12: Adu Jago

111 22 7
                                    

Pukulan demi pukulan dihantamkan kepada tubuh Antasena yang kokoh. Lesmana sangat berambisi untuk memboyong Janakawati sebagai istrinya. Pukulan, tendangan, seluruh tenaga dikerahkannya untuk itu.  Namun Antasena hanya diam tidak membalas serangan yang dilemparkan oleh Lesmana. Bukan karena ia tak mampu membalas, tetapi karena memang serangan Lesmana tidak berdampak apa-apa pada tubuhnya.

Satu bogeman mentah dihamburkan Lesmana tepat pada dada Antasena seraya ia bergumam, "Matu kamu!!". Melihat Antasena yang masih berdiri memasang kuda-kuda, Lesmana melanjutkan perkataannya, "Ayo jatuh!" ujarnya dengan gayanya yang agak feminim.

"Ya,'' jawab Antasena menahan senyum gelinya, pura-pura jatuh untuk melegakan hati Lesmana.

Kembali Lesmana menghantam kepala Antasena dengan sekuat tenaga dan berkata, "Awas! Pecah kepalamu!". Setelah itu Lesmana memuntir tubuh Antasena agar berbalik 180 derajat, namun karena Antasena sangat suka bercanda, ia membalikkan lagi tubuhnya hingga kembali berhadapan dengan Lesmana.

"Hadap sana," suruh Lesmana.

"Iya," jawab Antasena membalikkan tubuhnya, kemudian berlenggang santai membawa pertarungan ke tengah-tengah tanah lapang sembari mengulum senyum gelinya melihat Lesmana yang feminim berkelahi dengannya.

Setelah keduanya sampai ke tengah-tengah tanah lapang, keduanya pun sama-sama memasang persiapan menyerang dengan kokoh. Dengan gerakan yang masih bisa terbaca, Lesmana kembali melontarkan bogemannya ke arah dada bidang Antasena yang kini kancing bajunya terbuka karena jambakkan Lesmana saat menyeretnya.

"Mati kamu!!" seru Lesmana dengan suaranya yang melengking.

"Hah? Gimana?" gumam Antasena yang terdengar geli dari nada bicaranya.

"Mati!" timbal Lesmana dengan nada menyuruh.

"Ya," jawab Antasena mendengus geli, kemudian pura-pura jatuh telentang.

Dengan perbuatan Antasena yang terlihat main-main, Lesmana mulai kesal dan geram akan sifatnya yang benar-benar celelekan. Lesmana kembali menjambak kerah kemeja batik yang dikenakan Antasena. Antasena hanya menuruti keinginan kakak sepupunya itu. Tendangan keras dilayangkan Lesmana ke arah leher bagian belakang adik sepupunya, Antasena hanya maju dua langkah dari tempatnya berdiri, itupun dengan dibuat-buat.

Setelah menendangnya, Lesmana berlari kecil kemudian memuntir tubuh tegap Antasena hingga menghadap penuh ke arahnya. Dirangkulnya tubuh Antasena yang jelas jauh lebih besar dan lebih kuat darinya, ia berusaha sekuat tenaga untuk mengangkat dan membanting Antasena, hal tersebut juga dapat dirasakan oleh si calon korban bantingan Lesmana.

"Arghhh!!!!" erang Lesmana seraya berusaha mengangkat rubuh Antasena. "Berat," keluhnya dihadapan Antasena.

"Dibilangin kok ngeyel," sahut Antasena masih dengan nada gelinya.

Akhirnya pertarungan sengit antara Lesmana dan adik sepupunya mereda, sekarang ia yang menggiring Antasena kepinggir lapang dangan mendorong dan mendesak tubuh lawannya yang lebih besar itu. Berhentilah mereka di tempat yang agak teduh.

"Kamu kuat tapi kamu menyepelekan aku, Antasena!" seru Lesmana marah.

"Aku gak menyepelekan," sambar Antasena bahwa pernyataan itu tidak benar. "Orang kamu pukul aja aku tuh gak kerasa apa-apa, Kang." sambungnya menjelaskan apa yang dirinya rasakan.

Lesmana tertegun sejenak, kemudian Antasena kembali melanjutkan kata-katanya.

"Aku udah nurut aja lho. Kamu suruh jatuh, ya aku jatuh, kamu suruh mental, ya aku mental. Gimana? kurang bikin lega gimana coba aku-"

"Iblis laknat kau!!" seru Lesmana menyambar perkataan Antasena seraya melayangkan tendangan terbang tepat ke dada Antasena.

"Tuh kan, gak kerasa kan?" ujar Antasena yang memang diam saja saat telapak kaki Lesmana menghambur pada dadanya.

AntasenaWhere stories live. Discover now