Tiga

247 12 0
                                    

Memilih diam dan bersikap seolah baik-baik saja. Sebab penjelasan apapun tak akan ada artinya di mata banyak orang.

***

"Minum susu itu sehat. Bikin badan jadi kuat. Minum susu jadi gemuk. Susunya basi sakit perut."

Koridor kelas sebelas sudah ramai. Tak sedikit menatap Louren dengan pandangan aneh sebab bernyanyi tanpa tahu malu. Sedangkan para lelaki, mereka tersenyum geli menyaksikan tingkah absurd murid baru yang tidak kenal tempat saat kegilaannya kambuh.

Langkah Louren terhenti ketika otak cantiknya mengingat sesuatu. "Kemarin gue masuk sekolah, tapi gak masuk kelas. Terus bolos ke danau, setelah itu pulang."

"Kesimpulannya, gue gak tau kelas gue di mana dong," kelakarnya. "Gue malas jalan ke kantor guru buat laporan ke wali kelas."

Louren mengeluarkan ponselnya dari dalam saku seragamnya. Membuka aplikasi kamera dan menggesernya ke fitur video serta tak lupa mengubah menjadi kamera depan. Sebelah tangannya tergerak merapikan rambutnya.

"Hai, kembali lagi bersama Louren. Gue lupa nama lengkap, serius." Gadis itu melambaikan tangannya dengan semangat ke arah kamera handphone miliknya. "Jadi gaes, gue lagi tersesat dalam mencari suatu tempat."

"Kepada siapa kita bertanya saat kita tidak tahu arah?" tanyanya bermonolog. Matanya menatap lurus layar handphone-nya. "Peta! Benar! Katakan Peta!"

Manik mata itu berbinar tatkala mendapati siswa laki-laki dari rekaman videonya yang sedang berjalan searah dengannya. Perkataannya sungguh terkabul hanya dengan mengucapkan mantra kartun kesukaannya. Ia berbalik diiringi senyum lebar andalannya. "Heh, cong! Mon mangap, kelas XI-IPA 1 di mana?"

Lelaki itu menatap datar Louren. "Lurus. Belok kanan."

"Makasoy," ujar gadis itu lantas kembali menatap layar ponselnya yang masih dalam mode merekam video. "Yeay, kita mengetahui kelasnya berkat peta berjalan. Bye, guys."

Sedetik kemudian, tatapannya berubah menjadi tatapan penuh selidik pada lelaki yang masih terdiam di tempat. Jari telunjuknya terangkat lantas tergerak seakan mendeteksi wajah yang tak asing baginya. "Lo yang kemarin itu, kan? Ay-den-deng. Eum... Dendeng."

"Ayden," ralat lelaki itu merotasikan kedua bola matanya malas.

"Nah, itu maksud gue!" seru Louren yang berhasil membuat beberapa orang di sekitarnya terkejut. "Thanks, ya. Kapan-kapan kita makan bareng, lo yang traktir. Tenang aja, gini-gini gue doyan makanan pinggir jalan. Gak perlu traktir ke restoran, cukup beli bakso, seblak, cilok, cireng, cimol, es kelapa muda, cendol, dan lainnya di pinggir jalan. Gue mah perut rakyat jelata, berbagai jenis makanan bisa ditampung. Asal jangan makanan hewan, bos."

Louren mengacir tanpa menunggu jawaban dari Ayden. Otaknya mengingat perkataan lelaki tadi dalam membantunya mencari kelas. Kakinya terus melangkah dengan mata yang bergerak mencari kelasnya.

XI-IPA 1. Dapat Louren lihat sendiri kelas yang jauh dari kata damai. Baru saja hendak masuk, ia disuguhi dengan kegiatan mereka yang membuat kelas tersebut sangat ramai dibandingkan dengan kelas lainnya. Sangat cocok dengan keinginannya!

Isinya pasti anak pintar yang dicampur anak bandel. Yakin gue mah. Batinnya.

"Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh," ucapnya ceria di ambang pintu.

"Wa'alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh," jawab mereka serempak, menghentikan sejenak kegiatan yang sedang di lakukan semua orang.

"Lo ngehalangin jalan."

JevandraWhere stories live. Discover now