8

3.7K 645 154
                                    

Lisa berdiri disebuah dinding yang menampilkan satu lukisan. Lukisan tersebut adalah gambar abstrak seekor kucing.

Keningnya berkerut seolah ada sesuatu hal yang mengganggu pikirannya saat ini.

Langkahnya lantas maju selangkah untuk memperhatikan lukisan tersebut dengan seksama.

"Kenapa ada disini?" gumamnya pada diri sendiri.

Dan disaat ia tengah bingung, tiba-tiba muncullah seorang laki-laki paruh baya yang kini datang menghampirinya.

"Lili..."

Lisa lantas menoleh kala nama tersebut dipanggil.

Ya. Karna Lili adalah dirinya.
Lisalah yang selama ini rutin menaruh lukisannya di galeri seni tersebut. Tempat dimana Jennie juga sering bertandang kesana dan tertarik pada lukisannya.
Namun keduanya tentu tak saling tahu.
Setidaknya sampai saat ini.

"Tuan Chen." jawab Lisa saat menyadari kedatangan pria yang menjadi penanggung jawab semua lukisan yang ada di galeri ini.

Pria itu lantas tersenyum. Dari ekspresi yang ditampilkan Lisa saat ini, ia sudah bisa menebak apa yang membuat wajah barbie itu seolah gelisah memikirkan sesuatu.

"Wae? Kau ingin memarahiku karna akhirnya aku memajang lukisanmu?"

Lisa tak enak hati untuk menjawab 'ya'. Tetapi memang itu yang saat ini dipikirkannya.
Dan akhirnya ia memilih untuk mengangguk.

Tuan Chen lantas tersenyum.

"Aku sudah tidak tahan melihat sebuah karya masterpiece yang hanya menyender saja disudut ruangan galeri ini. Padahal semua lukisanmu selalu layak mendapatkan dinding."

"Itu berlebihan, Tuan Chen."

"Sudahlah, Lili. Banyak orang hampir selalu memarahiku karna membiarkan lukisanmu tanpa frame dan dinding. Jadi mulai sekarang, dinding ini adalah tempat lukisanmu berada."

Lalisa kemudian hening.
Pandangannya tertuju kembali pada lukisannya kini.

"Ada beberapa orang yang mulai menawarnya. Tetapi, ada seorang wanita yang benar-benar telah menjadi penggemar beratmu."

Deg!

Pandangan Lalisa kemudian beralih kembali kepada Tuan Chen. "Seorang wanita?" tanyanya kemudian.

"Ne. Dia tidak pernah melewatkan satupun karyamu setiap minggu. Bahkan lukisanmu yang pernah kau letakkan di lobby, kini kuberikan padanya. Dia membayarnya dengan memberikan beberapa frame mahal yang langsung ia pesan dari Paris."

Kedua alis Lisa saling bertaut. Penasaran dengan cerita yang baru saja diungkapkan oleh Tuan Chen.

"Dan frame inilah salah satunya." sambung Tuan Chen seraya menunjukkan bingkai yang melapisi lukisan Lisa saat ini.

Si Manoban nampak menggaruk kepalanya beberapa kali.
Merasa sungkan dan tak enak hati adalah tipikal sikap yang sering ditunjukkan oleh gadis itu.

"Anda tidak perlu harus melakukan ini, Tuan Chen."

"Hei, yang kau lakukan itu yang seharusnya tidak perlu. Karna sama saja sebuah penistaan terhadap karya seni."

Lalisa kini tergelak. Tuan Chen jelas bergurau dengan kata-katanya barusan.
Perlahan, Lisa mulai merasa lebih nyaman.

"Sudahlah. Mulai sekarang, kau tidak boleh lagi meletakkan lukisanmu dibawah. Disinilah tempat lukisanmu berada, oke?"

Si Manoban melepaskan topinya kini, dan malah semakin keras menggaruk kepalanya.

Deal?Where stories live. Discover now