Empat Puluh Lima

68 4 1
                                    

Halo semua-!🍓
Bagaimana kabar kalian? Saya harap baik-baik saja, ya.

Bagaimana puasa pertamanya?
Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan🙏

Vote and comment jangan lupa, ya🍓

***

Keadilan lebih berpihak pada orang yang memiliki kekuasaan

***

"Ada apa?"

Gadis dengan jepit berbentuk bulan sabit yang terselip di rambutnya itu berdecak sebal ketika seorang pria paruh baya membuka pintu rumah. "Dipersilahkan masuk dulu dong, Bapak Yudha. Kedatangan kami ke sini dengan maksud baik, ingin melamar Jevan."

"Gue hajar lo, Ren," ancam Liam melirik sinis sang adik yang tengah tertawa pelan.

"Trobos aja lah." Tanpa menunggu sang pemilik rumah mempersilahkan masuk, gadis itu ngacir lebih dulu. "Ayo Jevan, masuk. Nggak usah sungkan, anggap saja rumah sendiri."

"Oren, yang sopan," tegur sang bunda. Tatapan Vinja beralih pada pria paruh baya dihadapannya. "Bisa kita masuk dan membicarakannya di dalam?"

Yudha beranjak masuk tanpa mengatakan sepatah kata lagi. Duduk di salah satu kursi tua single seraya menyilangkan kakinya. Rama, Vinja, dan Jevan duduk di kursi panjang. Sementara itu, Liam dan Louren duduk dengan nyaman di lantai tanpa beralaskan apapun.

Jevan merasa tak enak dengan kedua orang itu. "Sebentar, saya ambilkan kursi."

"Diam lo. Ntar oleng, gue juga yang repot," sembur Liam membuat Louren mengulum bibirnya menahan tawanya agar tidak mengudara.

Rama berdeham pelan seolah memberikan kode bahwa ia akan angkat berbicara dan tak ingin ada keributan sekecil apapun. "Kedatangan kami ke sini untuk mengantarkan Jevan pulang setelah semalam berada di rumah sakit."

"Ada apa dengan anak itu?" tanyanya menatap malas Jevan.

"Dia dihajar oleh sekelompok siswa saat berada di toilet hingga hampir kehabisan napas," jawab Rama singkat.

"Lemah," cibir Yudha.

Gadis dengan toples berisi stik keju di tangannya yang ia ambil di atas meja tanpa izin itu berdecih pelan mengetahui respon ayah Jevan. "Gitu doang responnya, Om?"

"Lalu, saya harus apa?" Yudha kembali menatap Rama. "Tidak ada yang dibicarakan lagi? Saya harus istirahat. Berapapun biayanya, jangan minta tagihan pada saya."

Semua orang menatap cengo ke arah Yudha yang beranjak bangun dan masuk ke dalam kamar. Jevan yang mengetahui sikap sang ayah hanya bisa meringis pelan. "Maaf atas sikap ayah saya yang kurang sopan."

"Oh? Bukan masalah yang besar, Jevan." Vinja tersadar, lalu menepuk pelan bahu remaja di sampingnya. "Bagaimana kalau kamu tinggal bersama kami selama proses pemulihanmu?"

"Sebelumnya terima kasih atas tawarannya, tapi kali ini Jevan ingin di rumah bersama ayah. Apalagi ayah baru pulang dari berlibur," terang Jevan.

"Gini aja." Liam berdeham pelan sebelum menyampaikan ide berliannya. "Bagaimana  jika Jevan tinggal dengan kita, sedangkan Louren tinggal bersama om Yudha?"

Louren menatap sinis sang kakak yang seolah tidak merasa bersalah. "Rada bangsyat emang abang gue satu ini, adabnya kurang."

"Sudah, jangan adu mulut di rumah orang," lerai Vinja. "Jevan, kami terima keputusanmu. Jika terjadi sesuatu sekecil apapun, hubungi kami semua. Jangan sungkan, anggap Tante seperti bundamu sendiri."

JevandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang