Bab 68 Persiapan Pernikahan

425 13 2
                                    

Hari ini aku berencana akan pulang ke rumahku. Sudah terlalu lama aku tinggal di rumah Kakek Brata. Masih banyak yang harus aku bereskan di sana. Perihal yang menyangkut segala usahaku, itu dominan yang menjadi beban pikiranku. Aku tak ingin terlalu berlama-lama mempercayakan semua usahaku kepada karyawan-karyawanku. Tak semua hati itu akan berpihak kepadaku, dan begitupun perihal usahaku. Siapa sangka di belakangku nanti akan ada orang yang ingin menjatuhkan usahaku. Maka dari itu aku putuskan ingin kembali lagi ke rumahku. Dan sekolah Rizki itu juga yang menjadi salah satu beban pikiranku, bagaimana tidak? Sudah berminggu-minggu Rizki tidak masuk sekolah dan itu akan semakin Rizki jauh tertinggal dalam belajarnya.

Setelah selesai berhias diri, aku sekarang berencana akan menemui Mas Bayu di ruang kerjanya, karena hari ini kebetulan dia tak berangkat ke kantor.

Aku langkahkan kakiku menuju ruang kerja Mas Bayu. Pintu ruang kerja Mas Bayu pun sudah terlihat depan mata. Kuputar gagang pintu, dan ceklek pintu pun sedikit terbuka. Aku tak langsung serta merta masuk ke dalam ruangan, kupastikan Mas Bayu ada di dalam ruangan tersebut.

Ternyata Mas Bayu ada di dalam ruang kerjanya. Terlihat dia sedang duduk menghadap ke layar laptopnya, dan berkas-berkas putih yang menumpuk, yang selalu setia menemaninya dalam kesibukannya.

Kuketuk pintu sambil mengintip akan keberadaannya dari belakang.

"Mas." Aku mengetuk pintu sembari memanggilnya.

Mas Bayu pun menghentikan aktivitasnya dan menengok ke belakang ke arahku.

"Sini masuk!" Mas Bayu tersenyum ke arahku dan melambaikan tangannya.

Setelah mendapat respon yang baik dari Mas Bayu, lantas aku pun melangkah masuk kedalam ruangan. Menghampiri Mas Bayu yang tengah duduk.

Aku duduk menghadap tubuh Mas Bayu yang terhalang oleh meja kerjanya.

"Tumben datang kesini, ada apa?" tanyanya dengan raut wajah penuh selidik kepadaku.

"Emmmm ... anu, Mas," jawabku ragu. Aku menggigit bibir bawahku, sedikit ragu untuk mengatakannya. Lama aku berpikir, menimbang-nimbang kata yang pas untuk aku ucapkan, tak ingin membuat hati Mas Bayu tersinggung.

"Tiara, ada apa?" Suara Mas Bayu sedikit serius.

Aku tersentak. Wajahku terlihat gelapan, karena reaksi spontan dari tubuhku.

"A-anu, Mas." Aku gugup dengan reaksiku yang tersenyum dipaksakan.

Mas Bayu yang melihat reaksiku seperti orang yang ketakutan. Dia pun beranjak dari kursinya, kemudian melangkah berjalan ke arahku. Mas Bayu meraih tanganku dan membawaku ke sofa yang tersedia di ruangan tersebut.

Mas Bayu mendudukkan tubuhku secara lembut. Tak henti-hentinya dia terus menatap wajahku.

"Tiara, bicaralah! Aku akan mendengarkannya," ucapnya dengan senyuman hangat yang terukir di wajahnya.

Aku pun membalas senyuman hangat Mas Bayu, dan menatap lekat kedua matanya. Mencari sinar ketulusan di netra matanya. Setelah aku merasakan keyakinan ada ketulusan yang terpancar dari netra matanya. Maka aku pun memberanikan diri untuk berucap, berterus terang kepada Mas Bayu.

"Mas, aku berencana akan pulang besok," ucapku dengan intonasi suara yang setenang mungkin.

Terlihat Mas Bayu menarik nafas panjangnya. Dia terdiam sejenak, tak langsung menanggapi perkataanku. Dia mengatupkan kedua tangannya ke wajahnya, seperti ada sesuatu yang berat menghimpit hatinya.

"Pulang?" Mas Bayu memastikan kembali perkataanku dengan sedikit memicingkan matanya.

"Iya, Mas. Aku khawatir dengan usahaku. Sudah terlalu lama aku mempercayakannya kepada pegawaiku. Aku takut nanti akan terjadi sesuatu yang tak diinginkan, Mas." Aku berucap dengan berusaha meyakinkan hati Mas Bayu.

Punya Suami Serasa Tak Punya SuamiWhere stories live. Discover now