21. Dark Side Of You

110 13 0
                                    


❗ Harsh words ❗

"Namjoonie...."

"Kedainya sudah pindah"

Seokjin tersenyum lebar dan berlari kecil menyeberangi jalan menurun menghampiri sang pria yang tengah menunggunya.

"Seokjin awas!"

Namjoon sontak berlari dan menangkap tubuhnya ketika mobil berkecepatan tinggi itu tiba-tiba muncul dari tikungan dan meluncur ke arah mereka.


"HEY!!"

Seokjin berjengit dalam dekapannya.

Pria yang telah menghentikan mobilnya sembarang pun membuka pintunya kasar, menurunkan sebelah kakinya lalu menoleh pada mereka.

"Lihat-lihat dulu sebelum menyeberang!"

"Kau yang hati-hati bajingan!"

"Jalanan ini menurun!"
Namjoon melepas pelukannya dan mulai berjalan menghampiri sang pria yang turun dari mobilnya.

"Namjoonie....jangan...." Seokjin berusaha menarik lengan kemejanya.

"Kau bilang apa barusan?!" Pria itu berjalan cepat ke arah Namjoon.

"Kubilang hati-hati. Bajingan"
Pegangan tangan Seokjin terlepas seiring ucapan tanpa ekspresi dan langkah kakinya.

Pria berbadan lebih tinggi dan besar itu dengan cepat meremat kerah kemejanya.



"Ada apa ini?"

Sebuah motor berhenti di sebelah mereka. Seorang polisi yang sedang bertugas turun dan menghampiri.

Pria besar itu melepas cengkramannya, berbalik lalu bergegas masuk ke dalam mobilnya dan pergi.

Seokjin menarik tangan Namjoon mundur.

Petugas itu pun pergi setelah memastikan mereka berdua baik-baik saja.

"Kau terluka?"
"Aku menarikmu terlalu kasar?" Namjoon merendahkan kepala dan menggenggam kedua bahunya.

Seokjin menggeleng.

Tak menjawab, perlahan ia meraih kerah kemeja Namjoon yang kusut dan merapikannya.

"Kita makan saja ya...."

.

.

.

Telapak tangan hangat itu menggenggam jemari yang sedari tadi hanya mengaduk-aduk makanannya.

"Kenapa tidak bersemangat?"

Seokjin tersentak dan mengangkat kepalanya yang tertunduk.

"Kemarin katanya kau kangen Ramen kakek?" Ia menyuap helai mie terakhirnya.

"Perutnya sakit?" Namjoon memiringkan kepalanya.

Seokjin menggeleng, berusaha tersenyum lalu menyuap potongan daging kecil dari mangkuknya.


"........"


"Kau marah?" Namjoon menatapnya lekat.

"T-tidak....tidak Namjoonie...." Seokjin membulatkan matanya panik.

"Lalu kenapa?" Cekungan di kedua sisi membuat senyum di wajahnya teramat manis.

"Aku hanya..........ingat pertemuan pertama kita...."
"Kau kasar sekali waktu itu"

"Dan itu membuatku sedih..." Tuturnya lirih.

"Maaf...." Senyumnya perlahan menghilang. Namjoon meletakkan sumpitnya, meneguk air di gelas lalu tertunduk.

"......"

"Namjoonie....."

"Kau tidak akan menghabiskan makananmu?" Namjoon menegakkan kepalanya dan berusaha tersenyum.

Seokjin terdiam kemudian menggeleng pelan.
"T-tapi aku akan minta mereka membungkusnya untuk di rumah..."

Namjoon hanya tersenyum dan mengangguk singkat lalu beranjak membawa mangkuk yang masih penuh itu pada sang kakek dan membayarnya.

"Oh, Kim Seokjin.....sekarang kau membuatnya marah...." Seokjin menghela napas lalu menutup wajah dengan kedua tangannya.





"Kita akan pulang?" Seokjin membulatkan kedua matanya ketika Namjoon berdiri di tepi jalan dan memanggil taksi.

"Ada tempat yang masih ingin kau kunjungi?" Ia membalas pertanyaan sang pria dengan pertanyaan.

Seokjin menggeleng pelan dan tertunduk.

Taksi pun datang. Namjoon membuka pintu dan mempersilahkan Seokjin masuk.

Ia terpejam menarik napas panjang sebelum menyusulnya.


"Ke apartemenmu?" Senyum tipis terulas di bibir Seokjin setelah Namjoon mengatakan arah tujuannya pada sang sopir.

Ia hanya tersenyum. Sesaat kemudian merebahkan dahinya pada bahu lebar Seokjin, tangannya bergerak pelan dan menautkan jemari mereka.

"Namjoonie? Kenapa? Sakit?" Berbisik, Seokjin mendekatkan wajahnya.
Sang pria menggeleng, berusaha tersenyum menatapnya.




Ruangan itu bernuansa monokrom.
Dinding kelabu berpadu hitam mengelilingi sofa berwarna senada.

Meja putih kecil di sampingnya terlihat kesepian tanpa hiasan.
Foto keluarganya pun tak terlihat dimana-mana.

Satu lukisan abstrak hitam putih berukuran besar terpajang di seberang pintu masuknya. Bersebelahan menyamping dengan pintu kamar yang terbuka lebar.

Tatapannya berkeliling seiring langkah pelannya memasuki ruangan yang terkesan dingin itu.


"Aku selalu diajarkan untuk tegas..."

"Melawan jika ada yang berusaha mengusik ketenanganku"
Namjoon tertunduk menyandar pada pintu yang tertutup.

"Hingga hari itu...."

"Aku tidak akan pernah melupakan raut wajahmu saat kau mengambil tas kameramu yang terjatuh"

"Seumur hidupku aku tidak pernah mau menoleh ke belakang untuk menyesali kekasaran sifatku"

"Aku tidak diajarkan untuk itu..." Ia menggigit bibir bawahnya, menggerakkan kedua bola matanya ragu pada sang pria yang membisu di hadapannya.

Sesaat kemudian tubuh besar itu telah berada dalam dekapan lembut.


"Seokjin...maaf...."

"Aku janji akan mengubah sifat burukku..."
"Aku tidak mau kau sedih...."

Tak menjawab, Seokjin mengangguk-angguk dan mengeratkan pelukannya. "Terimakasih Namjoonie....."

PetrichorWhere stories live. Discover now