Bab 22 Kamu Licik Aku Cerdik

1.2K 56 2
                                    

Sidang mediasi sengaja dihentikan, karena percuma tak ada titik temunya.

Antara pengacaraku dan pengacara Mas Bayu sepakat untuk melanjutkan lagi sidang perceraian ini. Tak akan pernah ada kata perdamaian dan kompromi lagi, tetap lanjut bercerai.

Selanjutnya aku tinggal menunggu panggilan sidang pertamaku.

Dan semuanya aku percayakan kepada pengacaraku.

Aku merasa puas atas lihainya kerja pengacaraku. Ternyata pengacaraku yang selalu didorong oleh Kak Arman sudah melakukan sesuatu yang tak pernah terpikirkan sebelumnya olehku.

Pengacaraku akan membongkar seluruh kebohongan Mas Bayu. Dia sudah menelusuri semua harta kekayaan Mas Bayu, yang selama ini dia sembunyikan dariku. Dan beberapa uang simpanan tunjangan dari kantor pelayarannya yang sudah jelas tertera atas namaku dan anak-anak. Jadi kami lah yang berhak atas uang tersebut. Tapi lagi dan lagi Mas Bayu menyembunyikan semuanya dariku. Entah apa yang ada di otaknya Mas Bayu? Hingga sebegitu teganya terhadapku dan anak-anaknya sendiri. Dan bodohnya juga aku tak mengetahui semua itu.

"Tiara, saya sudah menelusuri informasi semua kekayaan suamimu yang disembunyikan selama ini darimu," ucap pengacaraku seraya menyodorkan beberapa berkas laporannya mengenai semua data kekayaan Mas Bayu.

Aku menerima dan membacanya. Seketika mataku melotot kaget. Membaca dengan jelas satu persatu huruf bertuliskan semua harta Mas Bayu yang lumayan cukup banyak. Aku menggeleng-gelengkan kepala, tak percaya akan kebenaran yang sedang aku baca ini.

"A-apa ini?" tanyaku terbata kaget, karena setahuku Mas Bayu tak mempunyai harta apapun, kecuali sepeda motor dan seluruh perabotan yang ada di rumah ini saja, tak lebih. Bahkan rumah pun, kami masih menumpang di rumah Ibuku. Mana lagi kekayaan Mas Bayu? Apa pengacaraku berbohong.

 Pengacaraku tersenyum melihat raut wajahku yang terlihat begitu terkejut. Dia tahu, jika aku menganggapnya hanya mengada-ngada saja. Dan pengacaraku sengaja sejenak membiarkan pikiranku bertanya-tanya liar mengembara kemana-mana.

"Iya ini, semua harta suamimu.

Disini tercantum ada sebidang tanah seluas satu hektar di daerah Ngawi, beserta 10 bangunan yang sengaja di kontrakan di daerah Ngawi juga. Dan suamimu juga mempunyai usaha kios sayuran yang berlokasikan tak jauh dari rumah Ibunya. Dan yang terbaru suamimu juga sudah membeli satu unit mobil Kijang. Dan yang lebih besar lagi adalah uang simpanan tunjangan sebesar dua ratus juta dari kantor pelayaran dimana suamimu bekerja. Sudah jelas semua uang tunjangan itu tertera atas namamu dan anak-anakmu," terang pengacaraku. Dia menjelaskannya secara panjang lebar.

Wajahku langsung menegang. Kedua netra mataku penuh dengan amarah. Spontan aku langsung menelungkupkan kedua tangan ke wajah. Lalu diikuti dengan gelengan kepalaku.

Sungguh aku merasa dibohongi selama ini. Aku dan anak-anak hidup tertatih-tatih mencari sesuap rezeki agar kami bisa melangsungkan kehidupan. Sedangkan di luar sana, Mas Bayu dan keluarganya hidup bergelimangan harta.

Pikiranku berkelana ke mana-mana. Sekarang aku ingat kota Ngawi adalah tempat lahirnya Ibu Mertuaku. Pantas saja sewaktu dulu aku masih tinggal di rumah Ibu Mertuaku, sebulan sekali rutin Pade Harto selalu mengunjunginya. Ya, waktu itu aku tak menaruh curiga apapun, mungkin saja kedatangan rutin Pade Harto adalah hanya saling berkunjung dengan saudara saja. 

Setelah terbongkar semuanya, baru hari ini aku mengerti. Ternyata kedatangan rutin Pade Harto bukanlah untuk berkunjung menemui Ibu Mertuaku semata, melainkan untuk setor penghasilan dari kontrakan dan tanah yang ada di Ngawi tempat Pade Harto tinggal. 

Aku manggut-manggut paham. Mengapa Mas Bayu menyembunyikan semua harta kekayaannya di kampung Ibunya, tak lain adalah untuk mengelabuiku saja. Karena pasti mereka akan mengatakan itu adalah harta warisan Ibu Mertuaku, peninggalan dari nenek buyutnya. Sungguh cerdik dan liciknya mereka. 

Punya Suami Serasa Tak Punya SuamiWhere stories live. Discover now