10 - TIDAK TENANG

8.6K 1K 92
                                    


Acha mengawali hari paginya seperti biasa, tak ada yang spesial untuk hari ini. Kejadian kemarin atau semalam pun tidak terlalu Acha pikirkan, Acha berusaha menanggapi dengan santai saja. Ya, meskipun ada sedikit perasaan binggung dengan sikap seorang Iqbal yang tidak seperti enam tahun yang lalu.

"Cha hari sabtu ada acara nggak?"

Acha menoleh ke sumber suara, mendapati Atlas sudah di ambang pintu ruang istirahat para dokter.

"Nggak ada Dokter. Kenapa?"

"Sepupu cewek gue ulang tahun, gue bingung mau beli kado apa. Bantuin buat pilih mau nggak?"

Acha berpikir sebentar, mengingat-ingat lagi di hari sabtu apakah dia ada janji atau tidak.

"Sepertinya bisa Dok."

Senyum Atlas langsung mengembang saat itu juga.

"Oke, hari sabtu gue jemput di rumah lo ya."

Acha ikut mengangguk dan tersenyum kecil.

"Iya Dokter."

Setelah itu, Atlas kembali keluar meninggalkan Acha sendirian di ruang istirahat. Acha memeriksa ponselnya untuk melihat jam. Pagi tadi karena buru-buru berangkat, Acha kelupaan tidak memakai jam tangan.

"Siang ini makan apa ya?"

Acha berdiri, berjalan mendekati tasnya yang ia taruh di sofa. Acha membuka tasnya dan termenung sesaat. Acha menemukan payung Iqbal yang belum ia kembalikan.

"Acha balikin sekarang atau besok saja ya?"

Acha mempertimbangkan.

"Kalau Iqbal nggak ada di rumah sakit gimana?"

Acha menghela napas panjang, ia memilih untuk mengembalikan dan mencari Iqbal saat pulang kerja. Acha yakin Iqbal pasti masih ada di rumah sakit mengingat penyakit Papanya yang cukup serius.

****

Iqbal menghabiskan makan siangnya bersama sang Papa. Kondisi Papanya kian melemah dan membuat Iqbal khawatir. Untung saja, jadwal operasi Papanya sudah keluar beberapa hari yang lalu.

"Don't picky, Pa," protes Iqbal saat melihat Papanya meminggirkan semua sayuran yang ada di piring.

"Papa lagi nggak ingin makan sayur."

"Kondisi Papa seka..."

"Oke Papa makan," potong Bov cepat. Ia memilih mengalah dari pada mendapatkan ceramah tajam dari putra bungsunya.

Sejak kepulangan Iqbal dari U.K, Bov beberapa kali dibuat terkejut sekaligus tertegun dengan sifat putranya yang banyak berubah. Bisa dibilang Iqbal lebih banyak bicara saat ini. Tak seperti dulu ketika masih remaja, putranya sangat pendiam.

Mungkin karena Iqbal sudah memiliki lingkungan baru yang menuntutnya untuk lebih banyak bersosialisasi. Meskipun begitu, sikap dingin Iqbal masih tetap mendominasi dan susah dihilangkan.

"Habiskan," suruh Iqbal memaksa.

Bov pun hanya bisa menganguk pasrah, sedangkan Iqbal tersenyum puas melihat Papanya yang menurutinya.

Iqbal berdiri memasukan sisa kotak makanannya ke dalam kresek dan membersihkan beberapa bekas tisu di atas meja.

"Iqbal tinggal ke cafetaria sebentar Pa," ucap Iqbal sembari membuang kresek di tempat sampah.

MARIPOSA : MASA SEANDAINYAWhere stories live. Discover now