Extra Part

214 13 6
                                    

“Mengikhlaskan orang yang kita cintai untuk selamanya adalah cobaan terberat yang pernah aku alami.”
~Rajes Maula~

Happy reading...
# # # # # # # # # #

“Aku gak mau mati, jes. Aku masih pengin hidup.”

  Rajes mengangguk kuat sembari mengusap air mata yang mengalir di wajah Putri.

“Kalau aku mati, siapa yang bakal ngurusin kamu?” Tanya Putri dengan nafas yang memburu. “Siapa yang bakal jadi ibu Kiano kelak? Siapa yang bakalan ngobatin luka wajah kamu setelah berantem?”

  Entah sudah berapa kalinya air mata Rajes mengalir gara-gara wanita di hadapannya ini. Kedua tangan Rajes yang kekar itu naik menangkup wajah Putri, lalu mengusap pipi istrinya tersebut.

“Gak apa-apa, put. Jangan khawatirkan aku.” Ucap Rajes sambil menatap Putri dengan matanya yang basah. “Kamu bisa istirahat sekarang.”

  Putri terdiam sejenak mendengar. Waktu seakan bergerak lambat diantara keduanya.

“Kamu ikhlas Rajes?”

  Sekarang giliran Rajes yang terdiam sambil menatap dalam kedua mata Putri yang sangat teduh. Hatinya seperti diremas kuat begitu mendengar perkataan yang keluar dari mulut istrinya tersebut.

“Ikhlas....” Suara pria itu tercekat di pangkal tenggorokannya.

  Isakan Putri yang sedari tadi terdengar di telinganya, perlahan mulai menghilang. Rajes bisa melihat senyum tipis yang terbit di wajah cantik istrinya.

“Makasih cowok batu.” Ucap Putri pelan. Sedangkan Rajes hanya diam tak berani menjawab ucapan istri tercintanya.

“Makasih karena sudah menjadi bagian menyenangkan, sekaligus juga bagian terdepan disaat aku ada masalah.” Sosok Putri mengabur dari pandangan Rajes. “Aku gak bakal pernah menyesal mengenal seorang Rajes, si cowo batu. Kamu adalah bagian terbaik dalam hidup aku.”

  Putri pun hilang.

  Tubuh Rajes terpaku begitu saja. Semua tenaganya terasa lenyap begitu saja bersamaan dengan lenyapnya Putri dari pandangannya.

* * * * * * *

  Rajes terbangun dari tidurnya dengan nafas memburu. Ia dengan segera mendudukkan tubuhnya. Tangan pria itu naik memegang dadanya yang terasa sesak.

“Putri...” Panggil Rajes pelan.

  Matanya mengedar ke segala penjuru kamar untuk mencari sosok Putri. Namun sayangnya nihil, ia tak menemukan sosok itu. Dia hanya melihat sosok Kiano yang terlelap di sebelahnya.

Tok..

Tok...

Tok....

“Den Rajes, bangun. Udah pagi, nanti telat loh sekolahnya.”

  Mendengar suara wanita, Rajes pun segera bergegas membuka pintu kamarnya. Ia kemudian langsung menarik masuk wanita pendek tersebut ke dalam dekapannya, tanpa melihat dahulu siapa yang sedang ia peluk.

“Kamu ke mana aja, put?” Tangis Rajes pecah. “Putri, kamu kenapa ninggalin aku?” Rajes masih meracau. “Kamu udah gak sayang aku yah?”

  Bi Risma terdiam mendengar pertanyaan Rajes. Ia merasa tidak tega melihat tuanya sedih, dan akhirnya membalas pelukannya. Tangannya pun juga perlahan naik mengusap punggung Rajes.

“Aden, sadar...” Pinta Bi Risma pelan.

“Jangan pergi lagi, put. Kamu harus tetap disini sama aku.”

  Bi Risma melepas pelukannya dari tubuh Rajes. “Den Rajes sadar! Ini bibi, bukan non Putri.”

