49

292 4 0
                                    

Happy reading 🌷

"Sayang, ini udah semua kan kamu packing?" ucap Grey, yang kini tengah sibuk menutup koper miliknya.

"Udah Mas, yang ini juga udah," balas Ana dengan senyum tipis.

Tiga bulan yang lalu, Ana memang mencoba untuk mengubah caranya memanggil Grey, ia memanggil suaminya Mas karena menurutnya tidak sopan jika ia tetap memanggil sang suami dengan hanya namanya saja.

Tiga bulan ini juga, Grey berhasil mengembangkan perusahaan ayahnya. Cowok itu bahkan sudah bisa membeli beberapa aset dari hasil tabungannya, serta menyiapkan bulan madu mereka.

"Sayang, ini sebentar lagi jemputannya datang. Kamu sudah siap kan?" tanya Grey, untuk memastikan bahwa istrinya sudah siap. Karena, sejak karirnya bersinar, cowok itu sering mengajak Ana makan malam dengan para kolega atau mengikuti acara-acara formal. Sehingga, Ana sedikit terobsesi dengan mengurus penampilannya.

Anggukan dari istrinya membuat Grey tersenyum senang. Ia ingin selalu melihat senyum di wajah Ana, meskipun keinginan istrinya masih belum terwujud, ia berjanji. Di bulan madu kali ini, ia tidak akan lelah berusaha sampai bisa mewujudkannya.

"Akhirnya kita bisa liburan," ucap Ana, usai memasuki mobil.

Grey tersenyum sambil merangkul istrinya. Mencoba membuat Ana rileks karena akan ada kejutan besar untuk gadis itu.

"Toko kamu sama mommy gimana? Kamu kesusahan ga?"

"Puji Tuhan, toko lagi rame dan makin terkenal. Ga gitu kewalahan, tapi lumayanlah. Kayaknya nanti aku sama mom mau ngeluarin menu baru lagi"

Grey tersenyum mendengar cerita istrinya. Orang yang sempat ia khawatirkan karena memilih untuk tidak berkuliah itu, kini sedang mengambil program e-learning dengan mengambil jurusan yang berkaitan dengan membuat dessert. Selama Ana bahagia, ia tidak akan melarang. Yah, palingan kalau sudah hamil nanti baru dilarang.

Bulan madu Ana dan Grey di Paris. Dimulai dari mengunjungi menara eiffel dimana mereka mengulang momen kedua orang tua Ana di sana.

Grey tidak begitu peduli dengan anak, ia hanya ingin bersama dengan Ana selamanya. Istrinya itu sangat berarti untuknya, mengingat bagaimana mereka berjuang bersama. Ia berjanji, tidak akan pernah membuat Ana terluka atau sampai mengecewakan wanita kesayangannya itu.

Selama di Paris, mereka mengunjungi banyak tempat bersama. Mereka berjalan di taman Tuileries, berkeliling Louvre, hingga berbelanja di Avenue Montaigne.

Suasana romantis yang mereka alami sangat luar biasa. Pada malam hari, mereka berdua semakin dekat dan saling mencintai. Di setiap foto yang mereka ambil selama bulan madu mereka di Paris, Grey dan Ana tersenyum bahagia. Membuktikan bahwa mereka benar-benar sudah melepaskan beban yang mereka hadapi di masa lalu, mereka sadar bahwa kekuatan cintalah yang membawa mereka hingga bisa sedekat dan sekuat sekarang. Mereka bukan lagi Grey dan Ana yang lemah atau labil. Mereka sudah mencapai versi terbaru mereka lewat masalah-masalah yang mereka hadapi selama ini.

Mereka melewati malam-malam yang romantis di kastil luar biasa seperti Versailles. Mereka menyaksikan matahari terbenam di Pont des Arts, merasakan keindahan pemandangan yang ada di sana.

Sama seperti sore ini, Grey memeluk Ana dari belakang, ketika mereka tengah menikmati keindahan sunset dari balkon hotel bernuansa kastil yang mereka tempati.

"Gimana? Honeymoonnya so far so good or?" tanya Grey, meletakkan dagunya pada pundak sang istri.

Ana tersenyum senang, wanita itu mengangguk pelan sambil mengelus pipi suaminya.

"Ini sih bukan good lagi. Tapi amazing. Kamu tuh yah bisa aja, ngasih kejutan jet pribadi, main ke eiffel sampe booking hotel kayak princess gini. Woah, baru tau aku kalo suamiku sekalinya romantis brutal banget serangannya kayak gini," jawab Ana masih dengan mata berbinar menatap sang suami.

"Ini ga seberapa. Kamu udah dapat hadiah paling berharga, hidup saya dan hati saya itu udah sepenuhnya buat kamu. Jadi, dibandingkan sama ini itu ga akan bisa dikalahkan," lagi, kata-kata Grey membuat Ana tidak henti-hentinya mengucap syukur dalam hati karena sudah dipertemukan dengan Grey.

"I love you, Grey. You're the best," ungkap Ana sambil memeluk Grey erat, menempelkan wajahnya pada wajah suaminya.

Grey tersenyum dan mengangkat badan istrinya. Ia menempelkan bibirnya pada bibir sang istri. "I love you too honey. You're the best," ucap Grey setelah mereka melepas ciuman yang begitu lama.

Keduanya pun berpelukan erat dan menikmati pemandangan yang tak akan pernah terlupakan itu. Matahari terbenam, sementara cinta keduanya menjadi semakin bersinar.

Grey dan Ana saling memandang sambil tersenyum. Hanya ada kebahagiaan yang bisa mereka rasakan saat itu. Keduanya menikmati kebersamaan mereka yang begitu romantis, terlepas dari apa yang sudah mereka korbankan untuk hal ini.

"Terimakasih sudah menjadi bagian dari hidupku. Aku bahagia karena kamu ada di sisiku," kata Grey lembut, lalu mengecup kening istrinya.

"Aku juga berterimakasih, Grey. Aku bersyukur bisa dipertemukan denganmu," ujar Ana dengan suara gemetar.

Kembali saling memeluk, menikmati kehangatan cinta yang tak ternilai harganya. Ini adalah momen yang tak akan pernah terlupakan. Dan dengannya, Ana tidak henti-hentinya mengucap syukur dalam hati. Saat itulah dia menyadari bahwa cinta tidak harus diukur dengan kata-kata, tetapi dengan tindakan. Ini adalah bagaimana Grey dan Ana menyatakan cinta mereka satu sama lain dan bagaimana mereka mendambakan keabadian untuk cinta mereka berdua.

***

Setelah sekian purnama
Yuhuuuu
Author-nim is back guys
Seneng banget" liat semakin banyak pembaca yang mau mampir dan turut membaca karya author yang satu ini.

Semoga kalian suka dan dapat banyak pelajaran yah dari kisah Ana dan Grey yang mungkin sebentar lagi tamat.

Jgn lupa vote sama komennya yang banyak yaa

CU next up!
Babayy

 [Wellington's 1] MY POSSESIVE GREYWhere stories live. Discover now