6: Surat

131 26 1
                                    

"Wah ternyata Mas Suryanarada seromantis itu, ya," gumam Janakawati yang sedang melangsungkan panggilan suara dengan kakak perempuannya, Pergiwa. "Lalu setelah mengalahkan Mas Lesmana, apa yang terjadi?"

"Lesmana mengadukannya kepada Ayah, dan kami disidang," jawab Pergiwa dalam panggilan suara. "Lalu Mas Suryanarada bilang bilang jika dia rela dibunuh bahkan dipenggal kepalanya di tangan Ayah, karena Ayah bilang kalau aku sudah untuk Mas Lesmana dan Mas Suryanarada menculikku."

Janakawati senyum-senyum sendiri membayangkan kisah percintaan kakak perempuannya dengan kakak sepupu laki-lakinya itu. Begitu manis, hingga pipi Janakawati memerah dibuatnya.

"Apa nanti, calon mempelai priaku akan semanis itu?" gumam Janakawati yang terekam dalam panggilan suara.

"Aku rasa, Antasena tak jauh beda sifatnya dengan Kakang Suryanarada," sahut pergiwati agak menekankan panggilan sayang untuk suaminya. Mereka berdua tertawa senang kala bergurau soal percintaan.

"Apa sih yang bikin Mbak secinta itu sama Mas Suryanarada?" pertanyaan yang sudah Janakawati umpat sejak tadi, akhirnya bisa ia luapkan.

"Ya, kamu tahu lah, Kakang Suryanarada tuh orangnya gagah, tegas, berwibawa, berkarisma, berjiwa kesatria juga, siapa sih yang gak tertarik?" timbal Pergiwa membanggakan kepunyaannya.

"Sama kaya Bapaknya ya?" gurau Janakawati.

"Astaga, Janakawati," sambar Pergiwa. "Jangan bilang kamu suka sama Paman Bratasena," gurau Pergiwa.

"Ya kali," timbalnya kesal.

"Eh tapi, kalau dilihat, Paman Bratasena itu vibesnya sugar daddy banget loh," ujar Pergiwa dengan nada penuh pertimbangan. "Badannya tinggi atletis, kulitnya sawo matang hitam manis, wajahnya juga awet muda dan terlihat kukuh, berasa usia dua puluhan gak sih?"

"Yeh, udah dapet Mas Suryanarada masih ngincer Bapaknya," sambar Janakawati. "Aku bilangin ke Mas Suryanarada nih," ucapnya sembari menambahkan Suryanarada dalam room panggilan suara.

"Heh, heh, a-aku kan cuman bercanda," Pergiwa panik setelah nampak tulisan 'berdering' pada akun suaminya. "A-aku udah dulu ya, bye," Pergiwa langsung menutup panggilannya.

"Tumben nelpon?" tanya Suryanarada dingin.

"Oh, enggak, tadi Mbak Pergiwa minta martabak tapi gak ngyebutin rasa," timbal Janakawati dengan nada anggun yang mencerminkan kepribadiannya sebagai puteri dari Janaka.

"Oh," Suryanarada menutup panggilan tersebut dengan singkat. Panggilan suara berakhir begitu saja, Janakawati merebahkan tubuhnya di kasur kamar tidurnya sembari mendekap guling.

Saat Janakawati memejamkan matanya bersiap untuk tidur, terdengar ada yang mengetuk-ngetuk jendela kamarnya. Janakawati membuka matanya sejenak untuk memperhatikan suara ketukan itu benar berasal dari jendela kamarnya atau hanya halusinasi semata setelah ia terbawa perasaan mendengar kisah cinta kakaknya, Pergiwa dan Suryanarada.

Tidak terdengar suara apapun di balik jendela, Janakawati kembali memejamkan matanya, kembali terdengar ketukan tersebut agak keras dan tergesa-gesa. Janakawati berdecak kesal kemudian membuka jendela kamarnya dengan kasar sembari uring-uringan dibuatnya. Tak disangka jendela yang dibukanya menghantam wajah kakaknya.

"Loh? M-Mas Wisanggeni? Ngapain malem-malem-"

"Biarkan aku masuk," sergah Wisanggeni yang langsung menerabas masuk lewat lubang jendela yang tidak ditralis.

"Ish, ngapain sih? Keluar gak?" Janakawati memukul-mukul lengan Wisanggeni hingga kakak laki-laki sebapaknya itu merungkut. "Keluar atau aku teriak panggil Ayah?!" bentak Janakawati yang malah kedengaran imut.

AntasenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang