13: Adu Jago (2)

103 22 1
                                    

Durna membopong tubuh Lesmana yang terbaring lemas dan membawanya ke pendopo. Durna meminta para asisten rumah tangga untuk membawakannya wewangian yang menyengat guna menyadarkan Lesmana yang pingsan. Sementara itu, pertarungan sengit masih berjalan antara Antasena dan Samba.

Samba berjalan lugas dengan tatapan tajamnya ke arah Antasena. Sebenarnya, di dalam hati kecil Samba terdapat keraguan yang sangat besar namun dirinya tidak menghiraukan itu. Sebenarnya juga, Samba sudah menyadari bahwa Antasena bukan lawan yang sepadan dengan dirinya. Yang membuatnya nekat adalah sosok puteri jelita yang bernama Janakawati.

Kini kedua calon mempelai sudah berhadapan dan siap menyakiti satu sama lain. Keduanya siap menyerang kapanpun ketika salah satunya lengah. Tatapan keduanya sangat tajam seperti burung garuda, bahasa tubuhnya seperti macan yang kelaparan.

"Antasena," panggil Samba sembari mendengkus.

"Ada apa, Kang?" sahut Antasena.

"Kamu mengalah saja, mengalahlah jangan meminang Janakawati," ujar Samba.

"Kalo aku ngalah sih oke aja, tapi pasti aku diobrak-abrik sama Bapak. Karena yang niat tuh Bapak, aku sebagai anak cuman nurutin perintahnya. Yaudah kalau Bapak udah ngomong gitu ya aku tinggal nurut aja," jelas Antasena memasang kuda-kuda siap menyerang.

"Loh?! Ternyata kamu keras kepala juga," gumam Samba yang ikut memasang kuda-kuda, siap menyerang.

"Kalo aku keras kepala emang masalah buatmu?" sahut Antasena celelekan.

"Jangan harap kamu pulang dalam keadaan sehat ya, Antasena," balas Samba.

"Coba aja," balas Antasena tersenyum miring.

Samba mengambil ancang-ancang kemudian melompat dan mendaratkan satu bogeman mentah ke arah ulu hati Antasena. Pukulan demi pukulan telah dilontarkannya ke arah adik sepupunya itu. alih-alih terjatuh atau merasa sesak, Antasena hanya terhuyung beberapa langkah dari sekian banyak pukulan yang dilemparnya.

Kembali dilihatnya wajah Antasena yang menyeringai, senyum miringnya membuat mental lawan anjlok. Waktu yang tepat tiba, Samba sudah mulai kelelahan dan fokusnya pun berkurang. Sudah jelas Antasena tidak akan mensia-siakan kesempatan itu. Ia memegang pergelangan tangan Samba yang sedang meninju dadanya, kemudian ditariknya hingga tubuh Samba terbawa dan perutnya dihantamkan ke lutut.

Jelas bagi Samba itu adalah hal yang menyakitkan. Dadanya sesak, ia mati rasa hingga tertegun tak bisa bergerak, matanya pun terbelalak. Kembali Antasena menarik pundaknya hingga tubuh Samba mengambruk ke arahnya, di pikulnya tubuh Samba di pundak, kemudian ia berlari dan menghempaskannya hingga tubuh Samba terlempar ke pintu gerbang yang jaraknya tak jauh dari sana.

Samba berusaha bangkit semari terbatuk-batuk. Tubuhnya kian melemah, namun saat ia mengangkat kepalanya, terlihat dua pasang kaki berada tepat dihadapannya. perlahan ia menaikkan pandangannya hingga sampailah ke arah wajah yang begitu familiar baginya.

"Samba," panggil salah satu pria yang kemudian berlutut memegang bahunya kala itu.

"Ayah?" sahut Samba sembari mengerjap-ngerjapkan matanya.

Rupanya kedua pria itu adalah Ayahnya, Kresna, disertai dengan kakaknya, Narakasura. Kresna dan Sutijo membantu Samba untuk bangkit dari tanah. Mereka juga membantu membersihkan debu dan kotoran yang menempel pada pakaian Samba.

"Tadi, Narakasura bilang kalau aku harus menyusulmu ke Madukara. Aku tidak menyangka ternyata ada keributan disini," ujar Kresna.

"Paman Jodhipati (Bratasena) juga mau menjodohkan Antasena untuk meminang Yayi Janakawati, ujar Paman Jodhipati yang awalnya hanya saran untuk mengadu-jagokan ketiga calon mempelai pria di-iyakan oleh Paman Janaka," terang Samba mereka ulang insiden yang menimpanya.

AntasenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang