Empat Puluh Tujuh

169 8 0
                                    

Halo semua-!!
Tata kembali setelah disibukkan US.
Hanya tinggal ujian praktik jurusan saja minggu depan.
Setelah itu, mari kita selesaikan Jevan🍓

Bagaimana kabar kalian?

Bagaimana puasanya?

Tetap semangat dan jaga kesehatan serta selalu bahagia, ya🍓

Vote dan comment, dong🍓

***

Bagaimana aku bisa kecewa pada orang yang tidak lagi aku harapkan kehadirannya?

***

"Woahhh, ada apa ini hingga tuan Affan yang terhormat menyambut kedatangan putranya?"

Affan berjalan cepat ke arah Ozi. Tendangan keras di perutnya remaja lelaki itu dapatkan dari sang ayah hingga membuatnya mundur beberapa langkah. Belum sempat kembali menegakkan badannya, bogeman mentah ia dapatkan di tulang pipi. Terakhir, ayahnya memberikan pukulan telak di sudut bibirnya. "Semua tindakanmu sangat tidak mencerminkan keluarga Naksabandi, memalukan."

Kekehan sinis dengan tatapan tajamnya berusaha menutupi perasaan kecewa yang menggerogoti hatinya. "Lantas berkhianat dengan cara berselingkuh dengan jalang mencerminkan keluarga Naksabandi, benar?"

"ITU YANG AYAH MAKSUD?!" teriak Ozi marah.

"FAUZI!"

"ARGGHHHHH! GUE BENCI KELUARGA NAKSABANDI, SIALAN!" Kata-kata yang selama ini Ozi kubur dalam-dalam sejak kecil, kini terlontar tanpa bisa dicegah.

Bertahun-tahun lamanya ia menunggu sang ayah menghabiskan waktu dengannya. Namun, perceraian kedua orang tuanya saat dirinya duduk di bangku akhir sekolah dasar yang menjadi akhir dari segalanya. Entah alasan apa hingga membuat keduanya bercerai dan Ozi dipaksa ikut dengan sang kepala keluarga. Sedangkan bundanya hidup sendiri dengan penyakit yang dideritanya. Meskipun begitu, Ozi rutin mengunjungi sang bunda setiap pulang sekolah.

Rasa benci pada ayahnya sendiri berusaha Ozi tepis agar tidak menimbulkan dendam di hatinya. Setelah ia mengetahui wanita simpanan ayahnya, sikap pria itu semakin tampak jelas bahwa seberharga itu keluarga barunya dibandingkan dirinya yang hanya tumbuh di rumah sebesar ini bersama pelayan dan bawahan ayahnya.

"Kenapa harus Ozi?" Ozi tertawa pilu seakan tengah menertawakan hidupnya yang menyedihkan. "Jika disuruh memilih. Ozi lebih memilih tidak memiliki ayah. Demi Tuhan, semakin hari Ozi semakin membenci kehadiran seorang ayah."

Kedua tangan Affan terkepal mendengar pernyataan putra sulungnya. Bukan marah atas perkataan Ozi, ia marah pada dirinya sendiri yang tak bisa bersikap adil kepada putra kandung di hadapannya hingga menciptakan sisi arogan dalam diri penerus Naksabandi itu.

"Semua perkataanmu tidak bisa membenarkan tindakanmu pada–"

"Jevan?" Affan terdiam saat Ozi memotong perkataannya. Tatapan nyalang seakan menusuk kedua manik matanya. Ia tak bisa membaca isi pikiran sang anak. Sikap putranya itu sangat sulit ditebak, membuatnya waspada terhadap langkah yang akan Ozi ambil.

"Kenapa?" tanya Ozi menurunkan nada bicaranya. Mata tajam itu kembali menatap nyalang sang ayah yang berdiri bak patung di hadapannya. "Kenapa tidak sedari dulu melepaskan peluru Ayah ke jantung Ozi, heuh?"

"Ozi—"

"Bukankah Ayah akan hidup bahagia bersama jalang itu tanpa gangguan dari orang luar?" Lelaki yang masih dalam balutan seragam itu menarik salah satu sudut bibirnya. "Menyusul bunda jauh lebih baik daripada harus merasakan kesendirian di dunia."

Hai finito le parti pubblicate.

⏰ Ultimo aggiornamento: Mar 31 ⏰

Aggiungi questa storia alla tua Biblioteca per ricevere una notifica quando verrà pubblicata la prossima parte!

JevandraDove le storie prendono vita. Scoprilo ora