41. Left Out

74 11 0
                                    




'Eunji...'
'Bisakah kita bertemu malam ini?'
'Kau benar...isi kotak itu terlalu berat bagiku'
'Aku ingin segera mengembalikannya'

Dilemparnya ponsel itu ke atas tempat tidur.

Seokjin bergegas memasukkan sisa-sisa peninggalan milik Ken kembali ke dalam box lalu menutupnya rapat-rapat.

"Bye Ken...."

"Semoga kau berbahagia disana...."

Ia menghapus air mata yang mengalir di pipinya.

Meniupkan napasnya dan kembali terisak dengan kedua tangan menopang tubuh bergetarnya di atas meja.





"Hey......sudah siap?" Pria itu tersenyum lebar memamerkan lesung pipinya.

Seokjin mengangguk dan memeluknya sebelum keduanya keluar dan menaiki taksi.

Sesekali Namjoon melirik pada wajah pria itu.
"Ia baru menangis lagi"

Namjoon terus memperhatikan Seokjin yang tak banyak bicara selama perjalanannya.

Raut wajahnya dipenuhi kesedihan, sebanyak apapun ia mencoba menutupinya dengan senyum dan tawa.

Namjoon tahu Seokjin menyembunyikan sesuatu.



"Ahh....aku kangen sekali dengan Ramen kakek" Senyumnya mengembang dengan pipi membulat berisi makanan.

"Pelan-pelan makannya sayang....nanti kau tersedak" Namjoon terkekeh mengusap kuah mie yang mengotori sudut bibir pinknya.

Seokjin tertegun sejenak. Suara lembut itu menenangkan hatinya. Dan panggilan itu, terasa lama sekali tak ia dengar.

Telinganya mulai memerah. Ia tertunduk malu.

"Namjoon...." Seokjin mengangkat kepalanya perlahan.

"Hmm?"

Ia hanya tersenyum dan menggeleng kemudian melanjutkan makan siangnya.

"Hey...." Ujung sumpit itu tiba-tiba mencapit bibir bawahnya yang mengerucut.

"Namjoonieeeee...." Seokjin berjengit kaget dan memukul lengan sang pria yang kini terbahak.


"Aku sayang Namjoonie...." Ia berucap pelan dan menatap wajah ceria itu lembut.

"Eoh? Tiba-tiba?" Namjoon membulatkan matanya.

"Hehe.....aku sayang Namjoonie...." Senyumnya melebar diantara pipi bayinya yang merona.

Namjoon menghela napas lega, mengusap pipi dan bibirnya lembut lalu tersenyum.

"Senang mendengarnya..."


"Aku mencintainya..."

"Namjoon adalah pria baik"

"Aku berhutang banyak sekali padanya...."

"Aku mencintai Namjoon....bukan Ken..."

Seokjin tersenyum mengerjapkan mata, menatap pria tegap bersurai abu-abu yang tengah berdiri membelakanginya untuk membayar makan siang mereka.

Sesaat pria itu menoleh dengan wajah khawatir kemudian membungkuk kecil setelah menerima uang kembalian dari sang pemuda.

Ia berjalan menghampiri Seokjin, raut wajahnya terlihat berbeda.


"Namjoonie? Ada apa?"
"Kau lupa membawa uang?" Seokjin tertawa.

"Seokjin....."

"Ah....ayo kita keluar" Ia menggandeng tangannya.


"Namjoonie?"

Ia mengikuti sang pria kemudian membungkuk pamit pada pemuda di belakang kasir.


"Oh...aku baru sadar...."

"Apakah kakek Ramen tidak datang hari ini?"

Berjalan meninggalkan kedai tersebut sambil sesekali menoleh ke belakang, Seokjin membulatkan matanya.



"Seokjin....." Namjoon menghentikan langkahnya.

"Kakek Ramen.....sudah tiada..."

"No...."

Namjoon menangkap kedua bahu Seokjin yang melemas.

"K-kenapa?" Bola mata membulat itu mulai digenangi air.

"Serangan jantung"

"Beliau kelelahan, Seokjin..."

"Walau demikian, cucu beliau berterimakasih karena berkat foto-fotomu kedai mereka menjadi besar"

"A-aku....." Seokjin membalikkan tubuhnya sempoyongan.

"Aku harus mengucapkan bela sungkawa pada cucunya..."


"Seokjin..."

"Namjoon ayo.....aku harus...." Air matanya mulai mengalir.

"Seokjin, sudah......aku sudah mengucapkan bela sungkawa padanya"

"T-tapi...."


"Ssshhh.....Seokjin....sudah.....sudah, sayang"

"Tidak ada lagi yang bisa kita lakukan" Namjoon menarik dan mendekap tubuh bergetar itu erat.




"Tidak semua niat baik itu baik..."

Seokjin menggumam pelan. Duduk tertunduk di bangku beton di sisi taman.

Tempat Namjoon pertama kali menyatakan perasaannya.

"Hey....jangan katakan itu..." Ia mengusap air mata yang kembali jatuh di pipinya.

"Mereka berterimakasih padamu, Seokjin"



"Dan itu akan mengembalikan orang tersayang mereka?"


DEG


Namjoon menelan ludahnya. "Ada sesuatu yang ingin kau sampaikan?"

Seokjin menggeleng dan berusaha tersenyum.

"Aku yang menyebabkan kakek Ramen pergi"

"Kupikir mereka akan bahagia karena kedai mereka ramai"

"Ternyata itu malah memberatkan mereka..." Ia kembali bergumam.

"Cucu kakek malah berkata sebaliknya, Seokjin..."

"Mereka bersyukur kedainya ramai...bahkan sang kakek pun terlihat lebih ceria dari sebelumnya"

"Kurasa beliau pergi meninggalkan kenangan yang indah" Namjoon berusaha tersenyum menatap mata sembab Seokjin.



"Kenangan...." Sesaat Seokjin teringat pada janjinya.

"N-Namjoon......aku pulang sekarang ya..." Ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya singkat.



"Bukankah kita akan menginap di apartemenku untuk memasak pasta dan menonton film?" Namjoon memiringkan kepalanya.

"Maaf....aku lupa malam ini aku akan bertemu seseorang" Ia mengerang pelan.


"Oh?"

"T-teman lamaku, Jimin...aku pernah memberitahumu soal dia kan?" Seokjin berjalan cepat menuju sisi jalan mencari taksi.

Namjoon mengangguk pelan.
"Okay then....kurasa aku akan menonton sendiri di apartemen"

Seokjin menghela napas singkat.

"Namjoonie...maaf"

"Aku benar-benar lupa..." Ia mengusap lembut pipinya seiring taksinya yang berhenti di depan mereka.



"Ah...tidak usah, Namjoonie....tidak perlu mengantarku"

Seokjin mendorong pelan tubuhnya yang hendak ikut masuk ke dalam sedan putih itu.

"Kukabari secepatnya ya...."



"Wow...." Namjoon hanya menatap kendaraan itu pergi dalam kebingungan.

PetrichorWhere stories live. Discover now