"Bukankah kau menyukainya?" tanya Geogra.

"Jika ibumu sampai jatuh sakit karena mengkhawatirkanmu, aku takkan mengampunimu," ancam Arkielga.

Geogra terbelalak, ia meletakkan kembali cangkir ke atas meja. "Apakah Mom sakit?"

Arkielga tak berniat menjawab pertanyaannya. Pria itu tiba-tiba berdiri. "Kuberi waktu sampai minggu depan. Temui ibumu."

Belum sempat Geogra membuka mulut, Arkielga kembali berbicara. "Jika tidak, kau tanggung sendiri akibatnya." Pria itu menyampirkan jas di sebelah lengannya kemudian beranjak dari sana. Arkielga tak mau berlama-lama, dia ingin segera pulang dan memeluk istri tercintanya.

Arkielga melangkah dengan tegap diikuti oleh Geogra di belakangnya. Beberapa pelayan membungkuk hormat pada tuan besarnya.

Seorang supir membukakan pintu mobil, mempersilahkan Arkielga masuk. Namun, sebelum pria itu memasuki mobil, Arkielga berbalik menatap sang anak. "Jangan libatkan orang yang tak berurusan denganmu."

Setelahnya mobil hitam itu pun perlahan melaju meninggalkan mansion-nya. Geogra kembali masuk, dia tampak tak acuh dengan ucapan Arkielga barusan.

***

Sesampainya di rumah, ekspresi Zeyra terlihat sendu. Gadis itu menggigit bibir, berusaha menahan diri agar tidak menangis. Keadaan sang nenek—Sura kembali menurun. Tubuh wanita yang sudah berumur itu terbaring lemah di atas ranjang.

"Nek, kuat ya?" Zeyra memeras kain yang sudah ia celupkan ke baskom berisi air, lalu ia taruh di kening neneknya. Sepulang dari sekolah, Zeyra dikejutkan dengan neneknya yang tengah menggigil kedinginan. Tubuhnya pun terasa panas.

"Zey kemana saja? Mengapa baru pulang?" tanya Sura, suaranya terdengar lemah disertai batuk.

Zeyra menahan napas. "Zey ada tugas kelompok, Nek." Bohong, Zeyra terpaksa berbohong pada neneknya. Dia tak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya.

Sura mengangguk, "Maaf ya, Nenek belum sempat membuatkan makanan."

"Nenek belum makan?" tanya Zeyra terkejut.

"Belilah makanan kesukaanmu, ambil uang di dompet Nenek," perintah Sura dibalas gelengan oleh Zeyra.

"Jawab pertanyaan Zey, Nek. Nenek belum makan, kan?"

Sang nenek menarik sudut bibirnya, tersenyum lembut. Dia mengulurkan tangan, mengusap pipi tirus Zeyra. "Sudah."

"Nenek Bohong ya?"

"Anak nakal, berani menuduh Nenek berbohong?" ucap Sura, mencubit paha Zeyra menggunakan sebelah tangannya. Gadis itu mengaduh seraya tertawa kecil.

"Nenek sudah minum obat?"

Saat hendak menjawab, Sura terbatuk kembali. Kali ini tidak bisa dihentikan karena batuknya yang semakin parah. Bahkan Sura merasa tenggorokannya sakit dan perih. Zeyra menatap penuh khawatir saat neneknya batuk sembari menutup mulut. Alangkah terkejutnya terdapat bercak darah di telapak tangan sang nenek.

"Nek..." lirih Zeyra. Gadis itu buru-buru beranjak keluar kamar menuju dapur. Dia menuangkan segelas air hangat, lalu kembali ke kamar dan menuntun Sura untuk minum.

Zeyra melirik meja kecil di sebelah ranjang. Gadis itu mencari obat yang biasanya nenek minum. Akan tetapi tidak ada, malah hanya terdapat bungkus obatnya saja.

GEOGRAWhere stories live. Discover now