22. Nenek Cio

200 47 12
                                    

Rajes adalah cucuku satu-satunya. Selagi aku masih ada, aku ingin membahagiakannya.
~~Nenek Cio~~

Happy reading...
# # # # # # # # # #

  Ayam berkokok, menandakan matahari mulai datang. Dan terlihat Putri sedang sibuk dengan peralatan di dapur. Dia mengaduk-aduk nasi yang ia masukan ke dalam wajan, yang sudah dicampur dengan bumbu halus.

  Setelah nasi gorengnya sudah jadi. Dia sajikan ke atas mangkuk besar dan tepak makan miliknya. Kemudian dia membawa mangkuk besar tersebut dan ia letakkan ke atas meja makan yang tak jauh dari dapur.

“Wiiih, masak apa dek?” Tanya kak Niken dengan wajah masih mengantuk.

“Nasi goreng.” Jawab Putri menghiraukan kakaknya. Dia masih sibuk mengambil beberapa piring di dapur.

“Bau enak apa ini?” Tanya pak Yasa yang baru keluar dari kamarnya.

“Sini bi, makan nasi goreng buatan Putri!” Ajak kak Niken yang sudah duduk manis di meja makan.

“Kelihatanya enak nih.” Pak Yasa tergiur melihat nasi goreng yang masih hangat tersebut.

“Pasti dong. Kan aku yang buat.” Ucap Putri bangga. Dia memberikan piring yang ia pegang ke Abi dan kakaknya.

“Ouh iya, bi. Umi mana?” Tanya kak Niken kepada abinya yang terlihat sedang mengambil nasi goreng tersebut.

“Umi masih tidur. Katanya dia masih capek,” Pak Yasa masih mengambil nasi goreng ke atas piring putihnya. “Soalnya semalem habis olahraga.” Lanjut pak Yasa.

  Belum sempat ia masukan nasi goreng tersebut ke dalam mulutnya. Pak Yasa malah bertanya kepada anak tirinya yang berjalan menuju kamar, “kamu mau kemana, put?”

“Aku mau mandi dulu. Baju aku udah bau kayak nasi goreng.” Ujar Putri mencium bajunya.

   Setelah hampir satu jam bersiap-siap di kamarnya. Putri pun keluar dari kamarnya dengan seragam sekolahnya komplit dengan tas yang ia gendong di pundaknya.

“Aku berangkat dulu yah, bi.” Putri berjalan menuju dapur untuk mengambil bekal makanya yang sudah ia siapkan.

“Kamu gak makan dulu?”

“Aku bawa bekal kok.” Putri menunjuk tepak makanannya kepada abinya.

“Ya udah... abi anter yah?” Tawar abinya.

“Gak usah bi. Aku udah pesan ojol.”

  Selang beberapa menit....

Ttiiiitttt ttiiiiittt ojek

“Tuh kan ojolnya udah dateng.” Setelah itu Putri pun mencium punggung tangan ayah tirinya tersebut.

* * * * *

  Sesampainya di depan rumah yang megah. Dia pun turun dari atas motor tersebut dan menekan tombol bel rumah tersebut.

Tiing toong

  Beberapa menit kemudian, keluar sosok wanita paruh baya dengan pakaian seperti pembantu membuka gerbang besar rumah tersebut.

“Nyari siapa yah, mbak?” Tanya wanita tersebut kepada Putri.

“Rajesnya ada bu?” Tanya balik Putri.

“Aden ada. Masih tidur.” Jawab wanita tersebut. “Silahkan masuk.” Setelah Putri masuk, dia menutup kembali gerbang besar tersebut dan membukakan pintu rumah Rajes.

“Ada siapa, ris?” Terlihat ibu-ibu tua yang berusia lebih dari setengah abad sedang meminum teh di ruang tamu.

  Wanita tua tersebut adalah nenek Cio, nenek Rajes dan ibu kandung Bu Sinta.

“Ada temennya Rajes, bu.” Jawab wanita tersebut kepada tuanya.

“Ouhh... sini duduk.” Suruh nenek Siti tersebut kepada Putri.

“Ris, tolong bangunkan Rajes. Ini udah siang, waktunya berangkat sekolah.” Suruh nenek Cio kepada Bu Risma yang merupakan pembantunya. “Sama jangan lupa, bangunin anak kecil itu juga.”

“Baik, bu.” Setelah itu, Bu Risma berjalan menuju kamar Rajes yang berada di lantai dua.

  Nenek Cio menuangkan air teh berwarna hijau ke dalam cangkir kosong. “Silahkan diminum.” Nenek Siti memberikan cangkir berisikan teh kepada Putri.

  Setelah menerima itu, Putri meneguk sedikit green tea tersebut. Dia agak tidak suka green tea, tapi dia tetap meminumnya untuk menghargai saja.

“Kamu pacarnya Rajes yah?” Basa-basi nenek Siti yang membuat Putri tersedak air teh.

Ukhhuukk... Ukhhuukk...

“Kamu gpp?”

“Gapapa.” Putri menarik nafasnya dalam-dalam, meraup semua oksigen di rumah tersebut. Agar menetralkan hidungnya yang terasa panas, karena tersedak tadi. “Aku bukan pacarnya Rajes. Cuma temen sekelasnya.” Lanjut Putri menjelaskan.

“Terus, ada keperluan apa datang kesini?” Tanya nenek Cio penasaran.

“Aku cuma mau kasih makanan buat Kiano.” Jawab Putri mengambil bekal makanya dari dalam tas.

“Kiano? Siapa itu?” Tanya Nenek Cio bingung. Dia tidak tau kalau di rumah ini ada yang bernama Kiano.

“Anak kecil yang tinggal di rumah ini.”

“Ouh... anak kecil itu namanya Kiano.” Nenek Siti meneguk tehnya. Dia menuangkan tehnya lagi ke dalam cangkirnya yang sudah kosong. “Kalian ketemu anak itu dimana? Terus dia tinggal dimana? Orang tuanya kemana? Kenapa bisa sampai tinggal disini?” Lanjut Nenek Siti menatap Putri dengan tatapan penuh pertanyaan.

“Ceritanya panjang nek.”

  Putri pun menceritakan semuanya. Mulai dari pertama bertemu Kiano di pinggir jalan, menangis sendirian. Sampai cerita tentang drama rayuan Putri agar bisa Kiano tinggal disini beberapa waktu.

  Setelah mendengar cerita drama Putri saat di mall. Nenek Cio tertawa terbahak-bahak. “Hahahaha.”

“Tenang, nenek bakal bantu kalian...” Ucapan nenek Siti menggantung.

  Belum menyelesaikan ucapannya. Putri malah sudah menjawabnya dahulu, “terimakasih, nek.”

“Bantu kalian buat nyari ibu Kiano. Dan bantu kalian mendapatkan surat adopsi Kiano, kalau sewaktu-waktu ibunya sudah tidak ada.” Sambung nenek Cio menyelesaikan ucapannya.

  Seketika Putri terbelalak kaget, mendengar ucapan nenek Cio. Terlihat matanya membulat sempurna. Dan bibirnya pun ikut bergetar, “mm-maa-maksud-nya?”

“Iyah... kamu sama Rajes bakal punya hak untuk mengasuh Kiano. Kalau ibunya amit-amit, sudah meninggal.” Jelas nenek Cio.

# # # # # # # # # #

See youu

First Love (End)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora