Bab 40 Silsilah Darah Biru

482 23 0
                                    

Mas Bayu dan Adit kini sama-sama menatapku.

"Ada apa?" tanyaku heran pada Mas Bayu dan Adit.

"Tiara, kita akan tetap melanjutkan lagi perjalanan ini, tapi ..." 

"Tapi apa, Mas?" Aku sengaja memotong ucapan Mas Bayu.

"Kita akan memilih jalan lain untuk perjalanan ke Ngawinya." Mas Bayu sengaja merendahkan suaranya, bahkan hampir tak terdengar. Dengan kepala yang menengok ke kanan dan ke kiri, seperti takut ada yang mendengarnya.

"Sepertinya perjalanan kita ke Ngawi sudah ada yang memantau. Kecelakaan yang sempat terjadi pada kita, itu murni bukan kecelakaan biasa, tapi sudah ada yang merencanakannya," ujar Adit, kini dia angkat bicara.

"A-apa? Berarti kita dibuntuti pen-penjahat?" tanyaku dengan penuh keterkejutan yang amat luar biasa.

"Aku tahu para penjahat itu sedang memantau gerak-gerik kita saat ini. Aku akan mengecoh para penjahat itu, seolah-olah kita akan menghentikan perjalanan ini dan terlihat kita akan putar balik arah." Mas Bayu menatapku dan Adit bergantian.

"Bagaimana bisa?" Sku bingung dan tak mengerti apa yang akan dilakukan Mas Bayu itu.

"Aku tahu arah menuju ke Ngawi tanpa penjahat itu bisa melacak keberadaan kita." Senyum menyeringai terlihat di wajah Mas Bayu.

"Ayo, kita pergi sekarang! Ibu sudah jenuh dari tadi begini terus." Ibu mengomel kesal, karena perjalanan ini harus terhenti.

"Yu, Bay, kita lanjutkan lagi sekarang!" ajak Fajar yang sudah berdiri dan siap-siap bergegas ke luar dari restoran ini. Yang kemudian diikuti oleh teman Mas Bayu yang satunya lagi.

"Baiklah, semuanya kita akan lanjutkan lagi perjalanan ini! Dit, aku percayakan Tiara dan semuanya padamu," titah Mas Bayu serius seraya menepuk pelan pundak Adit.

"Iya." Adit menganggukkan kepalanya.

Dengan penuh kehati-kehatian Mas Bayu mengomando kami semua agar tak terlihat mencurigakan oleh pihak musuh.

Mas Bayu dan kedua temannya keluar lebih dulu. Kemudian selang beberapa menit, baru lah aku dan rombonganku keluar.

Terlihat mobil Mas Bayu sudah melaju.

Dan aku pun bersama rombonganku sudah berada dalam mobil dan sudah siap melaju.

Adit rupanya sekarang lebih berhati-hati dalam melihat keadaan sekitarnya. Tapi yang membuat aku aneh, ini bukan jalur yang biasa dilewati untuk ke Ngawi. Malah tampak seperti berputar-putar saja. Pikiranku mulai kacau.

"Dit, kok jalannya seperti bukan jalur ke Ngawi? Perasaan baru sekarang aku melewati jalur ini." Aku melirik ke arah Adit yang terlihat  sedang fokus menyetir.

"Bayu sengaja menyuruhku lewat jalur ini, agar bisa mengecoh para penjahat itu. Memang tak banyak orang yang tahu jalur ini," terang Adit yang sekilas melirik ke arahku, kemudian dia fokus lagi menyetir.

"Oh…." Aku membulatkan mulutku.

"Banyak nanya aja kamu, Tiara. Sudah ikuti saja Adit, mau kemana dia membawa kita. Ini juga kan gara-gara si kutu kupret itu, membawa kita dalam masalahnya." Rupanya Ibu tetap saja menyalahkan Mas Bayu akan keinginannya itu untuk mengajak kami ke Ngawi.

"Ibuuu ... cukup!" Aku menengok ke arah Ibu yang terlihat bibirnya manyun dan tak lepas dari wajahnya yang masam itu.

"Yang penting kita kan sampai ke Ngawi dengan selamat, iya kan?" Adit menengahi adu mulut antara aku dan Ibu.

Punya Suami Serasa Tak Punya SuamiWhere stories live. Discover now