Bab 70 Rencana Jahat

488 19 1
                                    

Acara pergelaran-pergelaran resepsi pernikahanku yang lainnya belum kunjung usai juga. Ini sudah memasuki hari ke tiga, berarti ini adalah hari terakhir acara pergelaran-pergelaran itu dilaksanakan.

Hingga waktu pun tak terasa sudah kian berganti. Tengah malam hari ketiga, semua acara sudah selesai digelar. Semua orang para pekerja sibuk membereskan dan merapikan kembali rumah Kakek Brata.

Keesokan harinya benar-benar aku sudah tidak tidak bisa menunda lagi kepulanganku. Pagi-pagi sekali aku sudah mempersiapkan segalanya. Kedua anakku pun sudah aku urus sejak pagi buta sekali. Hanya saja tinggal menunggu kesiapan Mas Bayu saja.

Aku sekarang berada di dalam kamar dan tengah membereskan semua pakaian Rizki dan Bilar, memasukkannya ke dalam koper. 

Sedangkan Mas Bayu tengah berganti pakaian di ruang ganti, yang ada di sudut kamar. Tak lama Mas Bayu pun sudah selesai berganti pakaian. Dia berjalan menghampiriku.

"Sayang, benaran kamu mau pulang ke rumah?" tanyanya yang kemudian duduk di sampingku, di tepi tempat tidur.

"Iya lah, Mas, aku khawatir dengan usahaku yang di sana," jawabku sembari tetap kedua tanganku sibuk memasukkan baju-baju Rizki dan Bilar ke dalam koper.

Mas Bayu menghela nafasnya sejenak, kemudian meraih tanganku dan meletakkannya diatas pahanya.

"Sayang kenapa kamu harus repot-repot bekerja? Bukankah penghasilanku sudah lebih dari cukup untuk menghidupi keluarga kita?" tanyanya dengan tatapan tajam menatapku.

Aku menarik nafasku panjang, sejenak aku terdiam, tak langsung menjawab pertanyaan Mas Bayu, tapi beberapa saat kemudian, aku pun memulai ucapku kembali.

"Mas, aku tak mau selalu mengandalkanmu. Aku sedari dulu sudah terbiasa hidup mandiri, berusaha sendiri. Jadi jika sekarang aku harus melepaskan semua usahaku begitu saja, rasanya perjuanganku selama ini yang telah kurintis dari nol itu sia-sia, Mas," ucapku seraya tersenyum manis kepadanya dan membalas pegangan tangan Mas Bayu.

"Ya, baiklah untuk sekarang kita akan pulang dulu ke rumahmu, tapi setelah itu ...?" Mas Bayu menghentikan ucapannya, seperti ada suatu keraguan untuk dia ucapkan.

"Tapi setelah itu apa, Mas?" Aku kembali mengulangi lagi pertanyaannya, dengan raut wajahku penuh dengan kepenasaran.

Terlihat Mas Bayu tersenyum nakal ke arahku.

"Ya, setelah itu kita bersama-sama lagi kembali kesini. Ingat harus nurut sama suamimu ini. Aku tak ingin mendengar ada bantahan apapun darimu." Mas Bayu langsung memeluk tubuhku dari arah samping.

Aku yang mendengar jawaban dari Mas Bayu seperti itu, langsung kaget dibuatnya. Kedua netra mataku langsung melotot ke arah Mas Bayu.

"Mas, kamu ini apa-apaan sih? Menyuruhku kembali ke sini, terus usahaku siapa yang akan mengurusnya? Pokoknya aku tak mau, Mas, jika harus meninggalkan usahaku," dengusku kesal, dengan gerakan tubuhku meronta ingin melepas pelukan Mas Bayu dari tubuhku.

"Apa kamu ingin melihat aku mati menahan rindu pada kalian. Sayang semua perusahaanku ada di sini, jadi aku tak mungkin harus balik ke kota asal kita. Biarlah usahamu kita percayakan kepada pegawaimu saja, tapi itu pun akan tetap ada dalam pengawasanmu," ucapnya yang semakin memperat pelukannya ke tubuhku, tak sedikitpun memberikan kelonggaran untukku bernafas.

"Ihhh, Mas." Aku merajuk manja kepada Mas Bayu.

"Sudah, sudah, tak ada penawaran lagi. Jika nanti kamu di sini merasa bosan di rumah terus, nanti aku ijinkan kamu untuk membuka usaha di di sini?" Kini kedua tangan Mas Bayu memegang wajahku dan mendekatkannya ke wajahnya.

Punya Suami Serasa Tak Punya SuamiWhere stories live. Discover now