kayu itu ada dua lilin di sisi kanan dan kiri, di tengah-tengah antara kedua lilin itu terdapat sebuah buku kuno yang sudah terlihat sedikit usang.

Gelan memandangi foto itu lama, sampai akhirnya ia tersenyum seperti sedang membalas senyuman seseorang yang ada di dalam foto itu.

"Sepertinya sihir itu memiliki efek yang sangat luar biasa, Trianna," ujar Gelan. Ya, orang yang ada di dalam foto itu adalah Trianna yang sedang tersenyum bahagia.

Gelan menghela napasnya pelan, "Kamu tau? Semuanya berubah 97%."

"Kamu pasti akan bertanya kenapa hanya 97% saja 'kan? Karena 3% nya ada di dalam diriku, di dalam hatiku. Perasaanku kepada dirimu tidak akan pernah berubah, Anna."

Gelan memejamkan matanya, "Bolehkah ... Bolehkah diriku berharap semuanya kembali lagi ke masa di mana saat kita masih kecil? Saat di mana masalah belum terlalu kita pikirkan karena kita belum mengerti apa-apa, saat kita masih bisa tertawa tanpa beban pikiran, saat kita masih bisa menikmati setiap hembusan napas dengan tenang, saat kita masih bisa bahagia tanpa adanya tekanan?"

Gelan tersenyum kecil sambil memandangi pigura foto yang ada di hadapannya.

"Jika harapan itu terjadi, sudah aku pastikan aku akan mengurung dirimu sampai kamu tidak bisa pergi dan berakhir tidak jadi pergi ke dalam neraka itu." Gelan mengepalkan tangannya erat.

Ingatan-ingatan yang terus mengingatkannya saat Trianna menangis di dalam pelukan Gelan. Trianna yang bercerita sambil menangis bagaimana kejamnya iblis berwujud manusia itu menyiksa dirinya. Saat mengingat hal itu membuat hati Gelan hancur berkeping-keping.

Gelan sangat benci kepada paman dan bibinya Trianna, Gelan sangat benci kepada sepupu-sepupu Trianna. Tetapi, entah kenapa rasanya Gelan tidak bisa membenci Seza. Sahabat dirinya dan Trianna sebelum sikapnya berubah 180°.

Gelan memang tidak menyukai apa yang Seza lakukan kepada Trianna, tetapi ia tidak bisa membencinya. Bahkan terkadang Gelan merasa bersalah dengan sikapnya selama ini kepada Seza.

Gelan sadar, sangat sadar kalau dirinya saat itu hanya memperdulikan Trianna saja. Gelan tidak tau bagaimana perasaan Seza, apa yang ia jalani sampai akhirnya menjadi seperti itu. Dan karena itulah Gelan tidak bisa membenci Seza.

Gelan kembali mengingat seorang pria yang ia temui di toilet restoran. Pria yang memiliki warna dan bentuk mata yang sama persis dengan Seza.

Gelan mencoba mengingat apakah Seza mempunyai kakak laki-laki atau saudara laki-laki yang mempunyai mata yang mirip dengan Seza. Namun seingat Gelan, Seza merupakan anak pertama dan sudah pasti tidak mempunyai seorang kakak. Seza mempunyai seorang adik tetapi adiknya adalah perempuan.

Gelan terhanyut kedalam pikirannya, sampai akhirnya ia tersadar sesuatu. Gelan dengan cepat berdiri untuk mengambil laptop miliknya dan menyalakan laptop itu.

Gelan menghembuskan napasnya lega saat melihat layar laptop miliknya. Layar laptop itu menampilkan sebuah GPS dengan titik koordinat yang sedang berjalan menuju mansion Bryan.

Ya, GPS itu ada di Trianna. Lebih tepatnya menempel di belakang daun telinga Trianna.

Gelan menempelkan GPS itu saat dirinya dan Trianna berpelukan. Alasannya karena Gelan khawatir kepada Trianna atau lebih tepatnya Trianne. Gelan tau kalau menemui Trianna di taman dekat mansion Bryan itu sangat beresiko akan ketauan oleh Bryan.

Karena itu Gelan menempelkan GPS yang berbentuk sangat kecil dan sedikit transparan itu di belakang telinga Trianna. Berjaga-jaga takutnya Trianna akan di bunuh oleh Bryan dan di buang ke sungai atau hutan.

Titik koordinat GPS itu menunjukan kalau Trianna sudah sampai di mansion Bryan, Gelan menghembuskan napasnya sekali lagi.

"Oke, dia sudah aman. Setidaknya, untuk saat ini dia sudah aman."

.
.
.

To be content.

Haiii gengssss. Di part ini full koko Gelan yang guanteng gengsss. Walaupun sedikit angst tapi gapapa lah yaaa, kan ada bonus roti sobek punya Elan xixixi.

Jangan lupa vote, komen, dan follow akun akuuuu! Terimakasihhhh.

IMAGINATIONOù les histoires vivent. Découvrez maintenant