Zeyra menggigit bibir, merasa bahwa dia telah melupakan sesuatu. Zeyra melirik ke arah nametag di seragamnya. Geogra Elzaskar Zergant. Detik itu pula napasnya tercekat. Zeyra memegang dada kuat-kuat. Jantungnya seperti akan melompat dari tempatnya.

Z-zergant?!

Beberapa kilasan memori pun melayang di kepalanya. Dia adalah laki-laki yang telah Zeyra tolong, kemudian bertemu lagi saat di sekolah. Zeyra sama sekali tidak sempat berpikiran untuk mencari tahu siapa laki-laki itu.

Zey, akan patuh dan tunduk p-padamu.” Kalimat itu terngiang-ngiang di kepalanya. Zeyra telah melupakan sesuatu yang begitu penting. Jantungnya berdegup kencang. Geogra. Zeyra pernah mendengar nama itu beberapa kali disebut oleh teman-teman kelasnya.

Katanya, Geogra Elzaskar Zergant merupakan anak dari pemilik Zergant School. Laki-laki itu dikenal dengan sifatnya yang dingin. Wajahnya terlihat menyeramkan ditambah dengan tatapan tajamnya. Dia tak segan menindas murid yang berani mengusiknya. Zeyra bergidik ngeri, dia meneguk ludah kasar.

Geogra mendekatkan tubuhnya, dia menatap wajah Zeyra yang terlihat pias. Dia sedikit berbisik di telinga Zeyra. “Sudah kuperingatkan. Kau takkan bisa lari dariku.” Suara Geogra terdengar serak.

Zeyra menggeser kepalanya agar tak terlalu dekat. Ini bahaya, instingnya mengatakan bahwa dirinya harus lari sekarang juga. Setelah kejadian di rumah itu, mungkin saja Geogra memberinya sesuatu yang lebih mengerikan. Tetapi, Zeyra tak yakin rencananya akan berhasil. Geogra pasti tak akan dengan mudah melepasnya begitu saja.

Tatapan Geogra beralih. Entah kenapa, bibir mungil berwarna pink itu selalu menarik perhatiannya. Apalagi saat Zeyra kini tengah menggigit bibir.

Geogra terkekeh. "Berani sekali kau."

Zeyra terkejut ketika Geogra menatap matanya dengan tatapan tajam. “A-apa maksudnya?”

Uhk!!”

Gadis itu memekik. Geogra mencekik lehernya dengan kuat. Memang benar, para wanita itu sangat memuakkan. Geogra naik pitam dibuatnya.

“L-lepaskan... S-senior!” teriak Zeyra.

Laki-laki itu semakin menguatkan cekikkannya. Dia tak peduli dengan rintihan kesakitan Zeyra. Rasa membunuhnya seakan bangun. Tangan Geogra merogoh saku celana. Di sana terdapat sebuah pisau kecil.

“J-jangan!”

“Aku tak peduli. Yang kuinginkan saat ini adalah kau mati!” Geogra tak bisa menahan kekesalannya. Gadis ini benar-benar menguras emosinya. Sejak siang tadi, dengan bodohnya Geogra menunggu Zeyra di depan gerbang. Tak bisa dibiarkan. Semakin diberi kesempatan, gadis ini semakin melunjak. Sepertinya dia harus diberi pelajaran.

“Tidak!!”

Pisau itu kini telah berada tepat di lehernya. Zeyra merasakan perih. Geogra benar-benar ingin membunuhnya.

“Zey mohon...” lirihnya sembari berderai air mata.

Tok

Tok

Tok

“Zey, kau belum tidur?!”

Pergerakan Geogra seketika terhenti. Laki-laki itu menatap tangannya. Terdapat tetesan darah. Dia beralih menatap leher Zeyra. Geogra berdecak, menarik kembali tangannya. Zeyra terbatuk-batuk. Gadis itu buru-buru menarik selimut dan mengusap lehernya yang berdarah.

“Nenek to—” Ucapan Zeyra terhenti. Mulutnya dibungkam oleh tangan kekar Geogra.

“Bilang saja. Nenekmu akanku seret juga," bisik Geogra.

Air mata Zeyra menetes lantas dia menggelengkan kepala. Geogra melepas bekapannya. Dia bersedekap dada. Zeyra menatap takut-takut ke arah laki-laki itu.

Di balik pintu, Sura mengernyit. Dia mengetuk pintu kamar Zeyra lagi. “Zeyra, kau sudah tidur?”

Ceklek

“Y-ya, Nek?”

Saat pintu terbuka, keningnya langsung mendapat jitakan dari neneknya.

“Aduh!” pekik Zeyra.

“Anak nakal! Kau tak mendengarkan ucapan Nenek?” Sura berkacak pinggang.

“I-itu, Zey sedang mengerjakan tugas, Nek.”

Sura mendelik tajam. “Cepat selesaikan, lalu tidur!”

Zeyra tersenyum. “Siap, Bos!” ucapnya.

Zeyra menatap sendu saat neneknya berbalik melangkah. Dia ingin sekali mengatakan bahwa dirinya tengah ketakutan sekarang. Tetapi, Zeyra tak mau neneknya ikut terseret dalam bahaya. Yang tengah dia hadapi sekarang adalah anak dari keluarga Zergant.

Tangan Zeyra yang tengah memegang knop pintu gemetaran. Dia menutup pintu dengan pelan. Geogra langsung saja membalikkan tubuh Zeyra. Gadis itu tersentak.

“Kau tahu kan apa yang harus kau lakukan?” tanya Geogra. Jari-jari laki-laki itu bergerak menelusuri wajah Zeyra.

Zeyra mengangguk. “I-iya.”

“Sekarang aku tuanmu. Kau mengerti?”

“I-iya, Tuan.”

Geogra tersenyum puas. Kemudian dia beranjak menuju meja belajar Zeyra. Geogra menatap buku yang terletak di atas meja. Dia mengambil buku itu kemudian melangkah menuju jendela.

“S-senior! Tunggu.”

“Apa yang barusan kau katakan?” ujar Geogra. Dia menggeram. 

“Maaf, T-tuan. T-tapi, bukunya...”

Geogra mengedikkan bahu. Dia berbalik melompat dari jendela. Zeyra menahan napas. Dia berjalan cepat ke arah jendela, menutupnya rapat-rapat. Gadis itu terduduk lemas. Dia menghela napas. Mengusap lehernya, noda darah memenuhi telapak tangannya.

***
To be continue

GEOGRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang