1. Pink Umbrella

606 27 2
                                    




"HEY!"

Teriakan keras itu sontak terlontar dari bibir pria yang baru saja melangkah keluar dari tempatnya bekerja.

Sebuah mobil besar melaju dengan kecepatan sedang, membelah air yang menggenang di tepi jalan raya dan membuat celana juga sebagian jaketnya basah.

"Ahh....kapan hujan akan berhenti..."
Ia berdecak kesal lalu memasang hoodienya dan berjalan menyusuri trotoar, sesaat tangannya melambai untuk memanggil taksi.

Sedan itu berjalan melewatinya sebelum berhenti. Namjoon berlari mengejar dengan kedua tangan yang tenggelam di dalam saku jasnya.



"Ck! Kau buta?!"

Lagi-lagi ia berdecak dan memaki seorang pria yang tak sengaja bertabrakan dengannya.

"M-maaf....." Pria dengan payung pink pucat itu mundur dan membiarkan sang pria melanjutkan langkah cepatnya.

"Ah....." Sesaat kemudian ia membungkuk mengambil tas kecilnya yang terjatuh saat mereka bertabrakan tadi.



"Hari yang buruk tuan?" Pria paruh baya itu melirik kaca spionnya, menunggu penumpangnya masuk dan duduk.

Tak menjawab, Namjoon menyibak tudung jaket basah itu lalu menggumam. Kepalanya menoleh ke luar jendela setelah menyebutkan tujuannya pada sang sopir.

Sang pria berpayung masih terdiam di tempatnya, berjongkok di sisi toko perhiasan terang benderang dengan tangkai payung yang dijepit di antara bahu dan rahangnya.

Tatapannya bergerak seiring dengan tumpangannya yang mulai berjalan.

Pria itu mengeluarkan isi tas kecilnya, dari balik jendela Namjoon dapat melihat raut wajah pria itu kecewa. Ia mengusap kameranya yang basah dengan lengan jaketnya.

"Oh tidak.....apakah kameranya rusak?"
Namjoon kembali menatap lurus, sesekali ia menoleh mencari-cari sosok yang sudah tak lagi terlihat.

.

.

.

"Harga kamera profesional?"

"Eung....pasti mahal bukan?" Namjoon melirik ragu pada sang sahabat yang masih bingung dengan pertanyaannya.

"Kenapa tiba-tiba bertanya tentang kamera? Apa setelah dipecat kau akan beralih menjadi seorang fotografer?"
Kekehan ringan meluncur spontan dari senyum kotaknya.

"Hey...thanks sudah diingatkan Tae..." Namjoon melirik kesal dan meneguk minumannya hingga habis.

"Sepertinya aku telah merusak milik seseorang" Ia melanjutkan ceritanya.

"So?" Taehyung membulatkan mata.
"Sejak kapan itu jadi pikiran buatmu?"

"I know, right?" Pria jangkung bersurai abu-abu itu mendengus, garis kerutan tipis muncul di dahinya ketika ia berpikir.

"Aku memikirkannya sejak kemarin malam"

"Dia bisa saja berteriak memarahiku seperti orang-orang kebanyakan atau menonjok wajah masamku saat kukatakan apakah dia buta..."

"Tapi tidak...."

"Dia bilang maaf dan membiarkanku berjalan"

"Dan wajah kecewanya...."

"Nam? You okay?" Taehyung mengerutkan alisnya sebelum menyeringai.

"Kalian bertabrakan dan pria itu menjatuhkan tas kameranya. Di antara milyaran manusia di dunia ini kurasa bukan hanya kalian yang mengalaminya"

"Kau merasa bersalah karena kameranya rusak?"

"Tidak seperti Namjoon yang kukenal" Seringainya melebar menjadi tawa.

"Hey! Aku tidak seacuh itu Tae" Tangannya melambai pada seorang bartender untuk menambah minumannya lagi.



"Jadi, apa yang akan kau lakukan setelah ini?"
"Kembali melamar di kantor berita?"

"Mungkin....aku telah terbiasa menjadi reporter"

"Kendalikan emosimu Nam....kau tidak ingin pekerjaanmu berakhir sama seperti ini bukan?"

"Aku tidak salah Tae! Dia yang mencuri beritaku"

"Kau menonjoknya di depan kantor bosmu, Nam..."
"Dan jangan lupakan kata-kata kasarmu saat Pak Jung berusaha melerai kalian"

Tak menjawab, Namjoon hanya berdecak dan melanjutkan minumnya sebelum beberapa menit kemudian mereka berpisah dan Namjoon kembali pulang ke apartemennya.

PetrichorOnde as histórias ganham vida. Descobre agora