Epilog (2)

3.9K 538 118
                                    

JenLisa's Apartment, Cardiff, Wales, England.

Drrtt! Drrtt!

Sebuah ponsel yang terselip dibalik bantal, tampak bergetar.

Lisa, si empunya ponsel seketika langsung bergerak karna terkejut dengan getaran tersebut.

"Ck!"

Si Manoban berdecak kesal.

Jangan bilang ini adalah perbuatan si tupai lagi!

Keluhnya dalam hati seraya meraba bantal untuk mencari letak ponselnya.

Dan setelah menemukannya, benar saja apa yang menjadi dugaan Lalisa.
Dilayar ponselnya tersebut menampilkan sebuah pesan yang baru saja ia terima dari sahabatnya, Park Chaeyoung.

Stupid Chipmunk :
"Idiot, kau sudah bangun? Bagaimana dengan tadi malam? Apakah berhasil?"

Lalisa POV.

Haiistt!

Bruukk!

Aku meletakkan ponselku keatas kasur dengan gerakan setengah melempar akibat jengkel dengan kelakuan sahabatku itu.

Ini adalah pagi kedelapan, dimana ia melakukan hal yang sama setelah dua minggu aku berada di Inggris bersama istriku.

Dia terus menerus mengirimiku pesan yang bermakna pertanyaan konyol, dan justru semakin membuatku kesal tiap kali aku memikirkannya.

Bagaimana tidak, Chaeyoung selalu meminta aku melaporkan padanya jika aku sudah berhasil bercinta dengan Jennie.

Ya, bercinta dengan Jennie, wanita yang sudah kunikahi hampir tiga minggu yang lalu.
Yang mana, hal itu seharusnya sudah lumrah kami lakukan sebagai pasangan yang sudah menikah. Namun apa mau dikata, rupanya itu belum berlaku bagi kami.
Sebab istriku tiba-tiba saja menolak untuk melakukannya.

Jennie menolak. Benar-benar menolak karna dia takut.
Dan itu sungguh sangat menggelikan.

Kupikir amnesia hanya menghapus ingatan tentangku saja. Namun rupanya itu juga termasuk soal aktivitas seks seorang Kim Jennie.

Padahal dia adalah wanita yang hebat melayaniku di ranjang.
Tiba-tiba jadi mendadak kebingungan saat pertama kali aku menyentuhnya di malam pertama kami.

Flashback on

Ceklek

Jennie baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut basahnya yang baru saja ia cuci.

Ia menatapku, yang saat ini tengah berbaring di kasur.

Pandanganku yang semula tertuju pada tablet yang kupegang, kini beralih kepadanya. Kusunggingkan senyum simpul kepada istriku tercinta.

"Hey!" sapaku kemudian, dan disambut dengan ucapan yang sama darinya.

"Hey!"

Lantas kuangkat tubuhku untuk merubah posisi bersandar pada headboard ranjang. Dengan tablet dan pen yang masih kugunakan tentunya.

"Kau memiliki deadline?" tanyanya, yang tahu jika aku tampak sibuk dengan pekerjaanku.

"Ya. Tapi ini untuk minggu depan. Aku tidak harus mengerjakannya sekarang. Mian..." jawabku kemudian, dengan langsung meletakkan benda tersebut ke sisi ranjang.

"Eum, it's okay. Just go ahead."

"No, baby. It's fine."

"Tidak. Aku serius. Kau boleh melanjutkan pekerjaanmu. Bukankah lusa kita sudah harus berangkat ke Inggris? Setelah itu kau pasti akan disibukkan dengan perkuliahanmu. Bagaimana jika kau tidak punya waktu untuk mengerjakan semua deadlinemu?"

Deal?Where stories live. Discover now