20. Ketika

149 25 3
                                    

"Tau gitu gak usah pake baju kaya beginian!!!" gerutu Antasena kesal membanting blangkonnya dihadapan sang Ayah.

"Waa..., Jlamprong yang minta kamu berdandan kaya gitu!" jawab Bratasena sama kerasnya.

"Udah woyy, gak bosen apa dari tadi teriak-teriak mulu?!" Wisanggeni ikut masuk dalam konfliknya.

Bratasena dan Antasena dengan kompak menoleh ke arah Wisanggeni dan berseru "Diam!"

"Kampret lu semua!"

Suara gaduh kembali terdengar di lokasi pertunangan Antasena yang membuatnya kembali terusik, Antasena yang baru selesai membantu Wisanggeni memakai jaritnya langsung berlari keluar.

Ia disambut oleh pemandangan yang tak mengenakkan, namun menyenangkan baginya. Tenda, kursi, sound system, semua sudah hancur berserakkan dan para crew panggung berlarian kesana-kemari tak tentu arah.

Sekelompok preman bertubuh kekar dan beranting itu mengacaukan harinya. Terlihat Pragota dan Setyaki masuk kedalam kerusuhan, dengan ketangkasan dan kepiawaiannya berkelahi mereka dengan mudah menumbangkan satu persatu lawannya.

Salah satu crew melintas dihadapan Antasena dengan mimik wajah ketakutannya, ia menarik lengannya hingga langkah kakinya terhenti dengan mendadak.

"Ada apa disana?" tanya Antasena penasaran.

Dengan gemetar dan terengah, pemuda bertubuh kecil itu menjawab, "Preman-preman itu menyerang kami dan memporak-porandakan semua persiapan kami dari semalam."

"Siapa yang memimpin mereka? Beraninya main ke kandang macan," tanya Antasena tersenyum miring.

"Begawan Dorna, Raden," jawab pemuda tersebut dengan ketakutan. Antasena melepaskannya dan menyuruhnya mencari tempat berlindung.

"Bagaimana saya mau berlindung Raden? Bahkan saya tidak punya rumah. Hasil manggung saya tidak mencukupi kebutuhan saya," ujar crew panggung itu malah curhat.

"Lah terus anak istri gimana tidurnya?" tanya Antasena.

"Saya bujangan Raden," jawabnya kembali.

"Terus kalo pulang job kemana?" tanya Antasena lagi.

"Cuman dia rumah saya satu-satunya, tempat saya berpulang. Rumah yang paling nyaman," ujar si crew panggung itu menunjukkan lockscreen-Nya yang berwallpaper Hatsune Miku.

"Wibu lu!! Sana cepet cari tempat aman bukan malah curhat!!"

Terlihat pamannya Setyaki dan Pragota mulai kewalahan dengan banyaknya serangan dari segala arah, juga terdapat Suryanarada, Antareja, dan Abimanyu yang sedang membamtu kedua pamannya itu.

Dari belakangnya, Wisanggeni berlari dengan kencang kemudian melompat setinggi kepala preman-preman itu dan menerjang wajah mereka tanpa memperdulikan mereka semua mengenakkan dresscode yang membuatnya tak bebas bergerak.

Astrajingga meneriakki Antasena, dengan tubuh gempalnga ia berlari menghampirinya. "Den Antasena, aku tahu alasan kenapa Begawan Drona membawa anak buahnya kesini!!"

"Pastinya dibawah perintah Duryudana dan Lesmana," jawab Antasena. Astrajingga mengangguk-angguk, Antasena menjambak baju lurik punakawannya dan membisikkan sesuatu di telinganya. Tak lama mereka berdua tertawa-tawa seperti ada yang lucu disana.

***

Dorna bersembunyi di semak-semak yang memagari taman alun-alun Madukara nan indah dan sejuk, seraya mengamati kehancuran acara pertunangan orang yang telah melukai perasaan cucunya.

Dorna dengan puas berkata, "Lesmana akan sangat gembira melihat ini," seraya mengusam-usap tangannya.

Kedatangan Astrajingga mengejutkannya. Astrajingga berkata "jadi kamu biang keladinya."

AntasenaDär berättelser lever. Upptäck nu