Bab 14 Kejutan Di Pagi Hari

582 32 0
                                    

Adegan menantu durhaka itulah yang menjadi bahan pembicaraan para tetangga. Siapa lagi dalang dari biang gosip ini kalau bukan Bu Suketi alias Bu Ara. Pasti dia sudah keliling komplek untuk melancarkan aksinya itu.

Jika di waktu pagi, para Ibu-Ibu biasanya berbenah di rumah dan menyiapkan sarapan untuk anggota keluarganya, tapi lain halnya dengan Bu Ara, dia akan bergosip pagi-pagi buta di tempat biasanya  dia mangkal. Di warung Bu Dewi atau di tukang sayuran Pak Mardi lah tempat yang dia senangi untuk bergosip, karena disana tempat berkerumunnya para Ibu-Ibu.

"Eh, Ibu-Ibu tahu nggak? Kemarin tuh saya lihat," ucap Bu Ara sedang memulai aksinya itu.

"Lihat apa sih Bu ara?" tanya Bu Marni penasaran.

"Itu tuh, kemarin saya tidak sengaja lihat Bu Tiara nendang Ibu Mertuanya loh," jawab Bu ara seraya mengacung-acungkan sayuran yang dipegangnya.

"Ah, masa sih, Bu?" tanya Bu Dewi si pemilik warung sayuran itu tak percaya.

"Iyalah, Bu, benar. Saya lihat dengan mata kepala saya sendiri. Ibu Mertuanya menangis, kasihan," jawab Bu Ara meyakinkan.

"Padahal Ibu Mertuanya baik banget. Tuh buktinya usaha komputernya di modalin sama Ibu Mertuanya," ucap Bu Marni yang menimpali ucapan Bu Ara.

Rupanya mereka adalah konco-konco Ibu Mertuaku. Dia pasti sudah membalikkan fakta. Jika dia datang ke rumahku pasti dia akan terus berghibah mengenaiku sesuka hati.

"Tapi kelihatannya Bu Tiara orang baik," bantah Bu Dewi. Yang memang pada dasarnya Bu Dewi selalu berpihak padaku.

"Kalau Bu Tiara orang baik, pasti dia nggak bakalan kayak gitu ke mertuanya, loh jeng," ucap Bu Ara yang mulai menghasut Bu Dewi.

"Ihh ... amit-amit yah punya mantu kayak gitu," ucap Bu marni,  sambil menggidikkan kedua bahunya.

Bu Dewi si pemilik warung sayuran tersebut hanya menggeleng-gelengkan kepala dan beristighfar berkali-kali.

         

   

           ****

        Brugg ...  

Suara keras terdengar dari pagar halaman rumahku, membuat aku terlonjak kaget. Aku yang sedang sibuk menjemur pakaian langsung menoleh ke arah suara tersebut. Rupanya Bu Ara yang sudah membuat kegaduhan tersebut. Dia sengaja membuka pintu pagar halaman rumahku secara kasar. Padahal membuka secara pelan pun tanpa menimbulkan suara keras, sebenarnya dia bisa. Tapi memang itu sudah menjadi tabiatnya Bu Ara, kurang sopan dalam bertamu ke rumah orang.

Dia berjalan tergopoh-gopoh menuju ke arahku.

"Emm ... Bu Tiara tumben kok sepi, biasanya banyak anak-anak yang kursus disini," ucap Bu Ara basa-basi, sambil celangak-celinguk melihat sekitar rumahku.

"Iya kan, sekarang masih jam  setengah 7, belum waktunya masuk kelas dong, Bu," jawabku datar.

"Oh ... gitu ya, Bu," jawabnya singkat seraya mengibas-ngibaskan tangan ke rambutnya yang gimbal itu. Yang sudah tercium bau apek oleh hidungku. Aku pun bergeser beberapa langkah ke samping, sengaja sedikit menjauh dari Bu Ara, karena tak tahan dengan bau apek dari rambut Bu Ara itu.

"Iya, Bu," sahutku pun singkat.

"Enak ya, Bu, punya tempat kursus sendiri. Uang ngalir terus kayak air," ucapkan ketus, seraya menyunggingkan bibirnya ke samping, tampak terkesan dia iri kepadaku.

"Iya, Bu, alhamdulilah semoga rejeki saya selalu lancar, amin ..., " ucapku sambil mengusapkan kedua telapak tanganku ke wajahku. Sedangkan Bu Ara yang melihatku tenang-tenang saja bahkan mengaminkan jawabanku sendiri. Tampak dia sedikit cemberut, entahlah kenapa begitu?

Punya Suami Serasa Tak Punya SuamiWhere stories live. Discover now