5: Samba

148 27 12
                                    

Samba Wisnubrata, dari kota Dwarawati mengendarai mobilnya menuju kota Mandura untuk menemui Ayahnya, Kresna. Niat Samba ke kota Mandura adalah meminta restu untuk meminang puteri Madukara tidak lain dan tidak bukan adalah Janakawati.

Samba mendapatkan informasi tersebut dari teman-temannya yang pulang tugas dari kota Madukara sebagai pegawai di kantor pemerintahan kota Madukara. Mendengar kabar yang berseliweran tersebut, Samba berniat untuk meminangnya yang didasari dengan rasa suka dan kecocokan dalam hatinya.

Sesampainya di Mandura, tepatnya di kediaman Kresna, Samba langsung menghadap Ayahnya dan melakukan sungkem. Sang Ayah menyambut kedatangan anak sulungnya itu dengan hangat.

"Ada apa kok tiba-tiba datang ke sini?" tanya Kresna.

"Saya mau meminta restu untuk meminang Janakawati, dari Madukara," sahut Samba terus terang dan terdapat tekad yang bulat di dalam nada bicaranya.

"Nampaknya kamu sudah yakin," timbal Ayahnya, Kresna. "Terimalah restu dariku, tapi, aku tidak bisa menemuimu ke Madukara karena ada pertemuan tepat besok lusa."

Samba terdiam bingung menggaruk-garuk tengkuknya. Dia harus memberanikan diri untuk melamar Janakawati sendirian tanpa ada yang menemani, disisi lain ia juga takut bila harus di adu dengan calon mempelai pria lainnya, mengingat Samba adalah anak rumahan yang dimanja, bekerja di perkantoran, takut mencoba hal baru, tidak seperti pria lain yang lebih suka dunia luar yang bebas. Justru Samba malah suka dunia yang dianggap "Kerangkeng" oleh orang-orang ketimbang keluar dari zona nyaman.

"Lalu aku harus bagaimana?" tanya Samba bingung.

"Begitu aja kok bingung," Kresna masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Samba yang berada di ruang tamu. Samba memimirkan apa yang hendak Ayahnya lakukan. Tak lama setelah itu Kresna keluar membawa kalung tali berwarna hitam yang disimpul bagian sambungannya, dengan liontin emas berbentuk bunga dan terdapat permata kecil berwarna merah muda. Entah kenapa Samba familiar dengan liontin itu, semakin lama dipandangnya, semakin manis saja bentuk liontinnya.

"Hus, jangan dilihat lama-lama di bagian permatanya," gumam Kresna mengusap mata Samba yang tatapannya terlihat kosong.

"Memangnya kenapa?" tanya Samba mengerjap-ngerjapkan matanya. "Liontinnya cantik," Samba menjukurkan tangannya hendak meraih kalung tersebut. Kresna menjauhkannya saat mengetahui kalungnya itu hendak diambil puteranya.

"Sebentar aku jelaskan dulu," gumam Kresna menepis tangan Samba. Samba menatapnya kebingungan.

"Saat kamu berhadapan dengan Janaka, pakai kalung ini agar terlihat berwibawa, saat berhadapan dengan Janakawati sisir rambutmu menggunakan tangan agar semakin lama dipandang semakin berkarisma seperti tadi saat kamu menatap liontinnya," jelas Kresna sejelas-jelasnya, kemudian memberikannya kepada Samba.

"Memangnya ini apa sih?" tanya Samba menerima kalung tersebut.

"Itu namanya Pusaka Sekar Wijayakusuma," jawab Kresna. "Satu lagi yang perlu kamu ingat, jika berhadapan dengan musuh, kalau-kalau kamu di adu dengan calon mempelai pria lain, genggam liontin itu dengan erat hingga terasa hangat, maka kamu akam kebal, nak," jelasnya sekali lagi. Samba tahu bahwa itu adalah hal yang licik, tetapi ia memang sedang membutuhka itu sekarang.

"Saya terima ya, Yah," ujar Samba sembari mengalungkannya ke lehernya. Ia sengaja mencoba menyisir-nyisir rambutnya didepan Ayahnya.

"Jangan disisir!" bentak Ayahnya. "Nanti aku suka sama kamu," sambungnya panik. Samba tertawa geli mendengar Ayahnya bergumam.

Kalu dilihat-lihat memang wibawa dan karisma Samba bertambah bila mengenakan kalung tersebut, tapi tidak menjamin lamarannya akan diterima oleh Janaka.

***

AntasenaWhere stories live. Discover now