56. Ledakan

144 13 0
                                    

“Jangan pernah sesekali berbicara kasar ataupun marah-marah di depan wanita.”
~Pello~

Happy reading. . .
# # # # # # # # # #

Tik. . Tik. . Tik. . .

  Suara bunyi air yang berjatuhan di atas genteng merupakan tanda kalau pada saat itu sedang terjadi hujan. Untungnya Putri sudah sampai di kediamannya, diantarkan oleh Imam.

“Sambil nunggu hujannya reda, kamu mau minum apa?” Tawar Putri.

“Apa aja deh. Yang penting bisa ngangetin badan.” Jawab Imam diakhiri dengan senyumannya.

“Oke. Aku kebelakang dulu yah.” Putri kemudian berjalan menuju ruang dapur untuk membuat secangkir kopi untuk Imam.

  Lalu saat dia sedang bergelut dengan peralatan dapur, tiba-tiba seorang pria bersetelan jaket kulit yang sedikit basah kuyup, masuk ke dalam rumah.

  Dan pada saat itu juga, Putri pun menangkap suara bentakan dari suaminya. “Ngapain lu disini?!”

  Mendengar akan terjadi keributan, Putri seketika menjadi panik, dan langsung berlari menuju ke sumber suara, meninggalkan kopi yang baru ia seduh setengahnya.

  Tapi saat di ruang tamu, ia tidak melihat satu bayangan pun dari Imam maupun Rajes. Rasa khawatirnya semakin menjadi-jadi, dan kemudian mencoba mengecek ke luar rumah.

  Dan benar saja, dua pria tersebut ternyata sedang adu mulut di tengah lebatnya hujan.

“Setelah lu ngehancurin markas gue, sekarang lu mau ngehancurin rumah gue juga hahh?!!!” Rajes membentak tepat di depan wajah Imam, sembari mencengkram kerah baju osis yang tengah dipakai oleh Imam.

  Melihat kerah bajunya ditarik, Imam merasa tidak terima dan hendak mencekik leher Rajes kuat-kuat. Namun sayang, niatnya harus ia urungkan setelah mendapati Putri yang keluar dari pintu rumah dan terlihat tengah menatap mereka.

“Apa maksud lu? Gue gak ngerti.” Tanya balik Imam, mengangkat kedua tangannya, menandakan kalau dia menyerah.

  Mendengar kebohongan Imam, Rajes pun langsung melayangkan tinjunya kembali ke pipi Imam, hingga pria tersebut jatuh dan tersungkur di rumput halaman rumahnya.

“Rajes, stop!!” Putri segera berlari menerjang derasnya hujan, dan mencoba melerai mereka.

  Tapi rasa amarah yang menggebu-gebu membuat Rajes menjadi buta, dan malah meneruskan serangannya secara membabi-buta. Dengan posisi Imam yang tergeletak di tanah, itu sangat menguntungkan untuk Rajes.

“Rajes, sudah..!!” Ucap Putri menarik Rajes yang terlihat menindih tubuh Imam dan memukul wajah Imam bertubi-tubi.

  Karena sedang hujan, membuat tangan Putri basah dan licin untuk bisa menarik Rajes dari atas tubuh Imam. Dan Rajes pun juga tidak ada niatan untuk menghentikan aktivitasnya.

  Akhirnya Putri menyerah dan meminta bantuan ke para tetangganya. “TOLOONGG!! TOLOOONNGGG!!!”

  Mendengar teriakkan minta tolong seorang wanita, para bapak-bapak komplek pun segera berbondong-bondong menuju ke rumah Rajes, dan kemudian melerai perkelahian dua pria remaja tersebut.

  Rajes dibawa masuk ke dalam rumah, dan sedangkan Imam disuruh pulang ke rumahnya.

  Setelah kejadian tersebut mereda dan para bapak-bapak komplek sudah pulang ke rumahnya masing-masing. Rajes malahan lanjut part 2, bertikai dengan istrinya.

“Kamu kenapa bisa sama cowok brengsek itu?” Tanya Rajes, dengan amarah yang masih meletup-letup.

“Karena dia lah yang nolongin aku di sekolah, bukan kamu!” Putri menekan kalimat akhirnya, sembari menunjuk Rajes.

“Hehh!! Apa kamu lupa siapa yang selamatin kamu pas kamu pingsan di tengah jalan? Kamu lupa siapa yang bawa kamu ke UKS pas kamu tiba-tiba pingsan di depan aku? Apa kamu juga sudah lupa, siapa yang nolongin kamu pas kamu lagi dibully sama Moli di kantin?”

  Mendengar Rajes mengungkit-ungkit kembali kebaikannya dulu, membuat perasaan Putri seperti teriris oleh pisau belati yang sangat tajam. “Terus, kamu tadi pagi kemana saat aku butuh kamu? Kamu dimana saat aku sedang duka? Kamu juga kenapa bisa ngilang gitu aja, tanpa ada kabar satupun?”

  Sebelum menjawab, Rajes diam sejenak dan memutar bola matanya malas. “Aku dari kemarin-kemarin ada di markas Distroyet. Puas kamu?!”

“Jadi kamu lebih mentingin geng motor kamu daripada aku. Kalau gitu, ke markas aja sana! Gak usah pulang!” Pada awal kalimat Putri memperlihatkan senyum remehnya sebentar, dan lalu mulai menaikan nada bicaranya, tidak mau kalah dengan suara Rajes.

“Kamu ngusir aku?”

“Iya!”

  Rasa emosi Rajes yang sedari tadi ia tahan-tahan sudah tidak bisa dibendung lebih lama lagi, dan meledak persis di depan wajah Putri. “INI RUMAH GUE. YANG HARUSNYA PERGI ITU LU!!”

  Putri seketika tercengang mendengar kalimat tersebut keluar dari mulut Rajes. Seakan-akan sosok Rajes yang sekarang ada di depannya, bukanlah sosok Rajes yang dulu pernah berhijab kabul bersamanya.

“Oke.” Tanpa basa-basi, Putri segera berjalan naik menuju kamarnya dan mengemasi semua pakaian miliknya ke dalam koper. Kemudian, setelah itu ia pergi dari rumah tersebut dengan menenteng satu koper di tangannya.

  Di tengah lebatnya kondisi hujan yang belum mereda, Putri menangis tersedu-sedu, meluapkan semua kejadian yang terjadi pada dirinya akhir-akhir ini. Dengan pakaian seragam sekolah yang masih menempel indah di tubuhnya, Putri berjalan sedikit gontai ke kanan dan ke kiri.

  Dan saat di tengah-tengah perjalanannya. Tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti tepat disebelah Putri, dan. . . .

“Hhmmmpppp”

  Seseorang dengan berpenampilan serba hitam membekap mulut Putri dari belakang menggunakan kain yang sudah dibaluri obat tidur.

  Tak menunggu lama, obat tidur tersebut pun mulai bekerja dan membuat Putri menjadi tak sadarkan diri.

  Selepas itu, orang tersebut membawa Putri masuk ke dalam mobil hitam yang berhenti di sebelahnya.

# # # # # # # # # #

First Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang