7. I Think...

116 17 0
                                    




"Sudah? Cepat sekali"

Seokjin tertawa menatap Namjoon yang baru saja keluar dari ruang ganti dengan kaus putih berlapis hoodie juga celana cargo selutut dan sandal jepit.

"Lihat...nyaman sekali sekarang" Ia melebarkan kedua lengannya dan tersenyum lebar.

Tak menjawab, Seokjin balas tersenyum kemudian mengangguk dan masuk ke dalam ruang ganti yang sama.

"Harum..."

Ia memejamkan mata sejenak, menghirup sisa aroma kayu dan rempah, maskulin namun lembut milik sang pria yang kini tengah menunggunya di depan pintu.


BRUK

"Seokjin? Kau tak apa-apa?" Namjoon beranjak dari duduknya.

Tak lama pintu pun terbuka. Seokjin berjalan keluar memegangi dahinya yang memerah sambil tertawa.

"Tasku jatuh lalu aku membungkuk untuk mengambilnya"
"Dan dahiku terbentur cermin"

"Ahh......" Namjoon tertawa gemas menatap bibir pink yang mengerucut di hadapannya.

"Aku berencana membeli tas kamera baru setelah gaji pertamaku"
"Ternyata ia memang sudah tidak bisa bertahan" Seokjin kembali tertawa sambil mengikatkan tali tasnya yang putus.

Ada rasa iba juga gemas berputar-putar di sekitar otak dan hatinya.

Namjoon terus memperhatikan betapa sabarnya jemari itu mengatur sedemikian rupa agar ikatan talinya kuat.

"Kau pandai tali temali..."

"Hehe....aku pernah ikut klub pencinta alam waktu kuliah" Senyum lebarnya mengembang ketika tali yang putus itu kembali tersambung.

"Aku ingin tahu lebih banyak tentangmu, Seokjin...."
"Bolehkah?"

"Aku?" Seokjin menatapnya bingung.

"Kurasa aku menyukaimu..."

"Whoaaa......kita baru saja bertemu, Tuan!" Ia mengangkat kedua telapak tangan menghadap sang pria dengan kedua matanya yang membulat.

"Slow down" Kekehnya geli.

"Jangan hanya mengikuti perasaan sesaat saja...." Perlahan senyumnya memudar.

"Maaf.....kau benar..." Namjoon mendengus tertunduk mengusap tengkuknya malu.
"Kita pulang sekarang?"




"Pakai payungku ya...sepertinya hujan tidak akan berhenti dalam waktu dekat"

"Tidak mauuu....masa aku pakai payung pink!" Namjoon terbahak mendorong pelan benda yang berwarna asing baginya itu menjauh.

"Nanti kau sakit Namjoon!" Kedua bola matanya membulat besar-besar, menandakan bahwa Seokjin serius.

"Tidak mau!"

Payung pink itu terombang-ambing oleh dua pasang tangan yang saling mendorong, saling memukul dan terbahak.

"Kawi, bawi, bo....yang kalah harus bawa payung" Seokjin bersiap mengepalkan tangan di sisi tubuhnya.

Merasa tertantang, Namjoon pun meladeni hingga suara tawa melengking yang membuat beberapa penumpang menoleh itu membuatnya mengerang dan menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.



"Seokjin pleaseeee.....aku tidak mau memakai payung berwarna pink....." Namjoon mendekatkan kepalanya, memohon dengan tatapan memelas pada sang pria yang masih terbahak.

"Aku serius Namjoon....nanti kau bisa sakit" Mengusap air mata yang menitik karena tawanya, Seokjin memiringkan kepala dan lagi-lagi menyodorkan payungnya.

"Aku tidak akan sakit, Seokjin....janji"
"Lagipula jika aku meminjam payungmu....mmmm...."
"Bagaimana cara mengembalikannya?"

"Kita bertukar nomor ponsel...lalu janjian untuk bertemu..." Tatap mata polos itu sontak melukis rona merah di kedua pipi Namjoon.

"Ya kan?"

"Lagipula sebentar lagi kita akan jadi rekan kerja hehe..."



"Ahah....kau benar"
"Semoga kita berdua diterima ya..." Namjoon tersenyum setelah menghela napas panjang. Lesung pipinya terbentuk sempurna.

Bus itu melambat, menepi pada pemberhentiannya beberapa meter di depan.

"Aku turun disini, Namjoon..."

"B-baiklah..."
"H-hati-hati Seokjin..." Namjoon menegakkan tubuhnya, batinnya enggan melepas pria manis itu pergi.

"Ini nomorku..." Seokjin menuliskan beberapa angka di atas secarik kertas.

"Dipakai payungnya yaa....."
"Kau akan terlihat manis dengan itu" Ia tertawa sambil beranjak keluar dari deret bangkunya.

"A....kurang ajar..." Namjoon tertawa kikuk mengusap tengkuknya gugup.

Seokjin melambaikan tangan dari sisi bawah luar jendela. Senyum lebar menghias diantara pipi bayinya.

Namjoon pun turut melambaikan tangan dengan tatapan seolah enggan meninggalkannya.

"I think I just fell in love..."

PetrichorWhere stories live. Discover now