51. Wait For Me

88 12 2
                                    




"Hey...."

"Kau melamun"

"Ah....haha.....tidak..." Namjoon pergi mengambil gelas dan membuat kopi di atas meja yang tersedia di tempat penampungan.

"You've had enough coffee, Namjoon..."
Jackson mengambil gelas yang baru terseduh setengahnya dari tangan sang pria.

"Tidurlah.....kau akan sakit jika begini terus" Ia menatapnya iba.


"I can't......I don't want to...." Ia mengambil kembali gelas itu dan lanjut menyeduh kopinya.

"You're shaking, Namjoon...."

"Enough coffee for today"
Direbut dan dibuangnya isi dari gelas itu setelah mereka saling tarik.


"It hurts......."

Namjoon membungkuk, menopang tubuh bergetarnya dengan kedua tangan di atas meja.

"It hurts but I can't let it out....." Suaranya mulai pecah.


"Namjoon......."


"I'm torn right now.....it hurts, Jackson....."

"It hurts!"

Tubuh bergetar itu ditariknya ke dalam pelukan.

"You can scream if You can't cry, Namjoon...."

"Just......don't hurt yourself....."

Pelukan itu mengerat, seiring Namjoon yang membenamkan wajahnya di ceruk leher sang pria dan mengerang.






"Why do You love the rain so much? Does it makes You feel sad and gloomy?"

"Sometimes....it washes them away...." Senyum lebar mengembang di wajah manisnya.

Senyum yang Namjoon rindukan sekarang berada sangat dekatnya.

Pemandangan indah dari atas sebuah bukit dengan pohon sakura dan bunganya yang bermekaran terhampar di hadapan mereka.

Seokjin membaringkan kepalanya di dada sang pria, matanya terpejam menikmati semilir angin yang berhembus.

Kedua tangan melingkar pada tubuh rampingnya, bibirnya menyusuri surai kecoklatan yang mulai memanjang, mengecupi puncak kepalanya dan membenamkan wajah lelah itu pada bahu lebar berbalut sweater abu-abu berkerah tinggi.

"Aku sangat merindukanmu...." Namjoon berbisik rendah.

Sang pria tersenyum tanpa membuka matanya.
"Kau harum seperti pepohonan di waktu hujan, Namjoonie...."

"Pepohonan itu layu tanpa sentuhanmu, Seokjinnie...."

"I'm here now....." Kelopak mata itu mengayun terbuka. Tubuh rampingnya berbalik perlahan.

"What if You're not coming back?" Namjoon mengusap pipinya lembut.

Seokjin memandang wajah khawatir itu kemudian memiringkan kepalanya dan tersenyum manis.

Sesaat senyum itu berangsur memudar seiring awan mendung yang datang di belakang sosoknya.

Semilir angin yang semula menenangkan berubah menjadi sebuah hempasan.

Wajah pria itu ketakutan, bibirnya melengkung bersamaan dengan air mata yang mulai menggenang.


"Promise You will find me...."
Genangan itu tumpah membasahi pipi dan bibirnya yang tersenyum.


"Seokjin?"


"Promise You won't give up on me, Namjoonie...."


"Tidak....tidak......jangan pergi lagi"

"Seokjin!"
Kedua tangannya menggapai-gapai sosok yang masih berada di hadapannya.

Berusaha menangkup wajah kecilnya yang bersedih.


"Kita akan bertemu lagi, Namjoonie..."

"Seperti pada saat pertama kali kau menemukanku"


"Kau selalu menemukanku...."


"Never give up on me Namjoonie...."


"I trust You....."



"Seokjin!"


"SEOKJIN!!"

Namjoon bangun terduduk dengan tubuh berkeringat. Menatap telapak tangan kosong dan berusaha mengatur napasnya yang memburu.

Harum lembut vanilla masih terbayang di ingatannya.

"Seokjinnie......"

Namjoon memeluk kedua lututnya erat, bergelung menenggelamkan kepala diantara jaket tebal yang membungkus lengannya.

.

.

.

Beberapa perawat juga relawan terlihat sibuk mengurus para korban.
Para wartawan berdiri di tengah kerumunan untuk meliput di bawah rintik air hujan.

Jackson kembali setelah berkeliling mencari sosok yang menghilang sejak tadi.

"Kalian tidak melihat Namjoon?"

Para kru kamera yang tengah membereskan peralatannya itu pun menggeleng bersamaan.

"Kami kira Pak Kim bersama dengan Anda, Pak"
"Beliau telah menghilang dari dini hari tadi"


"Please don't do anything stupid, Namjoon...."

Jackson berdecak kesal kemudian kembali ke sisi jalan untuk mencarinya.







"Hey!"

"Hey kau!"
Pria bersurai abu-abu itu berlari ketika seorang pemuda di bawah umur tengah membuka dan mengeluarkan isi dari sebuah tas hitam besar.

"Hey! Jangan lari!"

"A......" Niatnya mengejar sang pemuda urung.
Namjoon menoleh dua kali kemudian berjalan pelan mendekati tas yang telah ditinggalkan.


"No......no........."
Ia berlutut, jemari bergetarnya meraih tas kulit berhias gantungan pink berisi kamera itu perlahan.


"Namjoon!" Derap langkah cepat itu mendekat.

"Apa yang kau lakukan disini? Berbahaya......"

"Namjoon? Is that....."

Jackson memelankan langkah kakinya, berjongkok di sebelah sang pria yang tengah memasukkan kembali satu persatu barang yang dikeluarkan anak muda tadi.

"Tas kamera Seokjin....." Kepalanya menengok pelan.
Raut wajah sedih dengan senyum kecil, Namjoon memeluk tas dengan bercak darah itu erat.

Tatapan Jackson melayang ke arah hutan yang berada lebih rendah dari dataran yang dipijaknya.
Dimana sebuah van berwarna hitam dengan logo stasiun televisi lokal telah terguling.

"Berangkat sekarang, Namjoon....."

"Waktu kita hanya sampai besok pagi"

"Kita ke penampungan kedua!" Jackson berdiri dan menarik tangan Namjoon bergegas kembali menuju mobil krunya.

Namjoon tersentak dan kembali memfokuskan pikirannya.

"Seokjin.....kumohon bertahanlah....."

"Aku datang....."


"Tunggu aku, Seokjin....."

PetrichorDonde viven las historias. Descúbrelo ahora