16. Pertemuan

170 27 3
                                    

Janaka perlahan melangkahkan kakinya meninggalkan Astrajingga yang diam terpaku ditempatnya. Meski begitu, tatapannya tak lepas dari Astrajingga. Sampai disebelah Bratasena, Janaka kembali menoleh ke arahnya.

"Tuh kan, orangnya ngeliatin lagi," gumam Astrajingga gemetar.

Bratasena melirik Janaka kemudian memanggilnya, "Jlamprong," katanya.

"Ada perintah?" sahutnya.

"Jangan dihiraukan. Mulutnya Astrajingga kok kamu urus," ujar Bratasena yang membuat Janaka tunduk.

Sementara itu, Astrajingga menyikut lengan kurus Dawala sembari berbisik, "La," panggilnya denganberbisik, namun masih dapat didengar oleh orang disekitarnya.

"Hmm?" sahut Dawala yang sedang membuka ponselnya.

"Kok bisa dipanggil Jlamprong, ya?" bisiknya lagi yang membuat mata Janaka kembali membulat.

"Yo ndak tau," jawab Dawala. "Orang dari kecil kok."

"Apa waktu kecil jelek banget, ya?" tanya nya kembali yang dijawab oleh Bratasena.

"Kelihatannya," ujar Bratasena

Janaka balik kanan hendak menghardik punakawan yang iseng-Nya kelewatan itu. Namun dicegah oleh Bratasena.

"Udah, udah...," ujar Bratasena menahan pundak Janaka.

"La," panggil Astrajingga.

"Hmm?" timbal Dawala.

"Kalau Bapak Badranaya tanya aku kemana, kamu jawab aja aku ada rapat, ya," ujar Astrajingga yang entah merencanaka apa.

"Ya," sahut Dawala. "Kamu mau pulang?" tanya Dawala menyimpan ponselnya di dalam saku.

"Pulang sekarang aja aku," jawab Astrajingga.

"Gak tunggu nanti aja? Pas Den Antasena ditemukan sama Diajeng Janakawati?" tanya Dawala memastikan.

"Gak, pulang sekarang aja. Biar aku jalan pelan-pelan," ujar Astrajingga.

"Yaudah," sahut Dawala menanggapi pernyataan Astrajingga.

Astrajingga berjalan pelan-pelan menuju pagar kesatrian. Ketika sampai diluar pagar, Astrajingga mengambil ancang-ancang, bersiap berlari kencang meninggalkan kesatrian. Pada saat itu juga, Astrajingga berteriak panjang, "JLAMPROOOONNNGGG!!!!!....." teriaknya kemudian berlari meninggalkan kesatrian. Ia memberhentikan angkutan kota berwarna kuning dan hijau bertuliskan "Hastinspura-Jodhipati".

Janaka berbalik kemudian berlari kencang mengejar Astrajingga, namun sayangnya Astrajingga sudah masuk kedalam angkutan kota tersebut dan Janaka tidak melihatnya. Janaka bertanya kepada Dawala, "Astrajingga kemana?" tanya-Nya.

"Lha itu tadi, udah bablas,"jawab Dawala menahan senyum gelinya.

"Lihat saja besok malam," gumam Janaka yang kembali ke tempat semula.

Cakrawangsa cekikikan menyimak kejadian otrang-orang terkasihnya. "Besok kalo Astrajingga ikut, dihajar Tuan Janaka-- eh, nanti aja deng aku BBM," Cakrawangsa bergeming menuju Dawala.

"BBM? ngapain BBM?" sahut Dawala sewot. "Udah gak jaman BBM."

"Weh..., punyaku masih aktif," balas Cakrawangsa.

"Kamu tuh chatting-an sama siapa?! Orang BBM udah gak operasi kok punyamu masih dibuka terus," ujar Dawala sewot.

"Pantes aja beberapa bulan ini gak ada orang PING!!" gumam Cakrawangsa.

Pertemuan yang random itu pun akhirnya berakhir begitu saja. Samba, Kresna, dan Narakasura pulang kembali ke kota Dwarawati, provinsi Dwaraka, punakawan-punakawan beristirahat pada balai-balai kecil dalam taman kesatrian yang menyejukkan mata dan pikiran. Hingga akhirnya ditempat itu, hanya tersisa Bratasena dan Antasena dengan beberapa luka memar dan baretnya.

AntasenaWhere stories live. Discover now