"Udah, buka aja Ma."  Gea —Mama Kanara membuka pintu kamar mandi. Ia kembali membantu putrinya berjalan keluar kamar mandi.

Kanara kembali duduk di kasur khas rumah sakit itu, ia duduk membelakangi ibunya, membiarkan rambutnya di sisir oleh sang ibu.

"Anak cantik Mama," gumam Gea menatap haru putrinya seraya menyisir rambut putrinya dengan penuh kasih sayang. Ia sangat bersyukur Kanara selamat dalam kecelakaan itu.

"Dave kok gak pernah kesini lagi, Na?" Tanya Mama tiba-tiba.

Kanara mengangkat kedua bahunya acuh. "Mana aku tahu."

"Kok gitu? Emang Dave gak ngabarin kamu sama sekali?"

"Enggak, mungkin dia baru sadar kalau kita udah putus."

"Yaampun, Sejak kapan?! Kok Mama gak tahu?" Tanya Mama kaget.

"Udah lama. Udah ah, jangan tanya-tanya lagi. Kana males banget Ma ... " Rengek Kanara enggan membahas pria itu lagi.

****

Sementara di sisi lain, seorang pria dengan perawakan tinggi berdiri dengan angkuh diatas lantai marmer itu. Jas hitam formal yang dikenakan oleh pria itu membuat kesan gagah dalam dirinya, matanya yang tajam menghunus kaca bening yang menampilkan ramainya kegiatan kota itu pada malam hari.

Laki-laki itu menatap tajam ke arah dinding full kaca itu. Ia melirik ke belakang, tempat asisten pribadinya berdiri sambil menunduk hormat.

"Bagaimana kondisi gadisku sekarang?" Pria itu bertanya dengan suara serak, ia mengepulkan asap rokoknya dengan santai.

"Nona hari ini di perbolehkan pulang dari rumah sakit, Tuan." Jack memberikan informasi yang ia terima dari bawahannya.

Jack di perintahkan untuk memantau setiap pergerakan yang dilakukan oleh Tuan muda nya, sejak Dave menginjakkan kakinya di negara yang di juluki City of Angels itu, ia harus mengikuti segala peraturan yang ada. Kalau tidak, ada konsekuensi yang harus ia terima.

"Tuan muda, anda sudah ditunggu Mr. Graham di ruangan beliau." Ucap Jack setelah menerima informasi lewat Tab yang ia bawa.

Dave mendengus dengan wajah datarnya. Dari awal ia datang kesini, yang ia rasakan hanya perasaan sebal yang mendalam. Mau tidak mau ia harus disini sementara, meskipun jiwa dan raga nya cukup tersiksa disini.

Laki-laki itu melangkahkan kakinya ke tempat yang dikatakan oleh asistennya, tepat ketika ia berada di depan pintu. Dengan perlahan Dave mulai mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Masuk," ucap seseorang dari dalam ruangan. Mendengar itu Dave segera masuk dengan pintu yang dibukakan oleh Jack.

Dave menunduk sekilas menunjukan rasa hormatnya kepada pria tua yang duduk di kursinya dengan santai. Meskipun sudah terlihat tua, pria itu masih kekar dengan pakaian formalnya.

Pria tua itu berdiri menghampiri Dave —cucunya yang nampak menundukkan kepalanya. Tuan Graham menepuk bahu Dave dengan tenang.

"Kamu masih mencari tahu tentang gadis itu?" Tanya Tuan Graham dengan sedikit kaku, ia masih belum terbiasa menggunakan bahasa asal kelahiran cucunya ini.

Dave mengangguk, "opa—"

Plak!

Wajah Dave terdorong ke samping dengan kuatnya, ia mendesis menyeka darah yang terasa amis di sudut bibirnya.

"Opa!" Sentak Dave tidak terima.

"Listen to me, Davendra. Because of that stupid girl your sister had to be related to the Xavier family!" Ucap Tuan Graham dengan nada yang menusuk.

"Bukan gara-gara Kanara! Emang dari awal Ferran udah tertarik sama Devina!" Tajam Dave tidak terima jika gadis cantiknya disalahkan.

Tuan Graham tidak pernah setuju jika Devina, cucu kesayangannya harus berurusan dengan Ferran —anak pertama dari keluarga Xavier yang dikenal sebagai keluarga legendaris itu. Keluarga itu berbahaya dan Tuan Graham tidak akan pernah setuju jika cucunya berhubungan dengan anak dari keluarga itu.

"Dasar bodoh, cucuku tidak akan berurusan dengan pria itu jika kamu tidak menggunakan cara gila kepada gadis itu! Cucuku itu terlalu manis hingga rasa pedulinya membuat dirinya dalam bahaya." Maki Tuan Graham, jika kepada Devina maka Tuan Graham akan bersikap sangat baik dan sebaliknya jika dengan Dave. Entah apa alasan pria itu, sampai sekarang pun Dave tidak mengerti.

Bukankah Dave juga cucu dari pria tua itu? Lantas kenapa dirinya diperlakukan tidak adil? Sialan.

"Kalau begitu selamatkan cucu tersayang mu itu, itu pun jika pak tua bisa." Ucap Dave setelah itu tertawa remeh, ia sendiri tahu jika tidak ada yang bisa menghentikan keluarga Xavier.

"Bajingan!" Ucap Tuan Graham dengan kuat melayangkan pukulannya tepat di rahang Dave.

"Cucuku itu memang terlalu manis, kasihan sekali dia harus memiliki kembaran sakit jiwa sepertimu." Tuan Graham berucap demikian dengan lantangnya, tidak peduli jika Dave merasa sakit hati dengan ucapan pria itu.

"Terus buat apa Opa bawa Dave kesini? Cuma buat dipukulin?" Tanya Dave dengan dada yang menggebu-gebu, matanya memerah menahan amarah.

Dave menatap Opa nya yang berdiri angkuh, baru saja ia hendak bangkit namun tiba-tiba kaki Opanya dengan tega menginjak punggung tangannya kuat. Dave berteriak kesakitan.

"ARGH!" Teriak Dave menggema, namun bukannya berhenti Tuan Graham malah memutarkan kakinya yang dilapis sepatu berwarna hitam berbahan kulit itu.

Dave semakin berteriak kesakitan namun Tuan Graham mengabaikannya.

"Belajarlah hal yang berguna, kau masih terlalu bodoh untuk melanjutkan perusahaan ku yang hebat ini. Gunakan otakmu dengan baik, jangan hanya digunakan untuk obsesi gila mu itu."

"Dave gak minta untuk jadi penerus Opa, Dave masih mampu hidup sendiri." Ucap Dave dengan terengah-engah, energinya seperti dikuras habis.

"Lalu kau hidup enak selama ini dari siapa? Daddy mu? Bahkan dia pun masih bergantung kepadaku." Sinis Tuan Graham.

Tuan Graham menepuk bagian dada jas nya, ia menatap Jack yang masih setia menunduk.

"Kurung Dave sampai dia sadar betapa bodohnya dia selama ini." Titah Tuan Graham yang langsung diangguki oleh Jack.

TBC

karena satu cerita ku udah tamat, jadi aku bakal fokus tamatin cerita ini dulu

seterusnya cerita ini gabakal up ngaret banget, bakal diusahain cepet

suka ga?

seru?

Dave kasian tau

sorry for typo

Vote&komen

Seee uuuu


DavendraWhere stories live. Discover now