Tiga Puluh Delapan

49 5 6
                                    

Ramaikan, yuk! Vote dan comment, ya.
Mohon maaf apabila belum sempat menjawab beberapa comment 🍓

***

Jika dunia tidak berlaku adil, saya masih memiliki Tuhan dan kamu.

***

Ada banyak tipe manusia di muka bumi ini, dari yang baik hingga buruk atau bahkan satu orang yang memiliki dua tipe tersebut. Salah satunya remaja berusia 17 tahun ini. Semua orang mungkin menganggap Jevan adalah pemuda yang baik dan selalu menerima perlakuan buruk orang-orang di sekitarnya.

Jevan memang pemuda yang baik dan ramah, tapi di balik semua itu ia tak menampik bahwa terkadang keinginan untuk memberontak hadir. Sangat munafik rasanya apabila Jevan mengatakan 'baik-baik saja' saat kondisinya jauh dari kata baik-baik saja. Entah sampai kapan ia harus memakai topeng itu agar dapat menunjukkan ke seluruh dunia bahwa dirinya bisa melewati segala kesakitannya.  

"Jadi, bisa jelaskan mengenai insiden yang terjadi padamu? Apakah ada yang mendorongmu dari atap sekolah atau...."

Bu Rika menjeda kalimatnya. "Kamu sengaja melakukan percobaan bunuh diri?"

Jevan tertegun mendengar pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh bu Rika. Mengapa orang-orang seakan menggiring opini bahwa insiden tempo lalu adalah kesengajaan yang dilakukannya untuk mengakhiri semua? Ia berdeham pelan sebelum menjawab pertanyaan dari wakasek bidang kesiswaan. "Apakah Ibu akan memercayai semua perkataan saya?

"Percaya." Senyum Jevan terbit seketika. "Jika kamu mengatakan bahwa insiden kemarin murni keinginanmu mengakhiri hidup."

Sedetik kemudian, senyum Jevan luntur. Ia tidak butuh apresiasi sekolah kepadanya saat berhasil menjuarai berbagai olimpiade. Dirinya hanya ingin rengkuhan dari guru dan sebuh kepercayaan. Bukankah di sini terlihat jelas bahwa Jevan hanya menjadi budak dari SMA Cendrawasih untuk meningkatkan citra sekolah swasta itu sebagai salah satu sekolah favorit dan bergengsi dengan beasiswa untuknya sebagai bentuk timbal balik.

"Apalagi yang hendak kamu jelaskan, Jevan? Semua kesaksian dari sebagian murid mengarah bahwa kamu pergi ke rooftop dan menjatuhkan diri," cerca bu Rika.

"Karena kamu salah satu siswa teladan yang mengharumkan nama sekolah, kali ini saya maafkan. Apapun yang terjadi kedepannya, jangan gegabah dalam mengambil tindakan. Jika ada hal yang mengganggu pikiranmu, segera konsultasi dengan guru BK." Guru dengan rambut pendeknya itu menarik kedua sudut bibirnya. "Silahkan kembali ke kelas untuk mengikuti jam pelajaran selanjutnya."

Jevan yang sedari tadi hanya diam pun bangkit, membungkukkan sedikit badannya sebelum keluar dari ruang bu Rika dengan harapan yang kosong. Dapat dilihat seorang gadis duduk di bangku depan ruangan yang sibuk menatap ujung sepatunya. Louren, gadis itu setia menemaninya sejak ia mendapat panggilan untuk menemui bu Rika.

"Louren," panggilnya pelan.

Gadis berbando mutiara itu mendongak. "Gimana? Apa kata Burik?"

"Bu Rika," ujar Jevan meralat ucapan Louren. "Seperti dugaanmu pasti, tidak ada yang percaya dengan saya."

"Sialan," umpat Louren menghentakkan kakinya sebagai bentuk pelampiasan kekesalannya. "Nggak bisa dibiarin, gue yang akan angkat bicara."

Baru saja saja hendak melangkah, tangannya dicekal oleh Jevan. Lelaki itu menggeleng pelan, lalu mengajak Louren kembali ke kelas. "Jika dunia tidak berlaku adil, saya masih memiliki Tuhan dan kamu."

JevandraOn viuen les histories. Descobreix ara