"Dan foto Namjoonie akan dipajang di dinding restoranku" Pria itu terbahak geli.

"Okayyyy......aku akan memotret Fire Festival hari ini" Ia berhenti berjalan dan menghadap layar kameranya.

"Sampai bertemu lagi" Seokjin tersenyum lebar melambaikan tangannya.


"Oh.....You know what..."

"Aku akan tetap membelikannya keramik"
"Karena mereka lucu"

"Byeee..."

Layar itu pun membeku.

Berulang kali Namjoon meniupkan napas memburunya.
Rematan jemari di dadanya mengerat.

Dikembalikannya kamera itu ke dalam tas dan ditutupnya rapat-rapat.

"Bye......"

"Bye Seokjin......"

"Maafkan aku...." Ia bergegas mendatangi para kru yang telah memanggilnya untuk menaiki mobil.






Kendaraan besar itu berjuang melalui bebatuan dan jalan rusak. Melaju perlahan dengan banyak guncangan.

"You're gonna be okay, Namjoon..."

"You're strong...." Jackson berbisik menepuk pelan lutut sang pria yang duduk menghadap jendela.

Namjoon hanya menoleh sesaat dan berusaha tersenyum.

Kedua matanya membulat saat kembali memalingkan wajahnya.

Tubuhnya terlonjak mendekat pada kaca jendela, memperjelas apa yang baru saja mengusik matanya.


"Namjoon?"
"Kau melihat sesuatu?" Jackson turut mendekatkan kepalanya.

Tak menjawab, Namjoon hanya menaikkan telapak tangannya, mengisyaratkan Jackson untuk menunggu.

"Ada orang disana!"

"Berhenti......ada orang di bawah sana!" Namjoon menggenggam sandaran bangku di depannya.


"Jackson, look..."

"Ada yang melempar buah-buah itu dari bawah" Telunjuknya menempel di kaca dan semakin menekan ketika beberapa butir benda bulat itu terlontar ke udara.



Belum sepenuhnya mobil itu berhenti, Namjoon membuka pintu dan melompat keluar.

"Ketapel.....smart..." Namjoon terkekeh pelan, masih mengamati asal benda-benda itu terlempar.

"Jackson, panggil bantuan...."

"Beritahu mereka disini masih ada korban" Tak menunggu jawaban, Namjoon berlari menuruni jurang licin di sampingnya.




"Hello! Kau dimana?!" Ia terus berteriak memanggil-manggil.

"Kumohon jawab aku!"



"Helloooooo!" Namjoon mencorongkan kedua tangan di depan mulutnya.

Lemparan buah itu berhenti. Namjoon terus berjalan.

Sebuah sungai kecil mulai terlihat di bawahnya.



"Hellooooo!"



"........"



"......joonie?....."



DEG



Namjoon menghentikan langkahnya. Diam mendengarkan kembali suara sayup yang berasal dari sisi jurang.

"S-Seokjin?"



"Kami disini!" Suara berbahasa asing seorang anak kecil terdengar tak jauh dari tempatnya berdiri.

Tanpa pikir panjang ia berlari menerobos semak dan batang pohon di sekitarnya.

Beberapa relawan lokal mulai menyusulnya di belakang.


"Disini....."

Seorang anak kecil turun dari bahu seorang pria yang membungkuk di tepi sungai kemudian berlari menghampiri sang pria.

Jackson yang tiba terlebih dahulu dengan cepat menangkap anak itu, menyelimutinya dengan jaket dan menggendongnya menuju para relawan yang baru saja tiba.



Langkah lemah itu terseret pelan.

"Kenapa lama sekali, Namjoonieee....." Bibir pucatnya mengerucut dengan sisa-sisa air mata mengalir di pipi kotornya.

Kedua alisnya terangkat, desah napas pendek berhembus.
Namjoon menelan ludahnya berulang kali. Melangkah cepat menghampiri sosok lusuh dan kurus di hadapannya.

Bibir yang semula tersenyum itu perlahan melengkung.

Ia terus berjalan, menunduk dan mengulurkan kedua tangannya merengkuh sang kekasih.

"Maafkan aku......"

"Maafkan aku Seokjin....." Namjoon merosot dan berlutut memeluk sebelah kakinya.



"Namjoonie......" Ia bersimpuh mengangkat wajah tertunduknya.

"Kau menemukanku....."

"Terimakasih....." Seokjin mengusap dan mengecup bibir melengkungnya lembut.

Tersenyum lemah menatap wajah sang kekasih lalu memeluknya erat.

Bumi tandus itu akhirnya terguyur hujan.



Namjoonnya menangis.

PetrichorWhere stories live. Discover now