53. Alasan

144 14 0
                                    

Mempunyai adik perempuan adalah anugerah Tuhan yang paling aku syukuri.”
~Imam Ardani~

Happy reading. . .

# # # # # # # # # #

“Lihat kamu kayak gini, ibu jadi inget waktu itu. Waktu dimana ibu kehilangan anak ibu.”

  Putri mengerutkan dahinya bingung, bukankah Bu Sinta hanya mempunyai satu anak, yaitu Rajes? “Maaf Bu, jadi selama ini Rajes punya adik?”

“Iya.” Bu Sinta menganggukan kepalanya, menandakan kalau pertanyaan Putri benar adanya. “Namanya Airin.”

“Dia meninggal saat usianya baru beberapa bulan.” Lanjut Bu Sinta, menjabarkan tentang anak keduanya.

  Bu Sinta kemudian memalingkan wajahnya, dan menatap kosong ke depan. “Pada saat itu ibu menitipkan Airin kepada Rajes, karena ibu sama ayah mau keluar meeting dengan salah satu kolega ayah.”

* Flashback On *

  Dengan tangan yang masih menggendong Airin, Bu Sinta pun masuk ke dalam kamar Rajes. Kemudian ia letakkan putri kecilnya tersebut ke atas ranjang milik Rajes.

“Rajes, ibu titip Airin sebentar yah.” Ucap Bu Sinta bisik-bisik, takut peri kecilnya terbangun karena suaranya.

“Iya.” Jawab Rajes sedikit tidak ikhlas. Pasalnya hari ini Rajes juga mempunyai agenda untuk belajar naik motor dengan pamannya. Namun sayangnya ia harus urungkan niatnya tersebut, dan harus menjaga adiknya. “Tapi jangan lupa, pulangnya beli motor ninja yah bu.”

“Iya. . . Nanti ibu beliin motor ninja buat kamu, kalau dealernya udah buka lagi yah.” Bu Sinta mencium kening putranya yang berusia 13 tahun tersebut sebentar sebelum ia pergi.

  Mendengar jawaban ibunya yang selalu memberikan dia alasan-alasan tentang ‘dealernya sudah tutup, atau dealernya udah bangkrut,’ membuat Rajes seketika menjadi lesu.

“Ibu apa-apaan sih, pilihkasih banget. Semua yang dimau sama Airin ibu beliin, tapi aku cuma mau motor aja belum dibeliin sampai sekarang.” Batin Rajes, merutuki ibunya yang baru saja menghilang dari pintu kamar.

  Kemudian Rajes melihat adik perempuannya yang sedang terlelap disampingnya beberapa saat. “Enak yah dek jadi kamu. Apa-apa yang kamu minta pasti diturutin, apalagi sama ayah. Coba aja kamu saat ini nggak ada, mungkin kakak udah dibeliin motor sama ibu.” Ucap Rajes iri dengan nasib Airin yang selalu di manja oleh ayahnya. Padahal saat waktu Rajes masih kecil, ayahnya bahkan tidak pernah sekalipun membelikan mainan untuknya.

“Daripada harus jagain orang lagi tidur, mendingan aku main PS aja di bawah.”

  Setelah itu Rajes pun bangkit dari tempat tidurnya, dan melenggang pergi menuju ruang tengah, meninggalkan Airin yang masih tertidur di kamarnya.

  Sesampainya di ruang tengah, Rajes langsung menyalakan tv, ps, mengambil stik, dan lalu duduk di sofa depan tv.

  Satu jam telah berlalu. . . Dan tiba-tiba suara tangisan Airin yang begitu nyaring pun pecah, hingga terdengar sampai ke ruang tengah.

  Mendengar hal itu, Rajes pun bergegas berlari menuju kamarnya. “Kamu kenapa dek?” Tanya Rajes, dengan nafas yang terengah-engah.

  Karena masih kecil, Airin tidak bisa menjawab pertanyaan kakaknya dan hanya bisa menangis, “oweekkk... oweekkk...”

  Tidak tau apa yang diinginkan adiknya, akhirnya Rajes berinisiatif menghibur Airin dengan permainan ciluk baa.

“Ciluk.”

“Baa.”

“Oweekkk... Oweekkk...” Tangisan Airin tidak kunjung berhenti, dan membuat Rajes semakin kebingungan.

  Selanjutnya Rajes pun mencoba menenangkan Airin dengan menggendong tubuh mungil Airin dengan kedua tangannya, seperti yang biasa ibunya lakukan kepada Airin.

“Oweekkk... Oweekkk...”

  Walaupun sudah digendong, tapi tangisan Airin masih tidak berhenti-berhenti juga.

  Rajes berjalan bolak-balik, mencoba memutar otaknya untuk mencari cara untuk menenangkan adik perempuannya tersebut.

Tiiinnggg

  Beberapa saat kemudian, akhirnya Rajes pun mendapat ide yang sangat amat cemerlang.

“Kamu haus yah dek?” Tanya Rajes, setelah mengingat kalau ibunya selalu memberikan susu kepada Airin saat adik perempuannya tersebut baru bangun tidur.

  Setelah itu Rajes berjalan keluar kamar, sambil membawa Airin ditangannya. Kemudian ia berjalan menuruni tangga, sembari menghibur Airin dengan permainan ciluk baa nya.

  Baru di anak tangga yang ketiga, tiba-tiba kaki Rajes terpeleset karena menapak di ujung anak tangga. Dan membuat ia dan adiknya jatuh berguling-guling sampai ke lantai satu.

Bruugghh

Bruukkk

  Saat mereka sudah berhenti berguling-guling, suara tangisan Airin yang begitu nyaring juga ikut berhenti.

  Setelah beberapa menit kemudian, Bu Sinta dan Pak Rama akhirnya pulang ke rumah. Mereka lalu serempak tertegun melihat kedua anaknya tergeletak pingsan di lantai. Dan kemudian mereka pun langsung membawa Rajes dan Airin ke rumah sakit terdekat.

  Namun sayangnya mereka sudah terlambat. Putri kecil yang selalu didambakan oleh pak Rama sekarang sudah berhenti bernafas, dan Rajes pun juga terkena gegar otak karena kepalanya terbentur dengan anak tangga berkali-kali.

* Flashback Off *

“Karena kejadian tersebut, ayah pun menyalahkan Rajes atas kematian Airin. Dan langsung mengirim Rajes ke pesantren yang sangat jauh, setelah Rajes siuman.” Ucap Bu Sinta gemetaran, karena tak kuasa menahan air matanya yang sejak tadi mengalir melewati pipinya. “Lalu kemudian Rajes mulai membenci kami dan menjadi sangat pendiam.”

  Setelah mendengarkan cerita ibu mertuanya, Putri pun tertegun. “Jadi, ini alasannya kenapa Rajes benci banget sama orang tuanya,” batin Putri.

# # # # # # # # # #

Haii gaes. . .
Bagaimana tentang chapter hari ini?
Apakah sudah terjawab tentang pertanyaan Putri yang ada di chapter 19?
Atau tentang chapter 23) kode dibalik Rajes?

First Love (End)Where stories live. Discover now