9. There For You

110 16 0
                                    


Harsh words

Kedua pasang mata itu bertemu secara tak sengaja.
Seokjin dan Namjoon yang tengah mengikuti atasan masing-masing divisi mereka untuk pengarahan pun tertunduk mengulum senyum.

"Ya. Baik Pak...saya mengerti"
Sontak berpaling kembali pada pria paruh baya yang berjalan di depannya, Seokjin mengangguk dan tersenyum kecil.

"Oh...Pak Park, kebetulan sekali" Sapa yang lebih muda pada atasan Seokjin yang kini berpapasan.

"Pak Jung"
"Ternyata sedang mengarahkan karyawan barunya juga" Fotografer senior itu mengulas senyum di wajahnya.

"Betul sekali Pak Park. Kenalkan, ini reporter kriminal baru kita"

"Kim Namjoon...selamat pagi Pak" Sapanya sopan seraya membalas jabat tangan sang pria paruh baya itu erat.

"Wah....kau pria pemberani rupanya" Park Sung Woong terkekeh kemudian menepuk bahunya pelan.

"Ini fotografer landscape kita yang baru"

"Kim Seokjin...hallo..." Jabat tangan Jung Hae In pun dibalas erat oleh Seokjin.

Dan kedua pasang mata itu kembali bertemu.

"Kim Namjoon...senang bertemu denganmu"

"Kim Seokjin...s-saya juga..."

Seokjin melepas jabat tangannya setelah beberapa detik bertaut.

Sementara Namjoon berusaha menelan ludahnya, pandangannya tak lepas dari wajah manis di hadapannya. Serta senyumnya yang entah mengapa menghilang sejak atasan mereka mengenalkannya.


"Baiklah. Kurasa sudah cukup perkenalannya" Sung Woong memecah keheningan sesaat yang terjadi.

"Kalian bisa kembali ke ruang kerja masing-masing"
Kedua senior itu meninggalkan mereka bersamaan.


"Hai..." Namjoon melebarkan senyumnya. Cekungan di antara bibirnya membuat Seokjin sedikit menunduk kaku.

"Umm.....aku permisi ya..."
"Tidak enak terlambat di hari pertama bekerja"
Membungkuk tak menunggu jawaban, Seokjin berbalik dan meninggalkan Namjoon yang sontak mengerutkan dahi bingung.

.

.

.

"Tugas pertamaku? Wow...okay!" Namjoon membulatkan mata senang ketika beberapa kru televisi berlarian dengan peralatan mereka.

"Penembakan di daerah pertokoan!" Hae In terlihat ikut berlari. Menyusul di belakangnya, Namjoon memakai jasnya sambil berjalan cepat.

Ia berlari menuruni tangga, sesaat kemudian menoleh ke satu lantai di atasnya. Dimana pria itu berdiri di balik kusen pintu yang terbuka, menatap para kru yang berlarian dengan wajah khawatir.

"Tugas pertamaku, Seokjin!" Namjoon melambaikan tangannya dengan senyum lebar.

Seokjin berusaha tersenyum dan mengangguk. "Tolong berhati-hati, Namjoon....hati-hati...."






"Mana fotograferku?! Tolong bawa kemari!" Namjoon melambaikan tangan pada seorang juru kamera yang bertugas bersamanya.

"Kita mengudara dari sini, bagaimana?"

"P-Pak.....apakah tidak terlalu berbahaya?" Pria yang lebih muda itu tergopoh menghampirinya dengan peralatan lengkap.
"Kita berada terlalu dekat dengan tempat kejadian"

"Bukankah itu bagus?" Tanyanya polos.

"Pak....kami hanya menghindari kejadian-kejadian tak diinginkan seperti adanya peluru nyasar atau ledakan bom yang tiba-tiba"

"Oh...."
"Okay...kau benar"

Juru kamera itu menghela napas lega.

"Aku akan merekam beberapa kejadian dengan ponselku"
"Kau tetap di sekitar sini dan berhati-hati okay!"

"Pak!"
Tak sempat mengejar, juru kamera dan fotografer itu hanya berdiri terpaku hingga suara desingan peluru terdengar dan membuatnya juga para kru berlari mencari tempat aman.

.

.

.

"Breathe Sir....stay with me"
"I'm gonna call for backup okay"

"Get yourself covered!" Sorot kamera di ponselnya menjauh diiringi langkah kaki berat.

"Seorang turis menjadi korban di tengah penembakan besar-besaran ini"
"Pertolongan sedang dalam perjalanan"
"Beberapa oknum terkait telah diamankan dan..."

Suara ledakan pun terdengar seiring dengan layar ponselnya yang bergerak tak beraturan.

"Shit! Fuck!"

"Okay...kita tidak perlu bagian itu"
"Tolong dihilangkan..." Namjoon berbalik meninggalkan ruang editing.

Seniornya menghampiri dan menggelengkan kepala.
"Ini salah satu berita terbaik dan terdetil yang pernah kudapatkan"

"Bagaimana lenganmu?"

"Hanya tergores Pak....tidak apa-apa" Setengah membungkuk, Namjoon tersenyum sambil mengusap pelan perban yang melingkar di lengan kirinya.

"Bagaimana sang korban?"

"Survived, thanks to You Namjoon"
"Jika beliau terlambat ditemukan, mungkin sekarang sudah tak bernyawa"

"Syukurlah..." Namjoon menghela napas lega.

"Baik. Beristirahatlah"
"Terimakasih untuk hari ini" Hae In menepuk bahu kanannya pelan dan berlalu setelah Namjoon membungkuk memberi salam.



Ia menaiki tangga. Hari melelahkan itu segera berakhir.

Pintu toilet pun terbuka. Namjoon menyalakan keran dan mencuci mukanya.

Tatapannya beralih pada satu bilik toilet yang tertutup. Sebuah tas besar yang ia kenal dengan gantungan sebuah karakter game berwarna pink teronggok di sebelah leher kloset.

Dan suara isak tangis pelan.

"Seokjin?" Ia memutar langkahnya mendekat.

Suara isak tangis itu berhenti. "Namjoon?"
Pintu toilet pun terbuka. Mata sembab juga hidung merah menyambut sang pria di hadapannya.

"Hey...kenapa?" Merendahkan kepala, Namjoon menggenggam kedua bahunya.

Seokjin berusaha tersenyum dan menggeleng, perlahan ia melirik pada perban yang melingkar di lengannya.

"Bad first day at work?" Namjoon terkekeh pelan.

"Something like that...." Tatap matanya beralih. Genangan air kembali terbentuk di pelupuk matanya.

"Mau cerita?"

Suara pelan dan lembut itu membuat air matanya jatuh.
Seokjin menggeleng, kedua ujung lengan jasnya yang telah basah kembali ia gunakan untuk mengusap pipinya.

"Mau peluk?" Namjoon tertawa nakal.

"Tidak..." Seokjin ikut tertawa kemudian memukul pelan dada sang pria disela air matanya yang terus mengalir.

Hela napas panjang terdengar sebelum tubuh ramping itu ditarik ke dalam dekapannya.

"Mungkin kau enggan terbuka pada orang yang baru kau kenal..."
"Aku tidak akan memaksa"

"Tapi jika kau ingin berbagi, aku akan ada untukmu..."

"Okay?"

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang