Enam

172 10 0
                                    

Abaikan mereka yang membencimu. Hidupmu tentang dirimu sendiri, bukan tentang penilaian orang lain terhadapmu.

***

Ketukan sepatu yang saling bersautan di sepanjang koridor sepi membuat sang pemilik bernapas lega. Jevan, lelaki itu sungguh bahagia karena tak akan mendapatkan aksi perundungan berupa makian yang ditujukan padanya pagi ini, mungkin. Ia sedikit lelah dengan makian semua orang, namun bagaimana lagi? Urusan sekolah jauh lebih penting dari apapun.

Memasuki kelasnya, ia mendapati Ayden yang sibuk membaca buku. Jevan tersenyum kecil seraya meletakkan tasnya di atas meja. Ayden tak pernah berubah, lelaki itu selalu belajar, pikirnya. Ingin menyapa, namun ia sadar jika hal itu akan membuat suasana hati lelaki dingin itu akan buruk nantinya.

"Woah! Udah datang lo Jev," sapa seseorang di ambang pintu seraya berjalan ke arah Jevan diikuti tiga temannya.

Brak!

"Jev, kerjain tugas kita buruan. Upahnya menyusul," ujarnya lagi setelah melempar tiga buku tulis di hadapan Jevan.

"Solimeh lo, Niel. Anak orang lo suruh ngerjain tugas kita," ujar temannya.

"Daniel mah playboy doang tapi giliran tugas masih aja minta kerjain Jevan," timpal temannya satu lagi.

Remaja yang di panggil 'Daniel' itu mengacungkan jari tengahnya ke arah kedua teman laknatnya. Sedangkan satu temannya lagi memilih diam dan duduk di bangku seraya membuka buku.

"Ozi, Arghi, diam! Bicara begitu berasa tugas lo berdua dikerjain sendiri hah?!" sungut Daniel dibalas cengiran kedua temannya.

Ozi mengkode Arghi dengan mengedikkan dagunya ke arah salah satu teman mereka yang tampak serius di bangkunya. Bukan memahani maksud teman Ozi, Arghi justru memiringkan kepalanya bingung.

"Bego jangan dipelihara kenapa sih," cibir Daniel.

"Ozi ngomong apaan? bingung gue," ujar Arghi.

Ozi mengurut dadanya pelan. Ia ragu, temannya ini memang benar-benar anak polos kesayangan bunda atau memang sudah terlahir bodoh. "Maksud gue tanyain ke Gaven, tugasnya mau dikerjain juga atau nggak?"

"Gaven anak pintar, ngapain juga harus minta dikerjain tugasnya," ujar Ozi.

"Iya ya, lupa gue. Udahlah, mabar yok," ajak Ozi seraya duduk di bangku depan Gaven.

"Seperti biasa, salahin dua jawaban," pesan Arghi seraya duduk di bangkunya diikuti Daniel yang duduk di belakang temannya itu.

Jevan bergeming. Memilih mengerjakan tiga buah tugas milik temannnya itu tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Ingin menolak, namun tak kuasa mengingat kejadian yang sudah berlalu saat dirinya kembali dirisak sebab enggan mengerjakan tugas mereka.

Lagipula, ada untungnya juga mengerjakan tugas temannya. Tiga tugas ia kerjakan, maka tiga lembar uang berwarna biru akan didapatkannya. Mayoritas murid di SMA Cendrawasih terlahir dari orang kalangan atas, mungkin mengeluarkan selembar uang pun tak akan bernilai di mata mereka. Bahkan Jevan pernah mengerjakan tugas dari salah satu siswi di kelas sebelah saja mendapatkan dua lembar uang berwarna merah muda. Menguntungkan, bukan?

Netranya melirik ke arah jam yang terpajang di dinding kelas. Masih ada waktu empat puluh lima menit sebelum bel masuk berbunyi. Tiga tugas matematika dengan lima butir soal sepertinya bisa ia kerjakan dengan cepat. Dengan gesit, Jevan menyalin semua jawaban miliknya pada buku ketiga temannya itu.

"Gue tebak, yang datang pagi pasti cari contekan."

Suara tersebut mengalihkan semua atensi murid yang berada di kelas itu. Louren, gadis itu berdiri di ambang pintu kelas seraya memakan kripik kentang yang hasil merampok makanan di mobil Liam. Di mana ada makanan, maka penciuman Louren sangat tajam!

JevandraWhere stories live. Discover now