17. Berdua

199 31 14
                                    

Apa-apaan ini? Istri baru Paman Janaka? Batin Antasena menyipitkan matanya. Sial, cantik sekali. Janaka tersenyum melihat Antasena yang memandang putrinya dengan heran.

Antasena berbalik menatap penuh tanya kepada Bratasena. Antasena bertanya, "Saha iyeu?" (Siapa ini?) seraya mengacungkan pisangnya ke arah gadis manis itu.

"Ya ini, yang kamu cari," Sahut Bratasena dengan senyum gelinya yang tertahan oleh muka garangnya.

"Siapa?" tanya nya sekali lagi kemudian menghabiskan gigitan terakhir pisangnya.

"Ya ini, Dewi Janakawati," jawab Bratasena dengan nada datar.

Antasena kembali tersedak pisangnya. Cantiknya bukan main, kalau tahu begini Antasena tidak akan menolaknya! Kulit kuning langsat dan tatapannya yang sayu, jarinya yang lentik, entah anugerah apa yang dilimpahkan Yang Maha Agung kepada dirinya.

Bratasena mengulurkan tangan kanannya, kemudian mendorong tubuh tegap Antasena yang sedang mengunyah dan berkata, "Gimana?" Bratasena senyum-senyum namun menahannya.

Antasena tersungkur karena dorongan kuat Ayahnya yang datang secara tiba-tiba. Dalam posisi bertangkub, Antasena segera bangkit dan berbalik ke arah Ayahnya.

"Lu kalo bukan Bapak gua udah gua tonjok," gumam Antasena menatap kesal Ayahnya. "Ya kali dorong anangnya sampe nyusruk nyium lantai," tambahnya.

"Waa, gimana?" tanya Bratasena sekali lagi.

"Antasena, ini adikmu yang bernama Janakawati," ujar Janaka.

"Terus? Ini aku bersanding sama Janakawati?" tanya Antasena polos.

"Iya, saya sudah merestuinya," sahut Janaka.

"Yaudah iya," Sambar Antasena.

Antasena berjalan mundur hingga langkahnya terhenti oleh tubuh kokoh ayahnya. Tatapan Antasena tak terlepas dari gadis manis didepannya yang bernama Janakawati. Ia menelisik setiap inci apapun yang ada pada Janakawati. Kemudian tatapannya terhenti ke bagian tulang belikat yang terbuka hingga dada. Tampak kosong karena tak ada kalung atau perhiasan disana.

Wajah gelap Antasena memerah, pipinya panas dan salah tingkah. Ia memalingkan tatapannya kemudian tanpa sadar tangan kirinya telah meremas keras celana ayahnya yang tepat berada di belakangnya. Bratasena yang risi mendorong kepala Antasena hingga terhuyung kedepan seraya berkata, "Tangan kirimu ngapain?"

Tambahlah merah wajah Antasena dibuatnya. Janaka berdeham dan seluruh perhatian berpusat padanya.

"Nampaknya kalian berdua belum saling kenal," Janaka berujar seraya memandang Antasena dan Janakawati yang saling curi pandang.

Janaka tertawa kecil kemudian berujar kepada putrinya, "Janakawati, ini adalah calonmu. Putra ketiga dari Pamanmu Bratasena, Antasena Bima Putra."

Kemudian Janakawati melangkah maju sehingga jarak antara dirinya dan Antasena berdekatan, ia mengatupkan kedua tangannya didepan hidung yang melambangkan tanda hormat lalu membungkuk bersembah kepada Antasena dengan gerakkan yang anggun.

"Kakangmas Antasena, saya menyerahkan seluruh jiwa raga saya untuk Kakangmas. Sekarang, hati saya adalah milik Kangmas Antasena seorang," Ujar Janakawati lemah lembut, kini dirinya duduk bersimpuh dihadapan Antasena.

"B...belum nikah woyy," gumam Antasena lirih yang membalasnya dengan katupan tangan juga.

"Waa..." Bratasena bergumam lirih dibelakang Antasena, sontak putranya menoleh dengan cepat.

Antasena melihat sang ayah membuka matanya lebar-lebar. Ia melambai-lambaikan tangannya dihadapan mata ayahnya. Bratasena masih tak berkedip, kemudian Antasena mengikuti arah pandangnya.

AntasenaWhere stories live. Discover now