“Bibi?” Rajes terdiam menatap wajah Bi Risma. Matanya kemudian bergerak memutari setiap sudut lantai dua.

“Putri! Kamu dimana?”

“Putri?”

“Putri sayang!”

  Suara Rajes terdengar begitu menyayat hati. Air mata dia jatuh makin tak terkontrol. Kepalanya bergerak ke sana kemari, mencari sosok istrinya yang sangat ia rindukan.

“Aden.” Panggil Bi Risma, tangannya menangkap wajah Rajes. “Non Putri udah gak ada, den.”

  Seketika isakan Rajes terhenti. Kepala pria itu menggeleng pelan. “Gak bi. Tadi ada Putri, kok.”

“Den....”

“Putri lagi sembunyi ya, bi? Dia sembunyi dimana, bi? Di kamar yah?” Tiba Rajes tersenyum lebar. Dia berlari kencang menuju kamar yang dulu Putri tempati.

  Saat ia buka pintu kamar tersebut, mata Rajes mengedar mencari sosok yang tengah ia rindukan.

“Loh, kok gak ada bi?” Tanya Rajes bingung. Karena sosok yang ia cari tidak ada di kamar tersebut. “Bibi tau Putri sembunyi dimana?  Bilang ke dia, cukup main petak umpetnya. Aku udah kangen banget sama dia.” Rajes menyatukan kedua tangannya memohon kepada Bi Risma. “Tolong bawa Putri kesini yah bi.”

  Bi Risma yang melihat itu, langsung menarik kembali Rajes ke dalam pelukannya.

“Bibi kenapa peluk aku? Aku cuma mau peluk Putri.”

“Non Putri udah gak ada, den. Non Putri sudah meninggal.”

“Gak!” Balas Rajes cepat.

  Rajes mendorong tubuh Bi Risma agar melepas pelukannya. Ia kemudian berlari menuruni tangga, mencoba mencari Putri di lantai satu.

“Putri!”

“Putrii!!”

“Kamu kenapa sih teriak-teriak pagi-pagi begini?” Protes nenek Cio dari meja makan.

“Omah.” Rajes langsung menghampiri omahnya yang terlihat sedang membaca buku sambil menikmati teh. “Omah lihat Putri gak?” Lanjut Rajes bertanya setelah berada di hadapan omahnya.

“Hah??” Nenek Cio heran dengan pertanyaan cucu kesayangannya tersebut. “Istri kamu sudah meninggal dunia satu minggu yang lalu. Kan kamu sendiri yang menguburnya.”

  Mendengar jawaban tersebut, dengan sekejap tiba-tiba tenaga Rajes menghilang. Kakinya merasa sudah tidak kuasa menopang tubuhnya, dan akhirnya duduk di kursi makan depan omahnya.

  Nenek Cio mendorong buku diary milik Putri yang tengah ia baca kepada Rajes.

Dear diary...

  Hari ini aku bete banget deh. Rajes setiap bikin nasi goreng selalu asin mulu. Dan ternyata penyebabnya karena dia selalu masukin garamnya satu sendok makan. Tapi... lihat dia kayak gitu, aku jadi keinget dulu waktu aku pertama kali masak. Aku awalnya mau buat sayur asem, ehh malah jadinya sayur asin ◉⁠‿⁠◉

2 Februari 20**


Baru membaca satu catatan diary Putri, air mata Rajes yang sudah tidak dapat dibendung mulai berjatuhan, membasahi buku diary Putri.

# # # # # # # # # # #

Untuk kalian yang udah nemenin aku dari awal sampai akhir, terimakasih banget yah. Aku tidak bisa ngasih apa-apa. Jadi aku kasih bonus chapter untuk kalian.

To już koniec opublikowanych części.

⏰ Ostatnio Aktualizowane: Dec 10, 2023 ⏰

Dodaj to dzieło do Biblioteki, aby dostawać powiadomienia o nowych częściach!

First Love (End)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz