27. Yours

85 12 0
                                    




Taksi itu berhenti di depan sebuah gedung bioskop.
Namjoon yang turun terlebih dahulu segera membukakan payung lalu menggandeng tangan Seokjin untuk keluar.

"Seokjinnieeee...." Pria itu mengerutkan dahi mengerang ketika Seokjin menginjak genangan air dan membasahi ujung celana dan sepatunya.

Seokjin tertawa kemudian berlari meninggalkan Namjoon dengan bibir mengerucut kesalnya.

"Namjoonie, ayo.....nanti filmnya keburu mulai!" Ia melambai-lambaikan tangannya yang basah di depan pintu masuk gedung itu.

Menghela napas singkat, Namjoon pun berjalan cepat menyusul.



"Eoh? Kukira kita akan menonton film petualangan?"

Namjoon berjalan di belakang Seokjin yang menggandeng tangannya. Pria itu hanya menoleh dan tersenyum lebar memamerkan gigi-giginya.



"Ahh...lihat bajumu jadi basah karena berlari tanpa payung" Namjoon menepuk-nepuk pelan lengan dan bahu sweater Seokjin yang tengah berusaha membuka bungkus permen jellynya.

Ruangan itu pun gelap tanda film akan mulai. Kedua bahu dan kepala mereka berdampingan.

Sesekali Seokjin diam-diam melirik pada pria di sisinya, memperhatikan raut wajah yang tak banyak berubah dari sejak mereka duduk dan menikmati alur film kartun yang mereka tonton.


"Dingin?"

Namjoon menoleh ketika mendengar suara dari hidungnya yang berair kemudian tertawa gemas saat menyadari bahwa Seokjin menangis.

"Sssttt....." Seokjin menepuk pelan dada sang pria lalu mengusap air matanya dengan ujung lengan sweater yang basah.

"Mereka berpisah, Namjoonieee....." Ia berbisik menunjuk layar besar itu sambil mengerucutkan bibirnya.

"Apa kau tidak merasa sedih?"

Namjoon terdiam dan memperhatikan pria manis yang tengah mengusap mata dan pipinya.

"Ahh......aku mengerti niatmu mengajakku kesini Seokjin...." Namjoon menghela napas pelan.

"Kau tidak merasa sedih, Namjoonie?"

"Sedih kok...."
"Filmnya bagus..." Ia menyandarkan kepalanya pada bahu lebar itu.

"But You didn't cry...." Seokjin kembali mengerucutkan bibirnya manja.

Namjoon terkekeh, melingkarkan lengannya kemudian menautkan jemari mereka.

"Aku benci perpisahan, Seokjin...."

Pria manis itu menoleh perlahan, mengamati garis wajah tegas dengan cekungan yang terulas tipis di kedua pipinya.

Kedua mata teduhnya sesekali berkedip menikmati film yang masih berjalan.

"Bagaimana kau mengekspresikan kesedihanmu, Namjoonie?" Pikirnya.


"Kenapa tidak menonton?" Namjoon berbisik tanpa mengubah posisinya.

Tak menjawab, Seokjin sontak memalingkan wajahnya.






"Apa yang sedang kau pikirkan?"

Pertanyaan itu meluncur setelah cukup lama mereka membisu. Berpayung, berangkulan tangan menyusuri trotoar yang mengitari sisi taman.

"Ha?" Seokjin menoleh terkejut dengan kedua bola mata membulat.

Namjoon mendengus tersenyum dan menghentikan langkahnya, menghadap sang pria yang terlihat masih sibuk dengan isi kepalanya.

"Kau tak berbicara sejak kita keluar dari theater"

"Apa aku membuatmu kesal? Ia memiringkan kepala, merendah dan menatap lembut pria kesayangannya.

"T-tidak.....tidak sama sekali.." Seokjin melambaikan kedua telapak tangannya di depan dada.

"Lalu?"


".........."

"Namjoonie......" Ia melirik ragu.
"Aku....."

"Kau mengetahui segalanya tentang aku"
"Tapi aku mengenalmu dari potongan-potongan peristiwa yang hanya terjadi secara kebetulan..."

"Jika.....kerusuhan itu tidak terjadi....." Ia tertunduk.

"Mungkin sampai kapan pun aku tidak akan mengetahui apa-apa"

"Dan hingga hari ini pun aku tetap tidak mengetahui apa-apa tentang dirimu" Suaranya mulai meninggi.

"Bolehkah aku mengenalmu, Namjoonie?" Seokjin meremat tali tasnya yang melintang di dada. Tatap matanya penuh harap.

"Karena....."

"Karena aku ingin mengetahui siapa orang yang dengan sukarela bersedia menjadi pelarianku"

"Aku ingin mengetahui siapa orang yang telah membuatku merasa sangat ingin melupakannya..." Air matanya mulai menggenang.

"Ken tidak pernah membuat aku merasa hubungan itu hanya sebelah pihak saja"
"Walaupun cinta itu hanya bertepuk sebelah tangan..."

"Ken tidak pernah membuatku merasa ditinggalkan"

"Hingga akhirnya....."

"Akhirnya....."

"Maaf......maaf Namjoonie....."

Namjoon menelan ludahnya berulang kali. Kepalan tangan pun mengerat di sisi tubuhnya.

Sekali hatinya hancur mendengar nama itu, dua kali karena pria kesayangannya menunduk terisak keras di balik kedua telapak tangan berbalut sweater basahnya.

"Say something......" Setengah berbisik, Seokjin menggumam dalam bekapan kedua tangannya.

"Kita pulang dulu ya....." Namjoon berusaha tersenyum.

Seokjin menurunkan tangannya dan kembali terisak kesal.

"Don't give me that silent treatment, Namjoonie!"

"I'm not...." Ia tetap tersenyum dan memiringkan kepalanya.
"Kita pulang dulu okay...."

"Bajumu basah, aku takut kau sakit"

Seokjin menatapnya tajam dan menggeleng. Air matanya tak berhenti mengalir.

Namjoon menghela napas panjang dan mengusap pipinya dengan ibu jari.

"Kita ke apartemenku....dan kau bisa bertanya apapun disana"

"Ya?" Lesung pipi manis itu kembali terbentuk di wajahnya.


Terisak pelan, Seokjin akhirnya mengangguk.

"Hey......" Namjoon mengangkat dagu pria kesayangannya.

"Do You love me?"

Seokjin mengangguk-anggukkan kepalanya cepat, diusapnya kasar air mata yang kembali mengalir.

"Then I'm all Yours...."

"I have nothing to hide anymore...." Namjoon mengecup lembut bibirnya

PetrichorWhere stories live. Discover now