Bab 88 Makan Malam

220 11 0
                                    

Adit dan Naira saling beradu pandang. Kedua sorot mata yang memiliki arti tersendiri. Di satu sisi mengisyaratkan kebingungan, sedangkan di sisi lain mengisyaratkan kemutlakan. Bagaikan langit dan bumi, yang sama-sama sulit di jangkau bagi keduanya.

Bersamaan dengan itu, tanpa keduanya sadari. Di tengah-tengah mereka sudah berdiri sosok laki-laki tua yang tangguh, yaitu Kakek Brata.

"Kalian?" tanya Kakek Brata, yang  menatap Adit dan Naira secara bergantian. Terlihat di raut wajahnya penuh dengan kepenasaran.

Spontan Adit langsung melepaskan tangan Naira dari cengkramannya. Mereka berdua sama-sama terkejut, akan kehadiran Kakek Brata yang datang secara tiba-tiba.

"Ka-kakek," ucap Adit gugup yang diiringi dengan gerak tubuhnya yang salah tingkah. Sedangkan Naira hanya tertunduk sembari meremas-remas ujung kemejanya, menyalurkan rasa keterkejutan dalam dirinya. 

"Dia siapa?" tunjuk Kakek Brata kepada Naira. Sedangkan Naira yang menjadi pusat perhatian Kakek Brata, seketika gelagapan tanpa bisa berkata apapun. 

"Emmmm, dia kekasih Adit, Kek. Benarkan, Sayang." Adit langsung meraih tubuh Naira dan memeluknya dari arah belakang. 

"E-engg, sa-saya." Naira kikuk, terkejut dengan apa yang Adit lakukan lakukan kepadanya secara tiba-tiba.

"Saya apa?" Kakek Brata pun semakin penasaran dibuatnya.

Spontan Adit langsung mencubit pinggang Naira, mengisyaratkan dia harus mengiyakan semua perkataannya.

"Iya, saya kekasihnya Adit, Tuan," jawab Naira Sembari meringis.

"Hemmm, berarti kalian sudah berpacaran sejak lama?" Senyum sumringah pun terpancar dari raut  wajah Kakek Brata.

"Kami baru berhubungan tiga bulan, Kek. Iya kan, Sayang?" Cup, Adit mengecup pipi Naira. Seketika Naira langsung menengok ke arah Adit, meminta jawaban dari apa yang dilakukan tuannya itu. Sedangkan Adit menjawabnya dengan pelototan kedua matanya.

"Benar, Tuan." Naira terpaksa mengiyakan perkataan Adit.

"Jangan panggil Tuan! Panggil saja Kakek. Nanti juga kamu akan menjadi bagian keluarga kami, Nak," ucap Kakek Brata sembari tersenyum ke arah Naira.

Naira membelalakkan kedua matanya, seakan tak percaya dengan apa yang telah didengarnya. Dia menelan ludah, membasahi tenggorokannya yang terasa kering.

"Ayo, duduklah dulu, Kek!" ucap Adit yang melepaskan tubuh Naira dari pelukannya. Kemudian memasukkan jari jemari tangannya ke sela-sela jari tangan Naira. Beriringan melangkah ke arah sofa. Sedangkan Naira hanya bisa pasrah saja, menerima segala perlakuan Adit kepadanya.

"Baiklah, Nak." Kakek Brata menganggukkan kepalanya, mengiyakan perkataan Adit. Kakek Brata tersenyum melihat kemesraan yang ditunjukan dari kedua pasangan muda-mudi itu.

"Kenapa kamu baru sekarang mengenalkan kekasihmu ini pada Kakek? Kenapa tidak sejak dulu saja kamu bercerita?" imbuh Kakek Brata sembari menjatuhkan tubuhnya di atas sofa.

"Naira belum siap, Kek. Dia orangnya pemalu," sahut Adit yang tangannya tetap memegang erat tangan Naira. Adit melirik ke arah Naira dengan kedipan matanya, dia memberi isyarat. Naira pun bagaikan kerbau yang dicocok hidungnya, menurut apa yang Adit perintahkan. Bayang-bayang wajah Ibunya yang tengah terbaring di rumah sakit, itu lah yang menjadi pemicu ketidakberdayaan Naira saat ini.

"Oh, jadi namanya Naira. Sungguh nama yang cantik, secantik wajahmu, Nak," puji Kakek Brata kepada Naira. 

Naira tersipu malu, rona wajahnya berubah memerah, demi menahan rasa malu yang tak bisa dia sembunyikan. 

Punya Suami Serasa Tak Punya SuamiWhere stories live. Discover now