37. Cold

84 11 0
                                    




"Ck!"

Berulang kali Namjoon merogoh saku celananya, menyalakan ponsel untuk mengecek pesan juga panggilannya yang belum juga terbalas.

"Seokjin kemana?" Pikirnya.
"Apakah dia sakit?"


"Masih belum dijawab?" Jackson menghampiri Namjoon setelah turun dari vannya.

Namjoon menggeleng. "Moonbyul bilang Seokjin tidak datang ke kantor hari ini"

"Aku khawatir terjadi sesuatu dengannya"

"Sayangnya kita tidak punya waktu untuk itu sekarang" Jackson mendengus pelan.

"I know...."

"Aku akan coba menghubunginya lagi setelah liputan ini selesai" Ia mengantongi ponselnya lalu bergegas menyusul Jackson dan para krunya.






"Seokjin!"
"Astaga kau kemana saja?"

"Kau baik-baik saja kan?"

"Namjoon....." Suara sengau itu menyapanya lemah.

"Seokjin? Kau sakit?" Nada suara panik itu berubah menjadi pelan.

"I-iya....aku....hanya flu" Seokjin berbohong.

Entah berapa jam ia lalui dengan menangis setelah video dan foto-foto itu selesai dilihatnya.


"......."


"Seokjinnie...."

"Kau menangis?"

Air matanya kembali mengalir mendengar suara lembut sang pria. Ia membekap mulutnya menahan isakan.

"T-tidak Namjoonie...."
"Aku......ingin beristirahat sebentar okay..." Ia berbisik.

"B-baiklah....kalau begitu..."

"S....."
Sambungan pun terputus.




"Namjoon.....fokus...." Jackson menepuk bahunya pelan.

"Aku....." Ia berusaha mengatur napasnya.
"Salahkah jika aku merasa kesal, Jackson?"

Pria itu menghela napas panjang sambil terus mengusap-usap punggungnya.

"Kukira ia mengkhawatirkan aku"
"Aku langsung mengabarinya sesaat setelah tiba disini"

"Kukira ia menungguku"

"Seokjin sakit, Namjoon...."
"Mungkin dia butuh istirahat"

Namjoon menggeleng. "Seokjin tidak sakit, Jackson..."
"Walau sakitpun, ia tidak akan sedingin ini"

"Seokjin bukan orang seperti itu..."

.

.

.

"Hey....."


"......."


"Namjoon...."
"Maaf aku baru bangun" Suara itu masih berbeda dari biasanya.

"Sudah ke dokter?" Hela napas panjang terdengar sebelum Namjoon bertanya.

"Tidak apa-apa....aku sudah minum obat"
"Besok juga sembuh"

"Aku kangen....."
"Maaf aku memutus sambungan tadi"

"Kepalaku sakit..."

Lagi-lagi hela napas panjang terdengar.

Namjoon mengusap wajahnya pelan dan mendengus. "Maaf aku kesal..."

"Jangan minta maaf, Namjoonie...ini salahku"

"Jadi....bagaimana disana? Dingin tidak?"

"Payungku dibawa kan?"


Senyum tipis mulai terulas di wajahnya.

"Aku sudah memakai jaket tebal, payungmu juga terus kubawa di tas, hari ini aku makan dua porsi dan aku jadi anak baik di lapangan"

Seokjin tertawa kecil.
"Bagus, anak baik...."


"........."



"Tidurlah....ini sudah larut"
"Cepat sembuh, Seokjin...."

"Kau juga tidur ya...."
"Semoga liputannya lancar besok"

"Bye Seokjin..."


"Bye....."



"Kau jahat....kau tahu itu?"

"Kenapa kau harus datang saat aku mulai bisa melupakanmu, Ken?"

Diraihnya remote televisi itu.

Video yang entah sudah berapa kali diulang pun ditontonnya kembali.

.

.

.

"Something's not right, Jackson"

"Seokjin dingin sekali..."

"Walau dia berusaha untuk terdengar seperti biasa..."

"Dia......dingin....."

Kedua tangan itu sibuk memakaikan earpiece juga mengecek mikrofon yang sebentar lagi akan ia gunakan untuk menjalankn tugasnya.

"He said He miss You, Namjoon....wasn't that enough?"
Suara itu terdengar gemerisik dalam telinganya.

"Sinyal disini sepertinya jelek, Jackson"

"Aku tidak bisa mendengar suaramu dengan jelas" Namjoon menekan earpiecenya sambil berjalan menuju lokasi kejadian.

"Aku akan mewawancarai seorang saksi disini"

"Namjoon....jaga emosimu"

Suara yang terputus-putus itu tak didengarnya.

Namjoon mulai bersiap untuk menginterogasi seorang pemuda yang tengah berada di antara banyak polisi yang berjaga di tempat kejadian.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang