13 - Surat?

519 34 0
                                    

Happy Reading.

Trianna sekarang sedang berjalan pulang ke mansion Bryan setelah rasa penasarannya telah terpenuhi. Matahari sudah terbenam 10 menit yang lalu, untung saja jalanan di sini ramai dan banyak lampu jalan yang menyala.

Tadi Gelan mengajak Trianna untuk ikut bersamanya atau mengantarkan Trianna ke mansion Bryan, tapi Trianna menolak. Ia tidak mau kalau Bryan kembali marah kepadanya, mengingat kalau ia sedang 'menumpang' di mansion Bryan.

Setelah sampai di depan gerbang, Trianna meminta satpam untuk membukakan pintu sedang yang berada di samping gerbang. Satpam membukakan pintu itu dan Trianna masuk ke dalam pekarangan mansion Bryan.

Semakin Trianna melangkah menuju pintu utama, entah kenapa membuat Trianna merasa semakin deg-degan.

Sampai di depan pintu utama, Trianna menarik nafasnya dalam, lalu membuangnya dari mulut. Trianna kemudian mendorong pintu itu, saat melihat ke dalam, Trianna terkejut melihat Bryan sudah duduk di sofa ruang tamu sembari menatap ke arah Trianna.

Kaki Bryan di silangkan, tangan kanannya memegang dagu dan tatapan matanya tajam menatap ke arah Trianna. Trianna dengan hati yang gelisah seperti sedang kepergok oleh orangtuanya berjalan minggir berusaha untuk menghindari Bryan.

"Kau habis kemana?" tanya Bryan dengan suara serak mengintrogasi Trianna.

Trianna berhenti, ia melihat ke arah Bryan yang kini sedang menatapnya, "Aku tadi habis mencari angin di luar," jawabnya cepat. Trianna harus berterimakasih kepada Gelan karena sudah membuat karakter Trianne yang cepat tangkap dan refleknya yang bagus.

"Mencari angin?"

"Iya! Aku bosan berada di kamarmu terus, jadi aku pergi keluar untuk mencari angin."

"Hanya ingin mencari angin? Tidak untuk bertemu dengan pria sipit itu?"

Trianna mengerutkan alisnya, 'Pria sipit?' Setelah mengetahui apa yang di maksud Bryan, Trianna menggelengkan kepalanya. Bryan menghela nafasnya kasar.

"Kalau kau bosan, kau bisa menghubungi diriku. Bukan hanya berbohong kepada para pengawal kalau kau sudah mendapatkan izin dariku." Bryan menatap Trianna tajam.

'Wah, dasar pengawal tukang cepu!' batin Trianna kesal. Berbeda dengan batinnya, Trianna hanya mengangguk-anggukan kepalanya. "Bryan," panggilnya.

Bryan mengangkat satu alisnya, "Apa?"

"Aku ingin pisah kamar."

"Maksudmu?"

"Maksudku, kita kamarnya terpisah, aku akan tidur di kamarku sendiri, kamu akan tidur di kamarmu."

"Kenapa? Kenapa kau ingin pisah kamar? Apakah kau meminta untuk pisah kamar agar memudahkan dirimu menyelinap keluar untuk bertemu pria sipit itu?"

"Tidak, Bryan. Bukan begitu maksudku. Aku hanya ... tidak terbiasa untuk tidur bersama dengan seorang pria. Satu lagi, nama pria sipit itu Gelan, dia sahabatku sejak aku masih kecil, aku tidak memiliki hubungan khusus dengan Gelan, kami hanya sebatas sahabat kecil."

"To hell with that slant-eyed man's name! I don't care what his name is!" [Persetan dengan nama pria bermata sipit itu! Saya tidak peduli siapa namanya!]

Trianna terdiam, kalau sudah begini, fiks Bryan sedang marah kepadanya.

"Kalau kau tidak terbiasa tidur bersama laki-laki di kasur yang sama, aku rela jika harus tidur di sofa agar kita bisa tidur dalam kamar yang sama."

"Kau mau tidur di sofa?" tanya Trianna.

"Iya, agar kita bisa tidur di kamar yang sama, dan untuk memudahkan diriku mengawasi dirimu dari pria-pria lain."

Trianna tertegun mendengar jawaban dari mulut Bryan, 'Bryan ini posessif juga ya ternyata," batinnya.

"Jadi, kita tidak akan pisah kamar," ucap Bryan, terdengar penekanan di setiap katanya. "Kalau mau pisah kamar pun, kau mungkin akan tidur di rumah para maid di bagian barat karena di mansion ini hanya ada satu kamar."

Trianna melototkan matanya, "Di mansion sebesar ini hanya ada satu kamar?! Kau serius?!"

"Iya, aku serius. Karena itu kau akan tidur di dalam kamarku. Jangan membantah lagi."

Trianna yang mendengar itu hanya menganggukkan kepalanya lemas. Bryan tersenyum miring dan merasa senang, seketika amarah yang tadi Bryan bendung menghilang seperti di telan bumi.

"Sudah pukul 8 malam, ayo kita makan malam. Kau pasti sudah laparkan?"

Trianna mengiyakan ucapan Bryan, mereka berdua berjalan menuju ke ruang makan. Sesampainya di ruang makan, Bryan menarik kursi untuk Trianna. Trianna duduk dan mengucapkan terimakasih.

Makanan di hidangkan. Setelah selesai di hidangkan, mereka mengambil makanan ke atas piring. Selesai mengambil makanan Trianna berdoa terlebih dahulu sebelum menyantap makanannya. Bryan yang melihat Trianna berdoa ikut berdoa.

Trianna mengheningkan notifikasi ponselnya agar kejadian tadi siang tidak terjadi lagi. Mereka menyantap makanan mereka dengan khidmat.

Tok, tok, tok.

Suara ketukan pintu terdengar sampai tiga kali, Bryan dan Trianna melihat ke arah pintu. Seorang pengawal meminta izin untuk masuk, setelah mendapatkan izin, pengawal itu masuk ke dalam ruang makan.

"Ada apa?" tanya Bryan.

"Maaf mengganggu makan malam tuan dan nyonya. Ini ada sebuah surat untuk nyonya. Saya tidak tau siapa pengirimnya karena tidak ada nama pengirim di sini kecuali huruf r besar di belakangnya."

"Surat?"

.
.
.

To be content.

Hai gengs, jangan lupa vote, komen, dan follow akun aku ya. Terimakasihh.

IMAGINATIONWhere stories live. Discover now