Ini adalah bukan tentang kaya atau miskin. Namun ini adalah tentang bagaimana cara nya bertahan hidup tanpa dipenuhi rasa takut dan bagaimana caranya mempertahankan ikatan suci tanpa amaraloka yang dipenuhi rintangan.
Selat Gibraltar adalah dua insa...
Target komen 1,5K ya! Target vote nya 1,1K yaa! InsyaAllah bisa.
Selamat membaca!!
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Nama yang saya ucap saat ijab qobul, adalah kutukan. Tapi saya baru menyadari, bahwa nama tersebut bukanlah kutukan, melainkan ukiran kata yang abadi dalam pikiran ku."
---Gibraltar.
🦋🦋🦋 ---SelBral
Ruang UGD terbuka. Menampilkan beberapa dokter dengan pakaian berwarna hijau. Mereka terlihat lelah. Menghela napas setiap saat. Semua yang ada di sana berdiri. Bertanya pada para dokter yang baru keluar dari sana.
Kata dokter- Selat akan di pindahkan ke ruang penginapan. Hanya tinggal menunggu siuman saja. Beberapa perawat mengeluarkan Selat dari dalam sana. Membawa nya menuju ruang rawat inap yang sudah di pesan oleh Pratama. Sudah di pesan sedari tadi. Untung saja Pratama peka. Gibral sudah tidak memikirkan hal itu. Pikiran nya terlalu kacau.
Jasmin dan Rhaisya berjalan membelakangi para perawat. Mereka menuju kamar barunya Selat. Selat dipenuhi infus. Gadis itu hanya menggunakan topi kesehatan yang berwarna hijau- untuk menutupi rambutnya.
"Berapa biaya kamar, Pram?"
"Engga usah."
"Pram!"
"Aku bilang engga usah, ya engga usah. Bodoh!" Pratama menatap Gibral dengan tatapan membunuh. Yang ditatap malah melembut. Pria itu tersenyum tipis. Menjatuhkan kepalanya di dada kanan sang sahabat.
"Makasih." Ucapnya. Pratama tersenyum. Ia menepuk pelan leher sang sahabat. Mengangguk degan deheman. Kemudian merangkul Gibral- berjalan menelusuri koridor yang sepi.
Mereka serasa masih anak SMA saja. Dua manusia yang merangkul satu sama lain. Lucu. Jadi rindu masa-masa SMA yang menyenangkan.
Lampu di sana cukup terang, jadi tidak menimbulkan kesan yang horror. Beberapa suster ramah. Menyapa Gibral ketika lewat.
Yeah ... reaksi Gibral biasa saja. Seperti Gibral pada umumnya. Mata tajam. Wajah dingin. Rahang tegas. Alis tertaut. Kedua tangan di dalam saku celana. Namun kali ini merangkul sahabatnya.
Mereka sampai di kamar VIP. Entahlah ini kelas berapa. Intinya premium yang paling bagus. Ada TV, kulkas, sofa, tirai diantara kasur- tujuan nya supaya kalau kontrol dokter bisa di tutup. Toilet, pendingin ruangan, beberapa makanan di dalam kulkasn. Dan masih banyak lagi. Seperti di hotel saja.