"Cepat temukan yang salah itu dan buat jadi benar!" perintah Letisha tegas.
Para dokter keluarga itu langsung panik. Mereka mulai mencari alat kesehatan masing-masing. Saking paniknya, bahkan ada yang sampai mengeluarkan koin emas dari dalam saku pakaiannya.
Letisha melempar tatapan dingin pada orang-orang yang tetap dibayar meski tidak ada anggota keluarga duke yang sakit itu. Membuat mereka jadi semakin panik.
Lilyana diam ketika melihat belasan tangan bergantian menyentuhnya. Jumlah orangnya memang tidak banyak. Tapi, mereka terus mengulurkan tangannya di atas tubuh Lilyana.
"Jika kalian tidak menemukan apa yang salah dengan tubuh adik semata wayangku, akan aku penjara kalian semua. Mengerti, bukan?"" kata Letisha dengan senyum manis di wajahnya setelah mengatakan kalimat kedua.
Para dokter itu jadi semakin panik. Sementara, Lilyana memasang wajah datar. Adik semata wayang? Kalau begitu Lorenzo itu siapa? Bukannya dia juga adiknya Letisha?
"Kami bodoh. Maksudnya, kami mengerti, Nona." jawab salah satu dari para dokter.
Pemeriksaan itu berlangsung selama 20 menit tanpa henti. Itu terbilang lama. Karena ada 7 dokter di sini. Seharusnya salah satu dari mereka sudah menemukan jawabannya sejak tadi. Tidak perlu memakan waktu hingga selama ini.
Ah, tadi memang sudah ada yang mengetahuinya, sih. Hanya saja tiga bocah bodoh ini menyangkalnya.
"Kenapa lama sekali?!" sentak Lorenzo kesal.
Para dokter itu langsung berbaris hingga membuat pemandangan Lilyana tertutupi oleh punggung mereka. Lilyana tak acuh. Terus menyedot empeng yang tadi sempat diambil ketika sedang diperiksa.
Ketujuh orang itu saling tatap. Tidak ada yang berani bicara hingga akhirnya seorang pria berusia 37 tahun didorong oleh teman di sampingnya. Dia jadi terpaksa mengatakan sesuatu karena sudah terlanjur berjalan maju.
"Anu... kami semua sudah memeriksa Nona. Tapi, hasilnya sama. Nona baik-baik saja. Seluruh organnya berfungsi dengan baik. Sepertinya beliau memang anak yang sangat baik hingga bisa begitu tenang." kata dokter yang hampir dibilang sudah memiliki banyak pengalaman dalam bidangnya itu.
"Aku setuju jika Rie memang anak yang sangat baik." kata Lorenzo dengan sumringah.
"Anak yang kau bilang sangat baik itu menyumpahimu dan keluarga ini setiap saat." kata Lilyana dalam hatinya.
"Tidak! Bahkan Kak Rexave yang seperti ini saja selalu menangis waktu masih bayi. Begitu juga dengan kau yang bodoh ini." bantak Letisha.
Lorenzo melempar tatapan dingin. Sebelum kedua bocah itu saling berusaha untuk membunuh satu sama lain, dokter yang paling tua langsung melerai dengan mengorbankan nyawanya ketika berkata, "Kami bisa melakukan tes darah untuk menemukan masalahnya dengan lebih akurat."
Rexave memasang wajah serius. Lorenzo dan Letisha kini tidak lagi saling tatap. Bagus! Sekarang mereka tidak perlu melihat bocah kembar ini bertengkar. Hanya saja, kelihatannya mereka akan mati. Lihat saja ekspresi wajah Tuan Muda Noewera itu.
Tidak apa-apa.
Kematian jauh lebih menenangkan dibandingkan melihat pertengkaran saudara kembar ini.
"Lakukan!" perintah Rexave.
Para dokter itu menganggukkan kepalanya cepat. Kompak mengambil alat suntik.
"Apa yang kalian lakukan?!" tanya Lorenzo kesal.
"Iya, Tuan?"
"Kenapa kalian memegang jarum suntik?!" tanya Lorenzo lagi.
Ketujuh manusia yang merasa sangat sial itu memasang wajah bingung.
"Untuk mengambil darah Nona Termuda." jawab salah satu dari mereka.
"Ambil darah Rie tanpa jarum suntik." perintah Rexave.
Lilyana menatap langit-langit kamarnya datar. Bagaimana caranya mengambil darah tanpa jarum suntik?
Para dokter itu mengangguk. Mereka mengeluarkan pena dengan jarum tersembunyi di dalamnya.
"Ambil darah adik terkecilku tanpa membuatnya terluka!" perintah Rexave lagi dengan tatapan dingin.
Mengambil darah pasien tanpa membuat pasiennya terluka? Itu sama saja seperti melepaskan dahaga tanpa minum. Atau meredakan lapar tanpa makan. Mustahil! Karena tidak ada cara yang lain lagi.
Para dokter itu kompak menundukkan kepalanya.
Kenapa dulu mereka setuju untuk menjadi dokter keluarga gila ini, ya? Ah, sebelum bayi kecil ini dilahirkan, keluarga ini kan masih normal. Yah, sebenarnya cukup gila sejak kematian mendiang duchess. Hanya saja yang sekarang jadi lebih gila.
Andaikan Lilyana bisa melihat ekspresi Rexave saat memerintah para dokter untuk tidak melukai Lilyana saat mengambil darahnya, Lilyana pasti akan langsung merinding. Karena tatapan mata Rexave terlihat seperti seorang pembunuh yang haus akan darah.
Tidak! Itu memang sifat asli Rexave. Karena bocah ini adalah yang paling berbahaya dan bengis di keluarga Noewera. Mengalahkan tuan duke alias ayahnya yang merupakan jenderal perang.
Saking bengisnya Rexave, dia bahkan tidak segan memotong tangan dan kaki orang-orang yang dianggap sudah mengusik kedamaiannya. Dan, percayalah. Rexave adalah orang yang paling parah dalam mengganggu ibu sambungnya alias duchess saat ini, dulu. Tentu saja semua itu dia lakukan sambil memasang wajah manis. Seolah dia menerima kehadiran sang duchess.
Kue coklat yang terlihat manis bisa jadi malah berisi senjata di dalamnya.
YOU ARE READING
I'm A Transmigrating Princess
Fantasy[Bukan Novel Terjemahan] Spin Off ITVAHM Kebahagiaan. Itu adalah kata yang sangat sulit Lilyana rasakan selama hidupnya. Tapi, di kehidupan kedua yang diberikan Avelon, naga yang mencintainya, Lilyana akhirnya bisa merasakan kebahagiaan. Clarice Ex...
Transmigrating 6
Start from the beginning
