"Kasihan," sahut Ettan menyaksikan hal itu seraya melipat kedua tangannya.

Tangan Daniel melingkar di bahu Ettan. "Sekolah kita terlalu bagus untuk anjing pesuruh seperti Jevan."

"Anak jalang!"

"Pembunuh!"

"Keluarga gue hancur karena nyokap lo, sialan!"

"Lo harus hancur!"

Umpatan demi umpatan kepada Jevan terus terucap dari bibir Ozi. Tak peduli darah Jevan menodai sepatu berwarna putih. Ia hanya ingin melampiaskan semua emosinya dan rasa sakit atas semua yang ayahnya lakukan terhadap dirinya dan sang bunda. Ozi merasa bodoh sebab tidak sadar bahwa Jevan adalah anak dari selingkuhan ayahnya.

Brak!

"HENTIKAN!"

"Apa yang kalian lakukan?! Sangat memalukan!"

Atensi keempatnya beralih pada pintu toilet yang dibuka dengan kasar. Pak Yusuf menatap murka kepada muridnya. Lain halnya dengan Louren yang berlari mendekat ke arah Jevan. Sebelum itu, ia mendorong tubuh jangkung Ozi agar menyingkir. Kedua kakinya menekuk hingga lututnya menyentuh lantai. Ditepuknya pelan pipi Jevan, berharap kelopak mata temannya tetap terbuka.

"Jevan, hei. Dengar gue, kan?"

Pandangan Jevan kian memberat, tapi dapat mendengar perkataan Louren meski samar. "Lo–Louren, s-saya–"

"Pak Yusuf!" seru Louren saat Jevan tak sadarkan diri.

Pria paruh baya itu mendekat ke arah kedua muridnya lantas berjongkok membelakangi. "Louren, bisa bantu letakkan Jevan di punggung saya?"

Louren menarik tubuh Jevan hati-hati di bantu pak Yusuf. Setelah dirasa posisi Jevan aman, pria itu bangkit dengan beban di punggungnya keluar dari toilet siswa diikuti Louren yang berjaga di belakang. "Langsung bawa ke rumah sakit, Pak."

"Tolong ambil kunci mobil di meja saya, Louren. Saya tunggu di parkiran khusus guru," titah pak Yusuf di tengah larinya.

"Baik, Pak." Louren segera berbelok ke arah kantor guru sesuai perintah guru wali kelasnya.

"Mati lo semua di tangan Jevan," desisnya.

***

wajah Ozi berpaling seiring pukulan telak yang didapatkannya tepat di sudut bibir. Tawa hambar terpatri di wajah angkuhnya saat sang ayah melayangkan satu tamparan saat ia baru saja pulang sekolah dan baru menginjakkan kaki di ruang tamu. Bagaimana bisa sang ayah menjadi ringan kepadanya?

"Apa yang telah kamu lakukan terhadap teman kelasmu, Ozi?!" gertak sang ayah, Affan.

Manik hitam itu menatap nyalang pada pria paruh baya dengan wajah memerah akibat menahan emosi. "Kenapa? Ayah merasa tersakiti saat anak tirinya disiksa dengan anak kandungnya?"

"Apa?" beo Affan. "Bagaimana kamu–"

"Bagaimana bisa tahu, heuh?" Ozi menyeringai seraya menyeka darah di sudut bibirnya. "Ozi sudah mengetahui semuanya, bahkan saat Ayah diam-diam berkunjung ke rumah Louren untuk merencanakan pembalasan atas semua yang terjadi pada Jevan."

Lelaki dengan seragam sekolahnya yang tampak kusut itu memalingkan wajah. "Sekarang, apa Ayah akan menghancurkan putra kandungnya sendiri demi melindungj putra tirinya?"

Wajah Affan pias. "Ozi, ayah hanya berusaha bersikap adil kepadamu dan–"

"DAN ANAK JALANG ITU, BENAR!?"  teriak Ozi menatap nyalang sang ayah. "KENAPA AYAH TIDAK MENYINGKIRKAN OZI SEPERTI YANG AYAH LAKUKAN TERHADAP BUNDA DEMI HIDUP BAHAGIA BERSAMA JALANG ITU?!"

JevandraWhere stories live. Discover now