Dua Puluh Sembilan

66 3 1
                                    

Halo semua. Bagaimana kabar kalian? Tata harap kalian semua baik-baik saja dan selalu bahagia.

Untuk bab sebelumnya, terima kasih banyak atas dukungannya berupa vote dan comment kalian. Sungguh, sangat membangkitkan semangat menulis meskipun up ngaret hihi 。>‿<。

Jangan lupa vote serta comment di setiap paragraf. Bantu ramaikan cerita Jevandra🍓

***
Aku memilih diam alih-alih berteriak membela diri.

***

Brak!!

"DIMANA SOPAN SANTUNMU VA-"

Bentakan itu terhenti saat melihat seorang wanita dengan piyama berwarna biru berdiri di ambang pintu tengah berkacak pinggang. Aura permusuhan kentara sekali dari raut wajah cantik wanita yang masih terlihat muda itu.

"Apa? Mau marah, heuh?" Pria itu menggeleng pelan, takut istrinya kembali mengamuk apabila ia mengeluarkan suara.

"Aku ingin menemui bocah itu sekarang," putusnya.

"Jangan sekarang, secepatnya kita akan mengambil Jevan dan kamu bebas memperlakukan anak itu." Pria yang berstatus sebagai kepala keluarga itu menghampiri sang istri, lalu merengkuh tubuh kecil itu. "Sekarang lanjutkan istirahatmu. Nanti aku akan menceritakan semuanya."

***

"JEVAN!!!"

Louren meringis saat teriakan seseorang berhasil membuat telinganya berdengung. Jika mengira pelaku utama ialah bundanya, Vinja, jelas salah! Justru sang kepala keluarga yang berteriak kencang di ambang pintu. Pria itu tampak tergesa-gesa menghampiri remaja laki-laki yang tengah duduk di ranjang pesakitan seraya menerima suapan dari anak bungsunya.

"Memalukan," gumam Vinja menatap miris suaminya.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Rama mengguncang bahu Jevan yang tengah bersandar nyaman.

Gadis yang duduk di sebelah Jevan sontak membulatkan matanya, lalu meletakkan mangkuk di atas nakas. Ditariknya tangan sang ayah menjauh dari Jevan. Bisa koma kembali temannya itu apabila mendapat kekerasan dari pria sinting yang sayangnya adalah ayah kandungnya.

"Bisa koma lagi anak orang kalau Ayah kasar," ujar Louren galak.

Rama menatap heran anaknya. "Loh, Ayah cuma menyalurkan kebahagiaan. Kenapa kamu yang repot?"

"Pulang sana, rusuh banget."

"Liam kemana?" tanyanya kembali mendekat dan duduk di kursi samping ranjang pesakitan.

"Tidur di sebelah setelah semalam jadi maling."

Rama mengangguk sekilas. "Kamu bolos, Ren?"

Louren merotasikan kedua bola matanya mendengar pertanyaan retoris itu. "Ini hari Sabtu, Yah. Emangnya Ayah, libur Minggu doang."

Menghiraukan ejekan sang anak, Rama memandang lekat seorang yang sudah ia anggap seperti putranya sendiri. "Jevan, mengapa sudah bangun?"

Srekkk.

Pria dengan balutan jasnya memekik saat tarikan kuat pada rambutnya terasa menyakitkan. Istrinya tidak tanggung-tanggung dalam menganiaya suami tampan, baik hati, dan dermawan seperti Rama. "Sakit, Bun. Ini kenapa brutal semua, sih?"

"Pertanyaanmu menyakiti hati, Jevan. Lebih baik tutup rapat mulutmu sebelum aku merobeknya," ujar Vinja melepaskan tarikan pada rambut suaminya. "Duduk di sofa, biarkan aku dan Louren yang akan mengurus Jevan."

JevandraМесто, где живут истории. Откройте их для себя