"Zey, Zey!" panggil Bu Inah. "Di luar ada Tuan Muda, beliau memanggilmu."

"T-tuan Muda?" tanya Zeyra terbata, ia mendekat ke arah Bu Inah. Pelayan tua itu menganggukkan kepala. "Baiklah, Zey akan temui beliau. Terima kasih, Bu."

Buru-buru Zeyra menuju pintu, sebelum ia membuka mulut untuk bicara, lengan gadis itu sudah lebih dulu ditarik oleh Geogra.

Laki-laki itu berjalan lebih dulu dengan Zeyra yang berada di belakang. Zeyra berusaha mengimbangi langkah lebar Geogra. Ia kesulitan sebab Geogra berjalan terlalu cepat. Pandangan Zeyra beralih menatap lengannya yang dicekal oleh laki-laki itu.

Ke mana laki-laki itu akan membawanya?

"Ck, lambat!" desis Geogra. Dia menghela napas kasar lalu memperlambat langkahnya hingga ia sejajar dengan Zeyra. Tangan yang semula mencekal kuat lengan Zeyra, kini beralih menggenggam lembut telapak tangan gadis itu, menautkan jemarinya yang besar pada tangan mungil itu.

Seketika Zeyra tersentak kaget. Ia menatap pada Geogra dengan raut bingung. Apa yang tengah laki-laki itu lakukan? Apakah Geogra sadar dengan sikapnya?

Ekspresi Geogra terlihat dingin dan datar. Namun, entah mengapa tangan laki-laki itu yang sedang menggenggam tangannya terasa hangat.

"Kak Zey!" pekik Giselle.

"Astaga, Sayang. Mom kaget," ujar Rashelyna mengelus dada. Giselle tidak mendengarnya, gadis berseragam putih biru itu berdiri dari duduknya, menghampiri Zeyra.

Giselle memeriksa kondisi Zeyra dari atas sampai bawah. Gadis itu memekik melihat penampilan Zeyra pagi ini. Ia langsung memeluk Zeyra dengan erat.

"Kak Zey sangat cantik!"

Zeyra terkejut dengan pelukan yang tiba-tiba itu, hampir saja ia terjengkang ke belakang jika saja Geogra tidak menahannya. Pegangan tangan mereka hampir terlepas, tetapi Geogra tetap menggenggam dengan erat.

"Lepas, Giselle. Dia bisa mati," ujar Geogra. Memang benar, Zeyra menjadi kesulitan bernapas karena pelukan Giselle terlalu erat.

Giselle melepas pelukan sembari meringis, ia meminta maaf pada Zeyra dibalas senyuman manis gadis itu.

"Zeyra, sini, Nak. Kita sarapan bersama," ajak Rashelyna yang sudah duduk manis di kursi meja makan bersama suaminya. Bukan hanya itu, terdapat keluarga Camela juga di sana. Zeyra menegang, ia tidak menyangka jika Camela masih berada di sini.

Pandangan Zeyra bertemu dengan Camela. Raut wajah gadis itu memerah, tatapan matanya tertuju pada tangan Geogra yang menggenggam tangan Zeyra. Gadis itu terlihat sangat marah dan tidak suka. Dalam benaknya terus bertanya-tanya.

Sebenarnya ada apa dengan sikap Geogra? Mengapa laki-laki itu tiba-tiba berubah? Bukankah Geogra membenci Zeyra?

"Sini, Nak Zeyra," panggil Viesa.

Tangan Camela yang berada di bawah meja terkepal kuat. Ada rasa sakit hati dan sesak melihat Geogra terlihat sangat dekat dengan gadis cupu itu.

Geogra melangkah menuju meja makan, ia melepaskan tangan Zeyra saat akan menarik kursi. Barulah Zeyra bisa bernapas lega. Sepertinya tidak ada yang mempermasalahkan tentang ia dan Geogra yang pegangan tangan selain Camela.

"Duduklah." Rashelyna menyunggingkan senyum sembari menarik kursi di sampingnya.

Sarapan yang sudah disajikan dengan rapi di meja makan begitu menggugah selera. Akan tetapi, Zeyra merasa tak nyaman. Tatapan Camela yang begitu menusuk terus-menerus tertuju padanya.

Di meja makan, tidak ada satu pun orang yang berbicara. Hanya suara alat makan yang saling beradu. Dalam makannya, Zeyra menunduk, menelan makanan yang masuk ke dalam mulutnya dengan susah payah. Untungnya mereka semua yang berada di meja makan tengah fokus menikmati sarapan tanpa menyadari sikap Zeyra yang aneh.

GEOGRAWhere stories live. Discover now